pluralisme
سم الله الرحمن الرحيم
Oleh  : Hartono Ahmad Jaiz
judul : Tasawuf, Pluralisme, & Pemurtadan.
(Bab : Pelaksanaan Syari’at dan Pemerintahan -Kasus Penolakan Piagam Jakarta- Sekulerisasi di Indonesia)
Jakarta, 6 Syawal 1421H/ 1 Januari 2001M
Belum  pernah  terdengar ungkapan bahwa pemerintahan Nabi Muhammad صلى الله  عليه وسلم dan penggantinya, para  khalifah, yang menerapkan syari’at  Islam, baik  untuk Muslimin maupun untuk non  Muslim (kafir dzimmi) itu  berbahaya.  Jangly dianggap Islam memaksa non Muslim  untuk memeluk  Islam. Dalam  Islam, orang non Muslim ada hak-hak dan kewajiban  yang  berkaitan antara  jaminan pemerintahan yang menerapkan syari’at Islam  dengan  diri para  warga non Muslim, tanpa didhalimi sama sekali. Maka  diterapkannya   syari’at Islam oleh negara sama sekali sangat bermanfaat  dan bermaslahat  bagi  orang yang akalnya bisa memikir secara obyektif,  bukan berbahaya  seperti  ungkapan orang-orang yang asal omong tanpa  bukti. Justru yang  berbahaya itu  adalah pemerintahan yang tidak  menerapkan syari’ah Islam,  baik itu bahaya  terhadap ummat Islam maupun  terhadap lainnya.  Misalnya, bisa kita ajukan  pertanyaan kepada bangsa  kita sendiri: Atas  nama aturan thaghut, sudah berapa  ribu manusia  Indonesia yang dibantai
Atas  nama aturan thaghut pula  sudah berapa  ribu manusia muslim maupun non  muslim yang dipenjarakan.  Atas nama aturan  thaghut, sudah berapa ribu  manusia muslim yang  berubah aqidahnya menjadi  sekuler, bahkan anti  Islam, memusuhi Islam,  sengit dan benci terhadap Islam,  muak terhadap  Islam, omong seenaknya  mengenai Islam, dan meminggirkan ummat  Islam  berpuluh-puluh tahun. 
Atas   nama aturan thaghut, berapa ribu manusia muslim  yang murtad, dan   berapa puluh juta manusia yang tidak tahu tentang agamanya,  Islam,   bahkan tidak tahu bahwa Allah سبحنحا و تعال itu tempatnya di atas  langit,  bersemayam di atas ‘Arsy, lalu diajarkan bahwa Allah itu ada di  mana-mana.
Atas  nama aturan thaghut berapa ribu atau  bahkan berapa juta manusia yang  lebih  mementingkan  aturan thaghut  daripada Allah سبحنحا و تعال,  apalagi hanya terhadap agama  Islam. Atas  nama aturan thaghut, berapa  juta manusia yang  lebih mementingkan   aturan thaghut daripada  syahadatain, hamdalah, shalawat atas Nabi  Muhammad صلى الله عليه وسلم .   Terbukti, dalam pidato-pidato bahkan  kadang khutbah Jum’at, mereka  fasih sekali  mengucapkan aturan thaghut,  namun belum tentu memuji Allah  dengan hamdalah,  bershalawat Nabi,  ataupun mengucapkan syahadatain. 
Atas  nama aturan  thaghut,  berapa juta manusia yang menjadi keblangsak,  miskin dan  melarat. Dan atas nama  itu pula, berapa juta manusia yang  menjadi  sangat rakus melebihi binatang buas,  dan bahkan kebejatan moral  yang  luar biasa, serta kekerasan dan kesadisan yang  tidak takut api  neraka.  Itu semua bisa ditambah dengan pertanyaan-pertanyaan  lain yang  lebih  banyak lagi.
