INSHA ALLAH KATA “KAFIR” DALAM SURAT AL MAIDAH 44 BERMAKNA KUFUR AKBAR DAN BUKAN KUFRUN DUUNA KUFRIN
Oleh Muhammad Iqbal Fatahillah di NII News · Sunting Dokumen
AL MAIDAH 44 
Allah berfirman:
الْكَافِرُونَ هُمُ فَأُولَئِكَ اللَّهُ أَنْزَلَ بِمَا يَحْكُمْ لَمْ وَمَنْ
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah (syari’at islam), mereka itulah orang-orang kafir.”
 (Al Maidah 44) 
Ayat  di atas menjelaskan tentang siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum  islam dan menggunakan undang-undang buatan manusia, maka mereka  tergolong orang-orang kafir.
Adapun sababun nuzul (sebab turun) ayat di atas yaitu:
“Bahwasanya  didatangkan kepada Rasulullah SAW sepasang laki-laki dan perempuan  Yahudi berzina, lalu Rasulullah SAW pergi sampai datang orang-orang  Yahudi. Beliau bertanya kepada mereka: ‘Apa hukuman dalam Taurat bagi  orang yang berzina?’ Mereka menjawab: ‘Kami hitamkan kedua wajahnya dan  kami arak-arak keliling kota.’ Rasulullah SAW berkata: ’Datangkan Taurat  padaku dan bacalah jika kalian benar.’ Orang-orang Yahudi pun membawa  Taurat, salah seorang pemuda membacanya. Ketika sampai pada ayat rajam,  pemuda itu meletakkan tangannya (untuk menutupi ayat rajam). Abdullah  bin Salam berkata padanya: ’Suruh dia mengangkat tangannya!’ Maka pemuda  itu mengangkat tangannya dan terdapat ayat rajam, maka Rasulullah SAW  memerintahkan untuk merajam kedua pezina itu, sehingga mereka dirajam.  Abdullah bin Umar berkata: ’Aku termasuk orang yang ikut merajam dan aku  lihat laki-laki itu melindungi perempuan itu dengan tubuhnya.’ ”
(Riwayat Imam Muslim)
Ibnu Umar mengatakan:
“Orang-orang  Yahudi datang kepada Rasulullah SAW, mereka menceritakan ada sepasang  laki-laki dan perempuan Yahudi berzina. Rasulullah bertanya: ‘Apa yang  kalian dapati di Taurat tentang rajam?’ Mereka menjawab: ‘Kami cambuki  dan pertontonkan mereka.’ Abdullah bin Salam berkata: ‘Kalian dusta!  Sesungguhnya Taurat menyebut hukum rajam.’ Lalu mereka mendatangkan  Taurat dan salah satu dari mereka membacanya dan menutupi ayat rajam  dengan tangannya. Abdullah bin Salam berkata: ’Angkat tanganmu!’ Setelah  tangannya diangkat, mereka berkata: ’Benar wahai Muhammad. Di dalamnya  ada ayat rajam.’ Maka Rasulullah memerintahkan untuk merajam kedua  pezina itu. Saya melihat laki-laki itu memiringkan badannya untuk  melindungi sang perempuan dari lemparan batu.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
”Dan  telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas: ’Bahwasanya ayat-ayat ini turun  berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berzina, sebagaimana disebutkan  dalam hadist-hadist di depan. Dan bisa jadi dua peristiwa itu terjadi  secara bersamaan dalam satu waktu, lalu ayat ini turun dengan semua  peristiwa tersebut.’”
(Ibnu Katsir, dalam Umdadut Tafsir IV/148-155)
APAKAH  KATA KAFIR DALAM AYAT TERSEBUT ADALAH KUFUR AKBAR ATAU KUFRUN DUUNA  KUFRIN (KEKAFIRAN YANG TIDAK MEMURTADKAN PELAKUNYA DARI ISLAM)? 
A. Yang berpendapat bahwa ini adalah kufrun duuna kufrin:
1.  Telah mengabarkan kepada kami Hannad dia berkata: Telah mengabarkan  kepada kami Waki’ dan telah mengabarkan kepada kami lbnu Waki’  bahwasanya dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami bapakku dari  Sufyan dari Ma’mar bin Rosyid dari lbnu Thowus dari bapaknya dari lbnu  Abbas rodhiallahu anhu (tentang ayat) … Dan barangsiapa yang tidak  berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah  orang-orang yang kafir.” (Al-Ma‘idah : 44), dia berkata: “ini adalah  kekufuran dan bukan kufur kepada Alloh, para malaikatNya,  kitab-kitab-Nya, dan para rosul-Nya.”