Coba  mari kita  belajar jujur kepada  keadaan. Itukah  yang tidak berbahaya,  sedang syari’at  Islam yang  dianggap bahaya? Alhamdulillah, aturan  thaghut yang diagung-agungkan,   bahkan waktu lalu ketika negeri-negeri  lain mengalami konflik, lalu  orang tak  segan-segan mengatakan, ingin  mengekspor aturan thaghut  kepada negeri yang  konflik itu, lantas  alhamdulillah ditunjukkan oleh  Allah سبحنحا و تعال berkat aturan  thaghut maka negeri ini penuh dengan  konflik, krisis dan  kemerosotan moral yang  luar biasa. Silakan aturan  thaghut --yang  ditatarkan secara merata kepada guru  besar, mahasiswa,  pelajar, sampai  rakyat biasa-- itu sekarang diekspor, agar  utang  pemerintah yang sudah  sangat menjerat leher rakyat ini bisa terbayar   sedikit-sedikt dengan  hasil ekspor aturan thaghutnya.  Silakan.   
Terus   terang  saya rela mati untuk membela syari’at Islam, apalagi mereka   anggap syari’at  Islam itu berbahaya kalau diformalkan. Saya anggap yang   berbahaya itu justru   sebaliknya, yaitu yang menolak syari’at Islam,   dengan aneka bukti ini tadi. Dan  syari’at Islam  belum terbukti   bahayanya, baik dalam sejarah maupun dalam  kenyataan. Silakan para   pejuang penentang syari’at, kalau mati nanti berbekal  perjuangannya   itu, menghadapi siksa Allah yang amat pedih. Dan silahkan pula  yang   memperjuangkan syari’at Islam, ketika mati nanti akan mendapatkan   pahalanya  dari Allah سبحنحا و تعال, insya Allah. 
Biarlah  pencetus dan penggali api penentang  syari’at Islam menyediakan neraka  bagi pembela-pembela api itu. Sedang Allah سبحنحا و تعال tetap akan  menyediakan surga bagi pengamal dan pembela Syari’atNya.  Silakan para   pembenci syari’at Islam mengatakan bahwa syari’at Islam  itu berbahaya,  memecah  belah keutuhan bangsa, silakan. Itu berarti  menuduh pembuat  syari’at, yaitu Allah سبحنحا و تعال  sebagai Dzat yang berbahaya, dan  memecah belah bangsa. Betapa   beraninya mulut-mulut mereka itu, padahal  mereka mengaku sebagai  hamba  Allah,  namun sebenarnya adalah  penentang Allah yang sangat dahsyat lagi   terang-terangan. Anehnya,  mereka berani mengaku sebagai Muslim, bahkan  ada yang  memimpin  organisasi Islam.
- Takut kalau bangsa ini pecah?
 
Mereka   takut kalau  bangsa ini pecah, itu hanyalah alasan yang mereka   bikin-bikin dalam rangka  menentang syari’at Islam. Sebenarnya, mereka   hanya takut kalau Islam itu tegak,  maju, berkuasa, adil, menegakkan   hukum dengan baik.
Karena  mereka yang tadinya  korupsi maka akan  kehilangan lahan, yang biasanya  berzina akan terkontrol hukum,  yang  biasanya bebas bermunafik ria akan  terkena intaian kewaspadaan dari   masyarakat, yang tadinya sesukanya  mengacak-acak syari’at  sambil minta   sponsoran dari musuh syari’at  akan kehilangan lahan, dan mereka yang  membodohi  ummat dengan hal-hal  yang bertentangan dengan syari’at  seperti bid’ah, khurofat,   kemusyrikan, sekulerisme, komunisme,  nasionalisme anti Islam dsb akan  tak punya  kesempatan lagi.