(Tafsir At Thabari, 6/256)
2.  Telah mengabarkan kepadaku Mutsanna dia berkata : Telah mengabarkan  kepada kami Abdulloh bin Sholih dia berkata: Telah mengabarkan kepadaku  Mu’awiyah bin Sholih dari Ali bin Abu Tholhah dari lbnu Abbas  Rodhiyallahu anhuma tentang firman Allah … Dan barangsiapa yang tidak  berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah  orang-orang yang kafir” (Al-Ma ‘idah : 44); (lbnu Abbas Rodhiyallahu  anhu berkata): “Barangsiapa yang juhud (mengingkari) apa yang diturunkan  oleh Alloh maka sungguh dia telah kafir, dan barangsiapa yang mengakui  apa yang diturunkan oleh Alloh dan tidak berhukum dengannya maka dia  zholim lagi fasik.”
(Tafsir At Thabari, 6/257)
3. Telah  mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman al-Mushili dia berkata :  Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Harb dia berkata: Telah  mengabarkan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Hisyam bin Hujair dari  Thowus dari lbnu Abbas RodhiYallahu anhu dia berkata: “Dia bukanlah  kekufuran yang kalian [2] katakan, sesungguhnya dia adalah kekufuran  yang tidak mengeluarkan dari Islam. (Ayat yang artinya:) …. Dan  barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka  mereka itu adalah orangorang yang kafir (Al-Ma ‘idah (51:44). ini adalah  kufur duna kufrin.”
(Hakim, dalam Al- Mustadrak, 2/324)
4.  Atho’ bin Abu Robah, seorang tabi’in, menyebut ayat 44-46 surat  al-Ma’idah, dan berkata: “Kufrun duna kufrin (kufur kecil), fisqun duna  fisqin (fasik kecil), dan zhulmun duna zhulmin (dzolim kecil)”
(Diriwayatkan  oleh lbnu Jarir dalam Tafsir-nya 6/256 dan dishohihkan sanadnya oleh  Syaikh al-Albani dalam Silsilah Shohihah 6/114)
5. Thowus bin  Kaisan, salah seorang tabi’in, menyebut ayat hukum dan berkata:”Bukan  kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama.”
(Diriwayatkan oleh  Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya 6/256 dan dishohihkan sanadnya oleh Syaikh  Al-Albani dalam SilsiIah Shohihah 6/114)
6. Al-Imam Ahmad bin Hanbal ditanya tentang maksud kufur dalam ayat hukum,
maka beliau berkata : “Kekufuran yang tidak mengeluarkan dan keimanan.”
(Majmu’ Fatawa 7/254)
7.  Imam Bayhaqi berkata: “Yang kami riwayatkan dari al-Imam Syafi’i dan  para imam yang lainnya tentang para ahli bid’ah ini mereka maksudkan  kufur duna kufrin (kufur kecil) sebagaimana dalam firman Alloh.
“Artinya  : ..Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan  Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”(AI-Ma’idah : 44);  lbnu Abbas Rodhiallahu anhumas berkata : Dia bukanlah kekufuran yang  kalian (para Khowarij) katakan, sesungguhnya dia adalah kekufuran yang  tidak mengeluarkan dari Islam. Ini adalah kufur duna kufrin.”
(Sunan Kubra, 10/207)
8.  Imam Ibnu Abdil Barr berkata: “Telah datang dari lbnu Abbas Rodhiallahu  anhuma bahwasanya dia berkata tentang hukum penguasa yang lancung,  kufrun duna kufrin.”
(At-Tamhid, 4/237)
9. Al-Imam Qurthubi  berkata: ”Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Alloh karena  menolak al-Qur’an dan juhud (mengingkari) pada perkataan Rosul  Shallallahu alaihi wa sallam maka dia kafir, ini adalah perkataan Ibnu  Abbas Rodhiyallahu anhuma dan Mujahid.”
(Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an 6/190)
10).  Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah menafsirkan ayat hukum di atas dengan  mengatakan: “Yaitu seorang yang menghalalkan berhukum dengan selain  hukum Alloh.”
(Majmu’ Fatawa, 3/268)
B. Yang mengatakan bahwa ini adalah kufur akbar: 
1. Masruq berkata:
“Aku  bertanya kepada Ibnu Mas’ud tentang harta haram, apakah it termasuk  suap dalam memutuskan perkara (pengadilan). Ia menjawab: ‘Bukankah  barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah  maka dia kafir? Akan tetapi harta haram itu adalah seseorang meminta  bantuan kepadamu untuk suatu kedzaliman lalu kamu bantu dia, dan dia  memberi hadiah kepadamu.’ “
(Tafsir At Thabari, 4/240)
Dalam  tafsir di atas, Ibnu mas’ud menyebut kata “kafir” tanap diikuti “…duuna  kufrin”. Maka kata kafir pada ayat tersebut mengandung makna kafir yang  hakiki (kafir akbar).
2. Ibnu Mas’ud berkata:
“Menyuap dalam memutuskan hukum adalah kekafiran. Dan dia di kalangan manusia adalah harta haram.”
(Thabrany, dalam kitab Az Zawaajir, 2/189, karya Ibnu Hajar Al Wakki)
Kata ”kafir” di atas pun tidak diikuti oleh ”…duuna kufrin”. Ini berarti kafir akbar.
3. Masruq berkata:
”Aku  bertanya kepada Umar bin Khattab: ’Apa pendapatmu tentang menyuap dalam  memutuskan perkara, apa ia termasuk harta haram?’ Umar menjawab:  ’Bukan! Itu adalah kekafiran. Sesungguhnya harta haram itu adalah  seseorang memiliki kedudukan di sisi penguasa, dan seseorang lagi  memiliki kebutuhan terhadap penguasa tersebut, kemudian orang tersebut  tak memenuhi kebutuhannya sehingga dia memberi hadiah.’ ”
(Tafsir Ruhul Ma’aniy, 3/140)
Umar  bin Khattab mengatakan bahwa menyuap dalam memutuskan perkara adalah  kekafiran; benar-benar kafir dan bukan kufrun duuna kufrin.
4. Abad bin Humaid meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa dia ditanya tentang harta haram. Ali menjawab:
”Harta haram adalah harta suap.” Lalu dia ditanya bagaimana dalam memutuskan perkara, Ali menjawab: ”Itu kekafiran.”
(Tafsir Ruhul Ma’aniy, 3/140)
Serupa  dengan perkataan Umar, maka Ali pun mengatakan bahwa memutuskan perkara  dengan tidak menurut syari’at (yakni menyuap untuk merubah hukum)  adalah kekafiran hakiki tanpa ”…duuna kufrin”.
5. Ibnu Qudamah berkata:
Hassan  Al Bashri dan Sa’id bin Jubair ketika menafsirkan ayat ”Mereka banyak  makan harta haram” (Al Ma’idah 42), mereka berdua berkata: ”Penyuapan.”  Mereka mengatakan: ”Jika seorang hakim menerima suap, maka ini sampai  pada tingkat kekafiran.”
(Al Mughni Ma’asy Syarhil Kabir, 11/437-438)
Hassan  Al Bashri dan Sa’id Ibnu Jubair dari kalangan tabi’in pun mengatakan  bahwa hakim yang menerima suap lalu merubah hukum dari yang semestinya,  maka ia kafir tanap ”…kufrun duuna kufrin”.
6. Al Qasimy berkata:
Dinukil  dari buku Al Lubab dari Ibnu Mas’ud, Hassan Al Bashri dan Ibrahim An  Nakha’i, mereka berkata: ”Sesungguhnya ketiga ayat tersebut (Al Maidah  44, 45, 47) bersifat umum berkenaan umat Yahudi dan Islam. Maka setiap  orang yang menerima suap lalu merubah keputusan dan memutuskan perkara  dengan selain apa yang diturunkan Allah, maka dia kafir, zhalim, dan  fasik. As Suddiy pun berpendapat seperti itu karena ayat itu secara  zhahir menunjukkan seperti itu.”
(Mahasinut Ta’wil, 6/215)
Dari  kalangan tabi’in, Hassan Al Bashri, Ibrahim An Nakhai dan As Suddiy pun  tidak mengatakan kufrun duuna kufrin, tapi ”kafir” yang berarti kafir  akbar.
7. Imam At Thabari meriwayatkan, Imam As Suddiy berkata:
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah (syari’at islam), mereka itulah orang-orang kafir.”
(Al Maidah 44)
Allah  berfirman: “Dan barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang  Aku turunkan dengan sengaja dan dia berlaku zhalim sedangkan dia  mengetahui, maka dia termasuk orang kafir.”