Mereka   sangat rela  apabila muslimin ini dijejali ajaran thaghut hingga   keislamannya tidak jelas,  dan akhlaqnya rusak. Mereka rela sekali.   Tetapi kalau akhlaq masyarakat itu  terjamin secara Islami, kemaksiatan   diberantas, itu mereka tidak rela. Ibarat  siluman, pohon tempat mereka   berlindung  tahu-tahu ditebang, maka mereka tak  rela. Pohon pelindung   itu adalah penghalang syari’at, kalau syari’atnya  ditegakkan,  otomatis  pohon itu jatuh. Itulah yang mereka tidak rela.
Mereka   mengingkari  kenyataan sejarah, direkatnya bangsa Indonesia ini   bukannya oleh api penentangan  syari’at, tetapi oleh Islam. Bangsa   Indonesia ini sejak dulu menyebut penjajah  Belanda itu adalah Belanda   kafir. Bukan Belanda anti pancasila. Sedang  perjuangan melawan  penjajah  Belanda itu sama sekali bukan perjuangan untuk  menegakkan  aturan  thaghut, tetapi adalah untuk mengusir penjajah kafir, dengan   kalimah  takbir, Allahu Akbar, memerangi penjajah Belanda yang kafir.  Belanda   kafir itu telah banyak memberikan subsidi terhadap pribumi  yang sesama  kafir  pula, yaitu Protestan dan Katolik. Sebagai contoh,  tahun 1927  alokasi bantuan  dalam rangka pengembangan agama, sebagai  berikut:
Protestan  memperoleh f  31.000.000    
Katolik  memperoleh    f  10.080.000   
 Islam  memperoleh       f        80.000  
Jadi,   sama sekali  tidak benar, kalau syari’at Islam itu pemecah belah  bangsa  Indonesia. Yang jelas  , Iislam adalah perekat dan pembangkit  semangat  dalam melawan dan mengusir  penjajah kafir Belanda. Maka perlu   dipertanyakan, siapa yang berani menjamin  bahwa aturan thaghut itu   pemersatu bangsa Indonesia, dan menjamin tidak adanya  konflik. Justru   pengikat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang melawan penjajah  kafir   adalah Islam.
Meskipun demikian, Islam tidak memaksa semua  bangsa  Indonesia harus  masuk Islam. Hanya saja  anehnya, sikap ummat  Islam yang begitu   tawadhu’ namun tegar menghadapi penjajah kafir itu,  sejak kemerdekaan  1945  dikebiri oleh orang-orang yang menolak Islam,  walau mereka mengaku  dirinya  sebagai orang Islam. Lebih-lebih lagi  setelah pengebirian itu  meningkat menjadi  penipuan dan penindasan  terhadap ummat Islam, bahkan  pembantaian terhadap  Muslimin yang  berlangsung lebih dari setengah  abad, maka  kondisinya makin  terpuruk  lah bangsa ini, di samping itu,  makin banyak lagi orang-orang yang   justru ikut-ikutan sebagai penentang  Islam, padahal mereka masih  mengaku  Muslim.
Yang  jadi persoalan,  kenapa yang  sikapnya seperti itu justru orang-orang  yang mengaku Islam dan  bahkan  duduk di barisan depan. Ini persoalan  besar, yang harus dipecahkan  dengan  cara-cara yang  Islami. Arti Islami  bukan mesti lunak dan lemah  lembut, namun  sesuai dengan proporsinya.  Apa yang harus dibunuh,  misalnya ular, tikus, gagak,  kalajengking, dan  anjing gila itu harus  dibunuh, walaupun di tanah Haram Makkah,  dan kita  dalam keadaan ihram   sekalipun. Membunuh yang seharusnya dibunuh itulah   Islami. Sedang  membiarkan hidup yang seharusnya dibunuh itu tidak  Islami.
NUR-MUSLIM.BLOGSPO
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu.
BalasHapusKita berusaha berjuang meski banyak orang yang masih tidak setuju terhadap kita yang berusaha mengikuti sunnah Rasul Saw. dan sunnah Khulafaur Rasyidin.
Negara Islam hanya boleh ada satu Khalifah untuk seluruh dunia dalam Khilafah ala minhajin nubuwah.
Hapus