(Tafsir At Thabari, 6/257)
8. Ibnu Katsir berkata:
“Barangsiapa  meninggalkan syari’at yang telah jelas diturunkan kepada Muhammad dan  berhukum kepada syri’at-syari’at lain yang telah dihapus, maka dia  kafir. Lalu bagaimana dengan orang yang berhukum kepada Ilyasiq dan  mendahulukannya atas syari’at Muhammad? Siapapun yang melakukan ini, dia  kafir berdasarkan ijma ulama.”
(Al Bidayah Wan Nihayah, 13/119)
Hujjah-hujjah  di atas adalah perkataan sahabat (Umar bin Khattab dan Ali bin Abu  Thalib) dan tabi’in (Hassan Al Bashri, Ibrahim An Nakhai, A Suddiy, dan  Sa’id bin Jubair). Mereka semua mengatakan bahwa tidak memutuskan  perkara dengan apa yang diturunkan Allah adalah “kafir akbar” sesuai  dengan zhahir ayat tersebut tanpa di ikuti “…kufrun duuna kufrin”.
Dengan demikian, ada dua kubu:
1.  Yang mengatakan itu adalah kufur akbar (Umar bin Khattab, Ali bin Abu  Thalib, Hassan Al Bashri, Ibrahim An Nakhai, A Suddiy, dan Sa’id bin  Jubair)
2. Yang mengatakan itu adalah kufrun duuna kufrin (Imam At Thabari, Ibnu Taimiyah, Imam Bayhaqi, Imam Al Qurthubi, dll.)
PEMBAHASAN TENTANG CACATNYA ATSAR YANG MERIWAYATKAN KUFRUN DUUNA KUFRIN 
1. Yang diriwayatkan oleh At Thabari adalah perkataan Ibnu Thawus dan tak bisa dinisbatkan kepada Ibnu Abbas, dalilnya yaitu:
Dari  Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, ia  mengatakan: Ibnu Abbas ditanya tentang ayat: “Barangsiapa tidak  memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah, mereka itulah  orang-orang kafir” (Al Maidah 44), ia menjawab: “Ini adalah kekafiran.”  Ibnu Thawus berkata: “Dan tidak seperti orang yang kafir kepada Allah,  malikat-Nya, kitab-Nya, dan rasul-Nya”
(Tafsir At Thabary, 6/256)
Dari  atsar di atas jelaslah bahwa Ibnu Abbas (sahabat) berkata “kekafiran”,  sedangkan kufrun duuna kufrin adalah perkataan Ibnu Thawus. Adapun sanad  atsar di atas yaitu:
Ibnu Abbas,
Thawus bin Kaisan,
Ibnu Thawus,
Ma’mar bin Rasyid,
Abdur Razzaq,
Waki,
Ibnu Waki,
Hannad,
Ibnu Jarir At Thabari.
2. Yang diriwayatkan Imam Hakim, yaitu:
Telah  mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman al-Mushili dia berkata :  Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Harb dia berkata: Telah  mengabarkan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Hisyam bin Hujair dari  Thowus dari lbnu Abbas RodhiYallahu anhu dia berkata: “Dia bukanlah  kekufuran yang kalian [2] katakan, sesungguhnya dia adalah kekufuran  yang tidak mengeluarkan dari Islam. (Ayat yang artinya:) …. Dan  barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka  mereka itu adalah orangorang yang kafir (Al-Ma ‘idah (51:44). ini adalah  kufur duna kufrin.”
(Hakim, dalam Al- Mustadrak, 2/324)
Sanad atsar tersebut adalah:
Ibnu Abbas,
Thawus bin Kaisan,
Hisyam bin Hujair,
Sufyan bin Uyainah,
Ali bin Harb,
Ahmad bin Sulaiman,
Hakim
Atsar  yang diriwayatkan Hakim tersebut dha’if dari sisi sanadnya. Di dalamnya  terdapat Hisyam bin Hujair yang dha’if menurut Imam Ahmad, Yahya bin  Sa’id, Al Uqaili (lihat Adh Dhu’afa 4/337-338, Al Kamil 7/2569, Tahdzib  Al Kamal 30/179-180, dan Hadyu As Saari 447-448).
Ali Al Madini  berkata: ”Aku membaca hadist di depan Yahya bin Sa’id; ‘Telah  memberitakan kepadaku Ibnu Juraij dari Hisyam bin Hujair.’ Yahya bin  Sa’id berkata; ’Hisyam bin Hujair pantas unutk aku tinggalkan.’ Aku  bertanya; ’ Haruskah aku menghindari hadistnya?’ Yahya bin Sa’id  menjawab; ’Ya!’ .”
Ibnu Hajar berkata mengenai Hisyam bin Hujair: ”Dia shaduq, memiliki hal-hal yang meragukan.”
Ahmad bin Hambal berkata: ”Hisyam bukan orang yang kuat.”
Sufyan  bin Uyainah berkata: “Kami tidak mengambil hadist Hisyam bin Hujair  selain dari apa yang tidak kami dapatkan pada selainnya.”
Abu  Hatim berkata tentang Hisyam: “Hadistnya ditulis!” Tapi ini adalah  sindiran untuk orang yang dianggap tamridh (sakit) dan tadh’if (lemah).
Imam  Bukhari pun hanya meriwayatkan satu hadist dari jalur Hisyam bin  Hujair, yaitu hadist tentang Sulaiman bin Daud yang berbunyi:
“Pada  malam ini saya akan menggilir 90 perempuan,” ini dikarenakan hadist  Hisyam memiliki mutaba’ah (penguat) yang juga diriwayatkan oleh Abdullah  bin Thawus.
SETELAH MENGETAHUI BAHWA ATSAR YANG DI RIWAYATKAN  OLEH ATH THABARI DAN AL HAKIM (KUFRUN DUUNA KUFRIN) ADALAH LEMAH, LANTAS  APA LAGI YANG MEMPERKUAT HUJJAH TENTANG MAKNA KUFUR AKBAR DALAM AYAT AL  MAIDAH 44? 
Sudah kita ketahui dari pembahasan di atas bahwa ada dua kubu:
1.  Yang mengatakan itu adalah kufur akbar (Umar bin Khattab, Ali bin Abu  Thalib, Hassan Al Bashri, Ibrahim An Nakhai, A Suddiy, dan Sa’id bin  Jubair)
2. Yang mengatakan itu adalah kufrun duuna kufrin (Imam At Thabari, Ibnu Taimiyah, Imam Bayhaqi, Imam Al Qurthubi, dll.)
Maka Ibnu Taimiyah berkata mengenai perselisihan yang terjadi di antara tabi’in mengenai perbedaan tafsir, beliau berkata:
“Jika  mereka (tabi’in) berselisih pendapat, maka perkataan sebagian mereka  tidak bisa dijadikan hujjah terhadap sebagian yang lain, dan juga  terhadap orang-orang setelah mereka. Semua itu dikembalikan kepada  bahasa Al Qur’an atau Sunnah atau bahasa Arab secara umum atau  kembalikan pada perkataan sahabat mengenai masalah tersebut.”
(Majmu Fatawa, 13/370)
Maka  jelaslah bahwa kata kafir dalam ayat tersebut adalah kufur akbar sesuai  dengan perkataan sahabat yakni Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, dan tabi’in  yakni Hassan Al Bashri, dll.
Maka jelaslah pula bahwa Ibnu  Taimiyah menganjurkan agar kita memahami kata “kafir” dalam Al Maidah 44  berupa kufur akbar. Karena dalam bahasa Arab kata kafir berarti murtad,  keluar dari islam, atau bukan islam.
Hal ini pun deiperkuat oleh  kebiasaan sang pembuat syari’at (Allah SWT), yang mana apabila Dia  menjelaskan suatu hokum dalam Al Quran (halal, haram, kafir, syirik,  dsb.) maka makna kata tersebut adalah makna mutlak (hakiki) yang  sebenarnya.
Simaklah perkataan Ibnu Hajar berikut:
”Menurut  kebiasaan pembuat syari’at, apabila kata syirik diungkapkan secara  lepas, maka yang dimaksud adalah kebalikan tauhid. Dan lafazh ini  disebut berulang-ulang dalam Al Quran dn sunnah yang tidak memiliki  pengertian kecuali sebagaimana pengertian tersebut.”
(Fathul Bari, 1/65)
Baik  Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Aziz (Sayyid Imam/Dr. Fadhl) maupun  Sulaiman bin Nashr Al Ulwan mengatakan bahwa apabila kata ”kufur”  ditulis dalam bentuk ma’rifah dengan huruf alif dan lam, maka maknanya  adalah kufur akbar.
Demikianlah penafsiran yang (insha Allah)  benar mengenai surat Al Maidah 44 sebagai bantahan terhadap kufrun duuna  kufrin. Adapun kesalahan tulisan di atas berasal dari kami dan setan.  Hanya kepada Allah kami memohon petunjuk.
Allah Ta’ala knows best….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar