Perbedaan Jama'ah Salafy Indonesia dengan Tandzim Salafy Jihadi dan NII dalam hal Ketaatan kepada Pemimpin Dzalim/Kafir (Khususnya NKRI)
Oleh Karto Suwiryo di NII News · Sunting Dokumen
Alya Jazilah (Mewakili Jama'ah Salafy Indonesia)
SIKAP SYAR'I SEORANG MUSLIM TERHADAP PEMERINTAHNYA (WAJIB BAGI YG BERIMAN).
Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan pemimpin sangat penting dalam sebuah negara atau pemerintahan. Tidak bisa dibayangkan betapa besarnya mafsadah (kerusakan) yang akan muncul ketika sebuah negara tanpa seorang pemimpin. Karena tabiat dasar manusia adalah suka berbuat zhalim, dan di lain sisi suka menuntut keadilan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya manusia pasti selalu berbuat zhalim dan pengingkaran.” (Ibrahim: 34) Apa yang akan terjadi seandainya manusia hidup di muka bumi tanpa seorang pemimpin yang mengatur berbagai urusan mereka? Sungguh keadaan mereka tak beda dengan binatang liar di tengah hutan belantara atau ikan-ikan di lautan. Hukum rimba pun akan menjadi simbol kehidupan mereka; yang kuat akan memangsa dan menindas yang lemah.
Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Akan terjadi fitnah (kerusakan) jika tidak ada seorang pemimpin yang mengatur urusan manusia.” (Diriwayatkan oleh Al-Khallal dalam kitab as-Sunnah 1/81) Lihatlah keadaan masyarakat jahiliah sebelum diutusnya Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Gambaran masyarakat yang amburadul. Tidak ada pemimpin yang ditaati serta tidak ada rasa kepercayaan kepada pemimpin dari tiap individu masyarakat. Maka wajar bila yang nampak adalah tindakan kriminalitas di samping kesyirikan tentunya. Pembunuhan dan penyanderaan terjadi di mana-mana. Peperangan besar pun seringkali terjadi karena sesuatu yang remeh. Kewajiban Taat Kepada Pemerintah Diantara prinsip penting yang harus diyakini oleh setiap muslim adalah kewajiban taat kepada pemerintah dalam hal yang bukan kemaksiatan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan Ulil Amri di antara kalian.” (An-Nisa’: 59) Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Ulil Amri yang dimaksud adalah orang-orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan untuk ditaati dari kalangan para penguasa dan pemimpin umat, inilah pendapat mayoritas ulama terdahulu dan sekarang dari kalangan ahli tafsir, fiqih, dan selainnya.”(Syarh Shahih Muslim 12/222) Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata: “Aku telah bertemu dengan 1000 orang lebih dari ulama Hijaz (Makkah dan Madinah), Kufah, Bashrah, Wasith, Baghdad, Syam dan Mesir….. Lantas beliau berkata: Aku tidak melihat adanya perbedaan diantara mereka tentang perkara-perkara berikut ini: -beliau sebutkan sekian perkara diantaranya kewajiban menaati penguasa.” (Syarh Ushulil I’tiqad Lalikai, 1/194-197)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa menaatiku berarti telah menaati Allah, barangsiapa menentangku berarti telah menentang Allah, barangsiapa menaati pemimpin (umat)ku berarti telah menaatiku, dan barangsiapa menentang pemimpin (umat)ku berarti telah menentangku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata: “Pada hadits ini terdapat keterangan tentang kewajiban menaati para penguasa dalam perkara yang bukan kemaksiatan. Adapun hikmahnya adalah untuk menjaga persatuan dan kebersamaan (umat Islam), karena pada perpecahan terdapat kerusakan.” (Fathul Bari 13/120)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda: “Wajib bagi seorang muslim mendengar dan taat (kepada penguasa) dalam hal yang disukai atau tak disukai kecuali jika diperintahkan untuk bermaksiat maka tidak boleh mendengar dan taat.” (HR. Al-Bukhari) Tidak menaati penguasa dalam hal kemaksiatan bukan berarti boleh memberontak kepadanya atau tidak menaati seluruh perintahnya (meskipun dalam ketaatan). Bagaimanakah Menyikapi Pemerintah yang Zhalim? Jika seseorang telah diangkat sebagai pemimpin umat dan sah sebagai pemegang tampuk kekuasaan, maka wajib bagi seorang muslim selaku rakyat untuk menunaikan hak-hak pemimpin tersebut, walaupun ia sebagai seorang yang zhalim.
Diantara hak yang harus ditunaikan itu adalah:
1. Taat kepadanya dalam hal yang bukan kemaksiatan Salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah! Kami tidak bertanya kepadamu tentang ketaatan (kepada penguasa) yang bertaqwa, akan tetapi yang kami tanyakan adalah ketaatan terhadap penguasa yang berbuat demikian dan demikian (ia sebutkan kejelekan-kejelekannya). Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Bertaqwalah kalian kepada Allah, dengarlah dan taatilah (penguasa tersebut).” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitab As-Sunnah 2/494)
2. Sabar atas Kezhalimannya Sabar terhadap kezhaliman penguasa merupakan prinsip dasar Islam yang dibimbingkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan diterapkan oleh salafus shalih (pendahulu terbaik umat ini). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa melihat suatu hal yang tidak disenangi pada penguasanya, maka bersabarlah karena barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah (kaum muslimin) sejengkal kemudian mati maka ia mati jahiliah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Al-Imam Ibnu Abil ‘Iz Al-Hanafi rahimahullah berkata: “Adapun kewajiban menaati mereka (penguasa) tetaplah berlaku walaupun mereka berbuat jahat, karena tidak menaati mereka dalam hal yang ma’ruf akIIan mengakibatkan kerusakan yang jauh lebih besar dari apa yang ada selama ini, dan di dalam kesabaran terhadap kejahatan mereka itu terdapat ampunan dari dosa-dosa serta (mendatangkan) pahala yang berlipat.” (Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, hlm. 368)
Suwaid bin Gafalah rahimahullah berkata: “Telah berkata kepadaku Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu: “Wahai Abu Umayyah, mungkin aku tidak bertemu engkau setelah tahun ini, maka jika engkau dipimpin oleh seorang budak dari Habasyah (Ethiopia) yang cacat hendaknya engkau dengar dan taat padanya, walau ia memukulmu (secara zhalim) tetaplah sabar dan jika ia menginginkan sesuatu yang akan mengurangi agamamu, katakanlah: “Saya dengar dan taat dari jiwaku bukan agamaku”, dan janganlah engkau berpisah dari jama’ah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf. Lihat Aqiidah Ahlil Islam Fiima Yajibu Lil Imam)
Ka’ab Al-Ahbar rahimahullah berkata: “Sultan (penguasa) adalah naungan Allah di bumi. Jika ia beramal ketaatan kepada Allah, baginya ajr (pahala) dan wajib bagi kalian untuk bersyukur. Jika ia berbuat maksiat, baginya dosa dan wajib bagi kalian untuk bersabar. Janganlah kecintaan kalian kepadanya menjerumuskan diri kalian ke dalam kemaksiatan dan jangan pula kebencian kepadanya mendorong kalian keluar dari ketaatan kepadanya.” (Diriwayatkan pula oleh Al-Imam At-Tirmidzi dalam kitabnya An-Nashihah Lirrā’i Warrā’iyah) Sungguh kesabaran terhadap kezhaliman penguasa memiliki andil besar terciptanya keamanan serta terwujudnya kemaslahatan secara merata. Dan hal ini berat dilakukan kecuali bagi orang-orang yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berjalan di atas ilmu dan bimbingan ulama.
3. Menasehatinya dengan cara yang baik Tentunya sabar terhadap kezhaliman penguasa tidak menafikan (menghilangkan) adanya nasehat dan teguran padanya. Karena nasehat dan teguran merupakan salah satu hak penguasa yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim. Selain itu nasehat dan teguran adalah pondasi agama yang dengannya akan kokoh agama ini. Terkhusus nasehat kepada para pemimpin sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Agama ini adalah nasehat;…..(di antaranya) nasehat untuk pemerintah dan seluruh elemen umat.” (Muttafaqun ‘alaihi) Adapun nasehat kepada penguasa maka mempunyai bentuk dan cara penyampaian tersendiri. Mengingat kondisi penguasa tak sama dengan rakyat biasa. Ketika nasehat tersebut disampaikan dengan cara yang tidak tepat atau salah maka mafsadah (efek negatif) yang muncul akan lebih besar dibanding terhadap rakyat biasa. Diantara cara menasehati penguasa yang dibimbingkan dalam Islam adalah: - Menasehatinya dengan rahasia (tersembunyi) Menasehati penguasa secara terang-terangan dihadapan khalayak ramai, tidak dibenarkan dalam Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang ingin menasehati penguasa dengan sebuah nasehat, janganlah menyampaikannya secara terang-terangan, akan tetapi hendaklah ia mengambil tangannya dan bersendirian dengannya (berduaan untuk menasehatinya). Jika ia (penguasa tersebut) mau menerima nasehat maka itulah yang diharapkan, kalau tidak (menerima nasehat), maka sungguh ia (penasehat) telah menunaikan kewajibannya terhadap penguasa.” (HR. Ahmad)
Al-’Allamah As-Sindi rahimahullah berkata: “Nasehat terhadap penguasa hendaknya dilakukan secara tersembunyi, tidak terang-terangan dihadapan manusia.” (Hasyiah Al-Musnad) Termasuk bagian dari nasehat kepada penguasa adalah mengingkari kemungkaran yang ada padanya. Namun semua itu harus dilakukan dengan penuh hikmah, tidak secara terang-terangan serta tetap menjaga wibawa penguasa tersebut. Demikian pula tidak sepantasnya menyebutkan kemungkaran atau kezhaliman penguasa dihadapan rakyat walaupun dengan dalih nasehat. Baik dalam bentuk ceramah, khutbah jum’at, tabligh akbar, ataupun melalui media cetak seperti majalah, surat kabar, buletin, dan lain-lain. Apalagi dengan menggelar demonstrasi yang jauh dari bimbingan Islam. Semua itu akan menimbulkan kebencian rakyat kepada penguasanya dan mendorong mereka untuk menentangnya. - Tidak mengingkari kemungkaran yang ada dengan senjata (memberontak) Tidak diragukan lagi bahwa mengangkat senjata (memberontak) kepada penguasa yang sah adalah tindakan separatis yang jelas-jelas menyelisihi Al-Qur’an dan as-Sunnah. Apapun alasannya, memberontak terhadap penguasa tidak bisa dibenarkan dalam Islam. Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah ketika melihat seorang pemberontak di Kota Bashrah mengatakan: “Betapa kasihannya orang ini. Ia bermaksud mengingkari kemungkaran namun terjatuh pada sesuatu yang lebih mungkar (yaitu pemberontakan)” (Diriwayatkan oleh Al-Ajurri dalam Asy-Syari’ah. Lihat Aqiidah Ahlil Islam Fiima Yajibu Lil Imam)
Abul Bakhtari rahimahullah berkata: “Dikatakan kepada Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu; tidakkah anda memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar? Beliau menjawab: “Sungguh amar ma’ruf nahi mungkar adalah sebuah amal kebajikan, namun bukan merupakan sunnah (bimbingan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam) engkau mengangkat senjata kepada pemimpinmu.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Jami’ Lisyu’abil Iman)
Demikianlah diantara prinsip Islam yang diwariskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan generasi terbaik umat ini dalam menyikapi penguasa, termasuk yang zhalim di antara mereka. Jika prinsip mulia itu diterapkan oleh semua elemen umat, niscaya akan terwujud persatuan dan kedamaian di seluruh negeri kaum muslimin. Sebaliknya, jika semua elemen umat mengikuti hawa nafsu dan perasaan, jauh dari bimbingan ilmu dan ulama, maka yang muncul adalah kekacauan, persengketaan dan akan berakhir dengan pertumpahan darah di antara kaum muslimin, wal’iyyadzubillah. Akhir kata, mudah-mudahan hidayah ilahi senantiasa mengiringi kaum muslimin dan pemimpin-pemimpin mereka. Dengan harapan, menjadi satu kekuatan besar yang senantiasa berpijak dan berpihak di atas kebenaran Islam yang di bawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Amin..
Zacky Muttaqin (Mewakili Salafi Jihadi dan NII)
Siapa Ulil Amri Itu…?
-
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian”. (An Nisa: 59) Segala puji hanya bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi dan Rasul yang paling agung NabiMuhammad, kepada keluarganya dan para shahabatnya seluruhnya. Ikhwani fillah… materi kali ini, kita akan meluruskan pemahaman yang ada di masyarakat berkenaandengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian”. (An Nisa:59) Ayat ini adalah ayat yang sering kita dengar dan digunakan oleh banyak orangdalam rangka mewajibkan masyarakat untuk taat kepada pemerintah Republik Indonesia ini. Oleh karena itu perlu kiranya kita meninjau kembali atau meluruskan posisi ayat ini secara proporsional. Mari kita pahami siapa orang-orang yang beriman dalam ayat tersebut dan kaitannya dengan realita Pemerintahan Republik Indonesia ini… Tinjauan ayat: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),dan ulil amri di antara kalangan kalian”. (An Nisa: 59) “Hai orang-orang yangberiman…”, ini adalah khithab (seruan) terhadap orang- orang yang beriman. “…taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian”, ulil amri adalah ulil amri dari kalangan kalian, yaitu pemimpin muslim atau pemimpin yang mukmin, itu adalah pengertian sederhananya. Jadi, pemimpin yang harusditaati ─tentunya selain dalam maksiat─ adalah pemimpin muslim, karena Allah mengatakan “min kum” (dari kalangan kalian) setelah mengkhithabi “hai orang- orang yang beriman”. Orang yang beriman atau orang muslim yang berdasarkan Al Qur’an, AsSunnah dan Ijma adalah orang yang beriman kepada Allah dan kafir kepada thaghut, berikut ini adalah penjabarannya:
-
1. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat AlBaqarah: 256: “Barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka dia telah berpegang teguh pada al ‘urwah al wutsqa”. Al ‘urwah al wutsqa adalahbuhul tali yang amat kokoh, yaitu Laa ilaaha illallaah, artinya barangsiapa kafir kepada thaghut dan iman kepada Allah, maka dia itu orang yang mengamalkan Laa ilaaha illallaah, orang yang sudah masuk Islam, karena pintu masuk Islam adalah dengan perealisasian Laailaaha illallaah sebagaimana ini adalah rukun Islam yang pertama. Orang tidak dikatakanberiman kecuali jika dia beriman kepada Allah dan kafir kepada thaghut. Jika orang beriman kepada Allah tapi dia tidak kafir kepada thaghut maka ia bukan orang yang beriman, ia bukan muslim… itu berdasarkan nash Al Qur’an. Maka dari itu Allah dalam ayat ini mendahulukan kafir kepada thaghut (Barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah) supaya tidak ada orang yang mengklaim behwa dirinya beriman kepada Allahpadahal dia belum kafir kepada thaghut pada realita yang dia kerjakan.
-
2. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Ali Imran: 64: “Katakanlah (Muhammad):
-
“Hai ahli kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak ada yang kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikansebagian yang lain sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: ”Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim”.Jadi, yang diserukan kepada ahli kitab adalah pengajakan untuk berkomitmen dengan Laa ilaaha illallaah, ibadah kepada Allah dan meninggalkan penyekutuan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Di ujung ayat Allah menyatakan; “jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:”Saksikanlah, bahwa kami adalah orang- orang muslim”, maksudnya jika mereka berpaling dan tidak mau meninggalkan para arbab itu maka saksikanlah bahwa kami ini orang muslim dan kalian bukan orang muslim.Berdasarkan ayat itu kita dapat menyimpulkan bahwa orang yang tidak merealisasikan apa yang dituntut oleh ayat ini, yaitu ibadah hanya kepada Allah, meninggalkan sikappenyekutuan sesuatu dengan- Nya dan meninggalkan sikap menjadikan selain Allah sebagai arbab, maka orang yang tidak mau meninggalkan hal itu adalah bukan orang muslim.
-
3. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat At Taubah: 5:“Apabila sudah habis bulan- bulan Haram itu, maka bunuhilah orang-orang musyrik itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka, kepunglah mereka danintailah ditempat-tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan”Taubat dari apa…? Taubat dari kemusyrikan dan segala kekafiran, maksudnya adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang kaum muslimin untuk melakukan pembunuhan, pengepungan dan pengintaian apabila orang-orang itu sudah taubat dari segala kemusyrikan dan kekafiran, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, berarti orang muslim itu tidak boleh diganggu. Maka orang yang tidak taubat dari kemusyrikannya berarti dia itubukan orang muslim.
- 4. Firman Allah Subhanahu Wa
-
Ta’ala dalam surat At Taubah:11: Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara- saudara kalian saru agama”. Jika mereka bertaubat (dari kemusyrikannya), maka mereka adalah saudara satu agama, maksudnya mereka itu orang-orang muslim, karena sesame muslim adalah saudara, sebagaimana dalam surat Al Hujurat: 10: “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara”. Berarti jika sebaliknya, dia tidak mau meninggalkan kesyirikannya meskipun dia shalat, zakat, dan melakukan ibadah lainnya, maka dia bukan ikhwan fiddin (saudarasatu agama) dan berarti dia bukan orang mukmin, karena ukhuwah imaniyyah itu tidak terlepas dengan dosa-dosa bisaa, akan tetapi dengan kesyirikan dan kekufuran. Dan dalam surat Al Baqarah: 178 dikatakan: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan ataskamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya…” Dalam ayat ini, sang pembunuh dan keluarga yangdibunuh tetap dipersaudarakan. Membunuh sesama muslim adalah dosa besar, tapi tidak menjadikan seseorang keluar dari Islam selama dia tidak menghalalkannya.Demikianlah beberapa dalil tentang orang yang beriman dari Al Qur’an, sedangkan berikut ini adalah beberapa dalil dari As Sunnah: 1. Dalam hadits Bukhariy dan Muslim dari Ibnu Umar radliyallahu’anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang haq) kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mereka mendirikanshalat dan menunaikan zakat, bila mereka melakukan hal itu, maka mereka terjaga darah dan hartanya dari saya, kecuali dengan hak Islam, sedangkan perhitungan mereka adalah atas Allah” Rasulullah tidak berhenti memerangi manusia sampai mereka komitmen dengan Laa ilaaha illallaah, iman kepada Allah dan kufur kepada thaghut serta mengakuirisalah yang dibawa beliau kemudian membenarkannya, mendirikan shalat danmenunaikan zakat. Ini sama dengan penjelasan sebelumnya 2. Dalam hadits Bukhariy yangdari Abu Malik Al Asyja’iy radliyallahu’anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan dia kafir terhadap segala sesuatu yangdiibadati selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, sedang perhitungannya atas Allah ta’ala”. sekitar sejam yang lalu melalui Facebook Seluler · Suka
-
Zacky Muttaqin Seseorang dikatakan haram darah dan hartanya, dalam arti dia itu dikatakan muslim, bila komitmen dengan Laa ilaaha illallaah ─iman kepada Allah dan kafir kepada thaghut─, yaitu kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka barulah dikatakan muslim mukmin. Dan berikut ini adalah beberapa Ijma dari paraulama Ahlus Sunnah:¯ Syaikh Abdurrahman ibnu Hasan rahimahullah mengatakan: “Para ulama salaf dan khalaf, dari kalangan shahabat, tabi’in, para imam dan seluruh AhlusSunnah telah ijma, bahwa seseorang tidak menjadi muslim kecuali denganmengosongkan diri dari syirik akbar dan berlepas diri darinya”. (Ad Durar As Saniyyah: 11/545-546). Dalam hal ini orang tidak dikatakan muslim bila tidak mengosongkan dirinya dari syirik akbar, tidak berlepasdiri darinya dan dari para pelakunya. Ini adalah ijma(kesepakatan) ulama… maka perhatikanlah. Oleh sebab itu, jika masih atau belum berlepas diri daripada kemusyrikan, maka dia itu belum muslim meskipun dia melaksanakanajaran-ajaran Islam yang lainnya. Dan selagi dia belum mengosongkan diri dari kesyirikan, maka dia belum muslim walaupun dia shalat, zakat, haji, dan yang lainnya… ¯ Syaikh Sulaiman ibnu Abdillah ibnu Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan: “SEKEDAR mengucapkan Laa ilaaha illallaah tanpa mengetahui maknanya dan tanpamengamalkan konsekuensinya berupa komitmen dengan tauhid dan meninggalkan syirik akbar serta kafir terhadap thaghut, maka sesungguhnya (pengucapan) itu tidak bermanfaat berdasarkan ijma” (nukilan ijma dari kitab Taisir Al ‘Aziz Al Hamid)Orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah, dia shalat, zakat, shaum dan walaum haji berkali-kali, akan tetapi jika dia tidak meninggalkan syirik akbar, tidak kafir terhadap tahghut, maka dia itu bukan muslim dan tidaklah manfaat pengucapan Laa ilaaha illallaah-nya. ¯ Syaikh Hamd ibnu ‘Athiq rahimahullah mengatakan: “Ulama ijma (sepakat), bahwa orang yang memalingkan satu macam dari dua do’a kepadaselain Allah, maka dia telah musyrik walaupunmengucapkan Laa ilaaha illallaah, dia shalat dan zakat serta mengaku muslim”. (Ibthalut Tandid Bikhtishar Syarh Kitab Tauhid, hal: 67)Do’a ada dua macam; yaitu do’a yang berupa permohonan yang bisaa kita ketahui, dando’a berupa ibadah seperti; shalat, shaum, zakat, haji, penyandaran hukum, dan lain- lain.sekitar sejam yang lalu melalui Facebook Seluler · Suka Zacky Muttaqin Jadi, bila seseorang memalingkan satu macam ibadah saja kepada selain Allah, maka dia itu musyrik
-
meskipun mengucapkan kalimat tauhid, shalat, shaum, zakat dan mengaku sebagai seorang muslim. ¯ Syaikhul Islam Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakantentang para pengikut Musailamah Al Kadzdzab dalam Syarh Sittati Mawadli Minash Shirah dalam Mujmu’atut tauhud hal. 23: “Di antara mereka ada yang mendustakan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan kembali menyembah berhala seraya mengatakan: “Seandainya dia (Rasulullah shalallahu ‘alaihi a sallam) itu adalah Nabi,tentulah tidak akan mati”. Dan di antara mereka ada yang tetap di atas dua kalimah syahadat, akan tetapi dia mengakui kenabian Musailamah dengan dugaan bahwa beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam menyertakan dia di dalam kenabian, ini karena Musailamah mengangkat para saksi palsu yang bersaksi baginya akan hal itu, namun demikian para ulama ijma bahwa mereka adalah orang- orang murtad meskipun mereka jahil akan hal itu. Dan siapa yang meragukan kemurtaddan mereka, maka dia kafir”Bila saja orang yang tidak melakukan kesyirikan, akan tetapi mengangkat seorangmanusia bisaa sederajat dengan nabi maka ia telah divonis murtad dan segala amal ibadahnya tidak dianggap, dan bahkan diperangi oleh Abu Bakar Ash Shiddiq dan para shahabat lainnya… maka apa gerangan dengan orang yang mengangkat makhluk padaderajat uluhiyyah (ketuhanan) dengan cara memberikan satuatau beberapa macam dari sifat-sifat khusus ketuhanan…?? Maka ini lebih syirik lagi, lebih kafir lagi dan lebih murtad lagi jika sebelumnya dia mengaku muslim !¯ Beliau (Muhammad ibnu Abdil Wahhab) rahimahullah juga menukil ijma tentang pengkafiran penguasa ‘Ubaidiyyin di Mesir. Beliau berkata dalam suratnya kepada Ahmad ibnu Abdil Karim Al Ahsaa’iy, beliau menjelaskan: “Di antara kisah yang terakhir adalah kisah Bani ‘Ubaid, para penguasa Mesir dan jajarannya, mereka itu mengaku sebagai ahlul bait, mereka shalat jama’ah dan shalat jum’at, mereka juga mengangkat para qadliy dan mufti, akan tetapi ulama ijma akan kekafiran mereka, kemurtaddannya, keharusan untuk memeranginya, serta bahwa mereka adalah negeri harbiy, wajib memerangi mereka meskipun mereka (rakyatnya) dipaksa lagi benci kepada mereka” (Tarikh Nejd: 346) Pada saat itu kajian ada, kesempatan belajar juga ada, shalat juga mereka lakukan bahkan mereka (Bani ‘Ubaid) yang menjadi imamnya, akan tetapi ulama ijma bahwa mereka itu orang-orang murtad kafir harbiy, karena mereka menampakkan kesyirikan akbar.sekitar sejam yang lalu melalui Facebook Seluler · Suka · 1 orang Zacky Muttaqin Demikianlah dalil-dalil dari Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma yang mengatakan ahwa orang tidak dikatakan sebagai orang muslim, kecuali jika dia beriman kepada Allah dan kafir terhadap thaghut. Sedangkan thaghut yang paling besar di antara thaghut- thaghut zaman sekarang ini adalah thaghut hukum dan perundang- undangan berikut para
-
pembuat hukum dan pemutus hukum yang berpedoman dengannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan dalam surat An Nisa: 60: “Tidakkah engkau(Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?. Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk kafirkepada thaghut itu”. Dalam ayat tersebut tersirat keheranan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena ada orang yang mengaku beriman kepada Al Qur’an dan mengatakan bahwa Al Qur’an adalah kitab suci serta pedoman hidup, akan tetapi ketika ada masalah, merekamalah merujuk kepada hukum thaghut… padahal hukum thaghut bukanlah hukum yang Allah turunkan, sedangkan Allah sudah memerintahkan untuk kafir dan menjauhi thaghut.Hukum yang dibuat oleh manusia merupakan bisikan syaitan jin, sebagaimana yang Allah jelaskan dalam firman- Nya: “Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya…” (Al An’am: 121) dan digulirkan oleh syaitan- yaitan manusia, maka itulah thaghut yang dimaksudkan firman Allah dalam surat An Nisa: 60. Maka segala hukumproduk manusia dengan segala bentuknya, baik yang dibuat dalam bingkai demokrasi atau yang lainnya, maka selama itu bukan hukum yang berasal dari Allahberarti itu adalah thaghut, karena hanya ada dua macam hukum; hukum Allah atau hukum thaghut. Sedangkan seseorang tidak dikatakan muslim jika tidak kafir kepada thaghut hukum ini, atau pembuatnya dari kalangan syaitan manusia atau pembisiknya dari kalangansyaitan jin. Jika kita sudah memahami bahwa orang muslim itu adalah orang yang berlepasdiri dari kesyirikan. Orang muslim adalah orang yang mentauhidkan Allah dan meninggalkan segala bentuk kesyirikan, maka dia adalah seorang mukmin dimana saja dan kapan saja. Sebaliknya, jika orang tidak merealisasikan hal ini, dalam arti walaupun dia beribadah kepada Allah akan tetapi di samping beribadah kepada Allah dia tidak kafir kepadathaghut, tapi justeru malah membela-bela atau loyal kepada thaghut, maka dia bukan orang muslim. Kemudian mari kita lihat realita pemerintahan NKRI ini, apakah mereka kafir kepada thaghut dan iman hanya kepada Allah sehingga mereka mendapat predikatmukmin, sehinggga mereka menjadi ulil amri yang wajib ditaati sebagaimana penjelasan surat An Nisa: 59 tadi ? atau justeru sebaliknya… sekitar sejam yang lalu melalui Facebook Seluler · Suka Zacky Muttaqin Tinjauan Realita Pemerintah
-
NKRI Bila Dipandang Dari Sisi Tauhid Hukum A. Mereka Menjadi Thaghut Kenapa demikian ?, ini karena mereka dengan dewan legislatifnya dan sebagian eksekutifnya mengklaimsebagai pembuat hukum, mengklaim yang berhak membuat hukum dan perundang-undangan, bahkan mereka telah membuat dan memutuskan, maka mereka adalah thaghut itu sendiri. Mereka menjadi pembuat hukum yang hukumnya diikuti (baca: diibadati) olehansharnya. 1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Tidakkah engkau(Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkarithaghut itu”. (An Nisa: 60) Banyak masyarakat atau anshar thaghut atau siapa saja di antara mereka, ketika memiliki kasus di negeri ini, apakah mereka mengajukan kasusnya kepada hukum Allah ataukan kepada hukum selaim hukum Allah ? tentu mereka mengajukannya kepada hukum selain hukum Allah, yang mana hukum itu dibuat oleh para thaghut tadi di gedung Palemen, baik yang ada di lembaga legislatif atau lembaga eksekutif maupun para pemutusnya di dewan yudikatif. Mereka adalah thaghut,sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalan Risalah Fie Ma’na Thaghut, bahwa pentolan thaghut yang kedua adalah “Penguasa Dzalim Yang Merubah Ketentuan Allah”. Sedangkan di negeri ini, semua hukum Allah dirubah… mulai dari hukum pidana, perdata, ekonomi, dan lain- lain. Semua dicampakkan dan mereka sepakat tidak memakai hukum yang Allah turunkan. Sedangakansesorang tidak bisa dikatakan sebagai orang muslim kecuali bila kafir kepada thaghut. Dan dalam hal ini mereka sendiri adalah thaghutnya. 2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:“Mereka menjadikan orang- orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai arbab (tuhan- tuhan) selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka diperintahkan kecuali mereka hanya menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada ilah (Tuhan yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. At Taubah: 31) Dalam ayat ini Allah memvonis orang Nashranidengan lima vonis: 1. Mereka telah mempertuhankan para alim ulama dan para rahib2. Mereka telah beribadah kepada selain Allah, yaitu kepada alim ulama dan para rahib3. Mereka telah melanggar Laa ilaaha illallaah . Mereka telah musyrik5. Para alim ulama dan para rahib itu telah memposisikan dirinya sebagi rab. Imam At Tirmidzi meriwayatkan, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihiwa sallam di hadapan ‘Adiy ibnu Hatim (seorang hahabat yang asalnya Nashrani kemudian masuk Islam), ‘Adiy ibnu Hatim mendengar ayat-ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka ‘Adiy mengatakan: “Kami (orang-orang Nashrani) tidak pernah shalat atau sujud kepada alim ulama dan rahib (pendeta) kami”, Jadi maksudnya dalam benak orang-orang Nashrani adalah; kenapa Allah memvonis kami telah mempertuhankan mereka atau kami telah beribadah kepada mereka padahal kami tidak pernah shalat atau sujud atau memohon-mohon kepada mereka. Maka Rasul mengatakan: “Bukankah mereka (alim ulama dan para rahib) menghalalkan apa yang Allah haramkan terus kalian ikut menghalalkannya, dan bukankah mereka telah mengharamkan apa yang Allah halalkan terus kalian ikut mengharamkannya?”. Lalu ‘Adiy menjawab: “Ya”, Rasul berkata lagi: Itulah bentuk peribadatan mereka (orang Nashrani) kepada mereka (alim ulama dan para rahib) Ketika mereka menyandarkan hak hukum dan pembuatanhukum (tasyri’) kepada selain Allah, maka yang mengaku memiliki hak membuat hukum ini disebut arbab, yaitu yang memposisikan dirinya sebagau tuhan pengatur selain Allah. Saat hukum itu digulirkan dan diikuti, maka itu adalah arbab yang sembah. Orang yang sepakat di atas hukum ini atau yang mengacu atau yang merujuk pada hukum yang mereka gulirkan itu adalah orang yang Allah vonis sebagai orang musyrik yang menyembah atau mengibadati atau mempertuhankan mereka serta telah melanggar Laa ilaaha illallaah.
-
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allahketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan (mewahyukan) kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Makasesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”. (Al An’am: 121) Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’alamenjelaskan tentang keharaman bangkai, dan Allah juga menjelaskan tentang tipu daya syaitan. Kita mengetahui bahwa bangkai adalah haram, namun dalam ajaran orang musyrik Quraisy mereka menyebutnya sebagai sembelihan Allah.Dalam hadits dengan sanad yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Al Hakim dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhu: Orang musyrikin datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Hai Muhammad, kambing mati siapa yang membunuhnya ?”, Rasulullah mengatakan: “Allah yang membunuhnya (mematikannya)”, kemudian orang-orang musyrik itumengatakan: “Kambing yang kalian sembelih dengan tangan kalian, maka kalian katakan halal, sedangakan kambing yang disembelih Allah dengan Tangan-Nya yang Mulia dengan pisau dari emas kalian katakan haram, berarti sembelihan kalianlebih baik daripada sembelihan Allah”. Ini adalah ucapan kaum musyrikin kepada kaum muslimin, dan Allah katakan bahwa itu adalah bisikan syaitan terhadap mereka (Dan sesungguhnya syaitan itu membisikkan (mewahyukan) kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu) untuk mendebat kaum muslimin agar setuju atas penghalalan bangkai, lalu setelah itu Allah peringatkan kepada kaum muslimin jika menyetujui dan mentaati mereka, menyandarkan kewenangan hukum kepada selain Allah meski hanya dalam satu hukum atau kasus saja (yaitu penghalalan bangkai) dengan firman-Nya “Maka sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”.
-
Zacky Muttaqin Dalam ayat di atas AllahSubhanahu Wa Ta’alamenyatakan bahwa:1. Hukum yang bukan dari-Nyaadalah wahyu syaitan.2. Para penggulirnya (yangmengklaim dirinya berhakmembuat hukum) darikalangan manusia disebutwali-wali syaitan.3. Yang menyetujuinya atauyang taat atau yang merujukkepadanya disebut musyrikun.Bila satu hukum sajadipalingkan dalam hakpembuatannya kepada selainAllah, maka berdasarkan ayattadi, bahwa orang yangmembuat hukum itu disebutwali-wali syaitan (tahghut)yang telah mendapat wahyuatau wangsit dari syaitan,sedangkan orang yangmentaatinya atau setujudengan hukum buatantersebut adalah divonissebagai orang musyrik.Sedangkan yang ada di NKRI─dan negara-negara lainnya─adalah bukan satu, dua, tiga,sepuluh, atau seratus hukumsaja, akan tetapi seluruhhukum yang ada di sini adalahbukan dari Allah, tapi dariwali-wali syaitan yangmendapat wahyu dari syaitanjin, baik wali-wali syaitan itudahulunya orang Belanda(yang mewariskan KUHP)ataupun wali-wali syaitanzaman sekarang yang dudukdi kursi parlemen, yangmembuat, yang merancang,yang menggodok, atau apapunnamanya dan siapapun yangmembuat hukum, maka padahakikatnya mereka adalahwali-wali syaitan dan hukumyang mereka gulirkanhakikatnya adalah hukumsyaitan.Perhatikanlah… jika sajaorang-orang yang SEKEDARmentaati mereka maka Allahmemvonisnya sebagai orangmusyrik, maka apa gerangandengan pembuatnya atauorang yang memutuskandengannya atau orang yangmemaksa masyarakat untuktunduk kepadanya denganmenggunakan besi dan api(kekuatan dan senjata)…?!!4. Allah Subhanahu Wa Ta’alaberfirman:“Apakah mereka mempunyaisekutu-sekutu selain Allahyang mensyariatkan untukmereka dalam dien (ajaran/hukum) ini apa yang tidakdiizinkan Allah ?”. (Asy Syura:21)Dalam ayat tersebut, siapasaja yang membuat syari’atatau hukum atau undang-undang atau ajaran yang tidakdiizinkan oleh Allahdinamakan syuraka (sekutu-sekutu), karena merekamemposisikan dirinya untukdiibadati dengan caramenggulirkan hukum agardiikuti. Mereka merampas hakpembuatan hukum dari Allah,mereka merancang,menggodok, danmenggulirkan di tengahmasyarakat. Sedangkanorang-orang yang mentaatiatau mengikuti hukum itudisebut orang yangmenyembah syuraka tersebut.sekitar sejam yang lalu melalui Facebook Seluler · Suka
-
Zacky Muttaqin B. Mereka berhukum denganselain hukum Allah ataumemutuskan dengan hukumthaghutMereka berhukum denganhukum thaghut, karena selainhukum Allah yang adahanyalah hukum jahiliyyahatau hukum thaghut, iniberdasarkan firman AllahSubhanahu Wa Ta’ala dalamsurat Al Maidah: 44:“Barangsiapa yang tidakmemutuskan dengan apa yangAllah turunkan, maka merekaitulah orang-orang kafir”.Dan firman-Nya SubhanahuWa Ta’ala:“Apakah hukum Jahiliyah yangmereka kehendaki, dan(hukum) siapakah yang lebihbaik daripada (hukum) Allahbagi orang-orang yangyakin ?”Dalam ayat-ayat di atas,orang yang memutuskandengan selain apa yang Allahturunkan adalah orang-orangkafir, sedangkan pemerintahdi negeri ini tidakmemutuskan dengan apa yangAllah turunkan, akan tetapimemutuskan dengan hukumthaghut. Maka merekapundivonis kafir berdasarkanayat-ayat seperti ini, bahkanAllah mevonis orang-orangyang seperti ini sebagai orang-orang zalim dan fasiq dalamsurat Al Maidah: 45 & 47.Syaikh Muhammad ibnu AbdilWahhab rahimahullahmenjelaskan dalam Risalah FieMakna Thaghut, tentangRuusuth Thawaghit (tokoh-tokoh para thaghut) yangketiga yaitu: YangMemutuskan Dengan SelainApa Yang Allah Turunkan.Jadi pemutus hukum denganselain apa yang diturunkanAllah adalah bukan sekedarthaghut, akan tetapi termasukpentolan thaghut. Sedangkaniman kepada Allah tidak sahkecuali dengan kafir terhadapthaghut, lalu bagaimanamungkin Pemerintah NKRI inidikatakan sebagai pemerintahmuslim mukmin, sedangkanmereka bukan sekedarthaghut, akan tetapi salahsatu tokohnya thaghut… makamereka bukan hanya sekedarkafir, tapi amat sangat kafir !.sekitar sejam yang lalu melalui Facebook Seluler · Suka
-
Zacky Muttaqin C. Mereka merujuk kepadahukum thaghut, baik thaghutlokal, regional maupuninternasionalDisaat menghadapi masalah,masalah apa saja, makapemerintah ini tidakmerujuknya kepada hukumAllah, tapi kepada hukumthaghut yang bersifat lokal(seperti Undang Undang Dasaratau undang-undang atauyang lainnya), atau hukum-hukum regional, atau hukum-hukum yang ditetapkan olehmahkamah Internasional PBB.Sungguh… mereka tidakmerujuk kepada Al Qur’anatau As Sunnah, akan tetapimerujuk kepada selainnya.Sedangkan dalam surat AnNisa: 60 tadi; Allah merasaheran atas klaim orang-orangyang mengaku telah berimankepada Al Qur’an dan kitab-kitab Allah sebelumnya,orang-orang yang ketikapunya masalah justeru inginberhakim (mengadukanurusan) kepada thaghut.Perhatikanlah, dalam ayattersebut sekedar inginberhukum kepada thaghutsudah Allah nafikankeimanannya, imannyadianggap sekedar klaim dankebohongan belaka, maka apagerangan dengan orang-orangyang benar-benar bersumpahuntuk merujuk kepada hukumthaghut…?!Pemerintah ini, ketika masukPBB diwajibkan untuk berikrarsetuju atas segala peraturanyang digariskannya, begitujuga ketika jajaranpemerintahan dewanlegislatif, eksekutif, yudikatifterbentuk, setiap orangdiwajibkan bersumpah setiauntuk menjalankan hukumnegara, inilah syahadatmereka ! inilah bai’at mereka.Apakah di Negara ini adabai’at untuk taat setia kepadaAl Qur’an dan As Sunnah ?tentu jawabannya tidak ada !maka dari itu setelah bai’atkepada Undang Undang Dasarselesai, mereka selalumengacu kepadanya, jikaseorang Presiden misalnyamenyimpang, maka DPR/MPRakan memprotesnya danmengatakan: “Presiden telahmelanggar Undang UndangDasar atau undang-undangatau… atau…” dan tidak akanmengatakan “Presiden telahmelanggar Al Qur’an ayatsekian…” Andaikata seluruhisi Al Qur’an dilanggarpun,maka mereka tidak akanmempermasalahkannya, asaltidak melanggar “hukum suci”mereka, yaitu Undang UndangDasar 1945 dan undang-undang turunannya.Imam Ibnu Katsir menjelaskanbahwa orang yang berhakimdengan hukum Allah yangtelah dihapus adalah kafir,beliau menyatakan:“Barangsiapa meninggalkanhukum yang muhkam (baku)yang diturunkan kepadaMuhammad ibnu Abdillahpenutup para nabi, dan diamalah merujuk hukum kepadahukum-hukum (Allah) yangsudah dihapus, maka dia kafir.Maka apa gerangan denganorang yang mengacu kepadaIlyasa (Yasiq) dan diamendahulukannya daripadaajaran Allah, maka dia kafirdengan ijma kaummuslimin” (Al Bidayah WanNihayah: 13/119)Ilyasa adalah kitab hukumyang dibuat oleh Jenggis Khanraja Tartar. Kitab inimerupakan kumpulan yangsebagiannya diambil dariTaurat orang Yahudi, Injilorang Nashrani, Al Qur’an danajaran ahli bid’ah ditembahdengan hasil buah fikirannyalalu dikodifikasikan menjadisebuah kitab yang disebutIlyasa atau Yasiq. Para ulamamuslimin sepakat mengatakanbahwa siapa saja yangmerujuk kepada kitab hukumini, maka dia kafir denganijma kaum muslimin. Makademikian pula dengan Yasiq‘Ashri (Yasiq Modern), yaituUndang Undang Dasar, KUHP,dan lain-lain, dimana hukumitu diambil dari orang-orangNashrani (seperti orangBelanda dengan KUHPnya),dan ada juga dari Islamseperti masalah pernikahan.Jadi ternyata serupa, makasiapa saja yang merujuk padaYasiq modern ini, maka iapunkafir dengan ijma kaummuslimin, sedangkanperujukan-perujukan ini telahdilakukan oleh pemerintahNKRI ini…!!sekitar sejam yang lalu melalui Facebook Seluler · Suka
-
Zacky Muttaqin D. Mereka menganut sistemDemokrasiDemokrasi berasal dari katademos (rakyat) dan kratos(kedaulatan/kekuasaan).Sistem ini merupakanpenyerahan hak hukum ataukedaulatan kepada rakyat.Sistem perwakilan yangada didalamnya memberikan hakketuhanan kepada wakilrakyat yang didik di parlemenuntuk membuat, menetapkandan memutuskan hukum.Demokrasi merupakan salahsatu bentuk perampasan hakkhusus Allah dalam AtTasyri’ (pembuatan,penetapan dan pemutusanhukum atau undang-undang).Hak ini adalah hak khususAllah Subhanahu Wa Ta’ala,hak khusus rububiyyah danuluhiyyah Allah, hak khususyang seharusnya disandarkanoleh makhluk hanya kepadaAllah. Akan tetapi demokrasimerampasnya dan justeru hakitu diberikan kepada makhluk.Allah Subhanahu Wa Ta’alaberfirman:“Hak memutuskan hukum ituhanyalah khusus kepunyaanAllah. Dia memerintahkanagar kamu tidak menyembahselain Dia. Itulah dian yanglurus, tetapi kebanyakanmanusia tidak mengetahui”.(Yusuf: 40)Firman-Nya “Diamemerintahkan agar kamutidak menyembah selain Dia”,bermakna: Kaliandiperintahkan untuk tidakmenyandarkan hukum kecualikepada Allah, karena Allah-lah yang berhak untukmembuatnya, untukmenentukannya. Dan dalamayat ini penyandaran hukumkepada Allah disebut ibadah.Sedangkan dalam demokrasi;hukum disandarkan kepadarakyat melalui wakil-wakilnya,maka demokrasi adalahsistem syirik, karenamemalingkan ibadahpenyandaran hukum kepadaselain Allah.Demokrasi adalah sistemsyirik yang membangun pilar-pilarnya di atas sekularisme,di atas kebebasan; bebasmeyakini apa saja walaupunpendapat syirik atau kekafiransekalipun. Demokrasi tidakmewajibkan menusia untuktaat kepada ajaran Allah, tapiharus taat kepadakesepakatan rakyat, tatananperundang-undangan yangberlaku, yang mana notabeneadalah hukum buatanmanusia.E. Mereka memiliki Idiologi/falsafah/asas/pedoman/petunjuk hidup/nafas bangsa,yaitu Pancasila.Pancasila adalah dien, karenadien adalah jalan hidup,agama, aturan dan pedomanhidup, falsafah atau silahkanorang menyebutnya apa saja…tapi yang jelas Pansacilaadalah dien. Ini singkat sajakita tinjau.Dalam Pancasila dikatakanKetuhanan Yang Maha Esa,akan tetapi kita tidak tahusiapa yang dimaksud, karenaPancasila mengakui berbagaiagama dengan tuhan-tuhannya masing-masing yangberaneka ragam. Makacukuplah falsafah ini menjadisesuatu yang rancu bagi orangyang berakal.sekitar sejam yang lalu melalui Facebook Seluler · Suka
-
Zacky Muttaqin F. Tawalliy (loyalitas penuh)kepada kaum musyrikinMereka loyal kepadaPerserikatan Bangsa Bangsa,tunduk kepada undang-undanginternasional dan peraturanlainnya yang adala dlam tubuhPBB. Apapun yangditetapkannya maka otomatisdiikuti. Allah Subhanahu WaTa’ala melarang kaummuslimin untuk loyal kepadaorang-orang kafir, Allahmenyatakan dalam surat AlMaidah: 51:“Siapa saja yang tawalliy diantara kalian terhadapmereka maka sesungguhnyadia termasuk golonganmereka”G. Mereka memperolok-olokajaran AllahAllah Subhanahu Wa Ta’alamelarang segala bentukkemungkaran, sedangkanpemerintahan Negara inijusteru memberikan izin bagiberoperasinya tempat-tempatkemungkaran dengan dalihtempat hiburan), membiarkanberkembangnya media-mediapenebar kesyirikan,kekufuran, kerusakan dankebejatan (dengan dalihkebebasan pers dankebebasan berekspresi) danlain-lain. Itu adalah beberapaperolok-olokan terhadapajaran Allah, sedangkanmemperolok-olok ajaran Allahadalah kekafiran. AllahSubhanahu Wa Ta’alaberfirman:“Dan jika kamu tanyakankepada mereka (tentang apayang mereka lakukan itu),tentulah mereka akanmanjawab, “Sesungguhnyakami hanyalah bersendagurau dan bermain-mainsaja”. Katakanlah: “Apakahdengan Allah, ayat-ayat-Nyadan Rasul-Nya kamu selaluberolok-olok?”. Tidak usahkamu minta maaf, karenakamu kafir sesudah beriman”.(At Taubah: 65-66).Intinya, jelaslah bahwaNegara dan pemerintahan inikekafirannya berlipat-lipat.Setiap negara yang tidakberhukum dengan hukumAllah dan tidak tunduk padaaturan Allah, maka negaratersebut adalah negara kafir,negara dzalim, negara fasiqdan negara jahiliyyahberdasarkan firman-firmanAllah tersebut. Begitu jugapemerintahnya, karena tidakakan berdiri suatu negaratanpa ada pemerintahpelaksananya.sekitar sejam yang lalu melalui Facebook Seluler · Suka
-
Zacky Muttaqin Setelah memahami hal ini,maka kita bisa menyimpulkanbahwa TIDAK BENAR ketikaorang memerintahkan kaummuslimin untuk loyal kepadapemerintah semacam inidengan menggunakan dalilsurat An Nisa: 59, karena ulilamri dalam ayat tersebutadalah “dari kalangan kalian”yang berarti dari kalanganorang-orang yang beriman,sedangkan pemerintahanNKRI ini sudah kita ketahuibahwa mereka BUKAN orang-orang yang beriman, akantetapi justeru mereka adalahadalah thaghut, orangmusyrik, orang-orang kafir,orang-orang murtad. Jadi,jelaslah tidak sesuai denganpemerintah ini.Akan tetapi yang tepat bagipemerintah semacam iniadalah:1. Allah Subhanahu Wa Ta’alaberfirman:“Maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafiritu, karena sesungguhnyamereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapatdipegang) janjinya, agarsupaya mereka berhenti”. (AtTaubah: 12)Jadi yang tepat bukan harusditaati, bukan pula diberiloyalitas, akan tetapi yang adaadalah sikap qital (perang).2. Allah Subhanahu Wa Ta’alaberfirman:“Maka bunuhilah orang-orangmusyrik itu dimana saja kamujumpai mereka, dantangkaplah mereka,kepunglah mereka danintailah ditempat-tempatpengintaian. Jika merekabertaubat dan mendirikansholat dan menunaikan zakat,Maka berilah kebebasankepada mereka untukberjalan” (At Taubah: 5)Jika mereka bertaubat,maksudnya bertaubat darikemusyrikannya, darikethaghutannya, darikekafirannya, merekamendirikan shalat danmemuanikan zakat, makaberilah mereka jalan danjangan diganggu. Sedangkanjika pemerintahan ini tidakbertaubat darikethaghutannya, dariPancasilanya, daridemokrasinya dan darikekufuran lainnya, makamereka masih masuk kedalam cakupan ayat ini.3. Allah Subhanahu Wa Ta’alaberfirman:“Orang-orang yang berimanberperang di jalan Allah, danorang-orang yang kafirberperang di jalan thaghut,sebab itu perangilah kawan-kawan (wali-wali) syaitanitu” (An Nisa: 76)Orang-orang yang berimanberperang di jalan Allahdalam rangka mengokohkanhukum Allah, menjunjungtinggi ajaran-Nya, sedangkanorang-orang kafir ─yang diantaranya adalahpemerintahan NKRI ini danansharnya─ mereka berjuang,berperang, berkiprah dengansegala cara dalam rangkamengokohkan sistem thaghut.Jadi, mereka berperang dijalan thaghut, makabagaimana seharusnya sikapkaum muslimin ? Allahmenyatakan “sebab ituperangilah kawan-kawansyaitan itu”.Perhatikanlah… merekabukan ulil amri, akan tetapimereka adalah wali-walisyaitan yang Allahperintahkan untukmemeranginya.4. Allah Subhanahu Wa Ta’alaberfirman:“Dan perangilah mereka itu,sampai tidakada fitnah, dandien (ketundukan) hanya bagiAllah semata” (Al Baqarah:193)Dan perangilah merekasampai tidak ada lagi fitnah,tidak ada lagi idiologi syirik,tidak ada lagi kekafiran, tidakada lagi penghalang kepadajalan Allah, tidak ada lagipenindasan terhadap kaummuslimin yang taat kepadaAllah… bukan taat kepadaPancasila atau UndangUndang Dasar ataudemokrasi, tapi hanya kepadaAllah Subhanahu Wa Ta’ala.sekitar sejam yang lalu melalui Facebook Seluler · Suka
-
Zacky Muttaqin Selama Ad Dien (ketundukan)belum sepenuhnya kepadaAllah, maka al qital (perang)belum berhenti, selama fitnah(bencana) terhadap kaummuslimin yang taat danberkomitmen dengan ajaranAllah masih dikejar-kejar ataudipersempit hidupnya, masihditangkapi, dipenjarakan danmasih dibunuhi… maka berartimasih ada fitnah !! Selamakemusyrikan didoktrinkanmaka fitnah masih ada.Selama fitnah masih ada makaal qital tidak akan berhenti.5. Allah Subhanahu Wa Ta’alaberfirman:“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jikamereka berhenti (darikekafirannya), niscaya Allahakan mengampuni dosa-dosamereka yang sudah lalu; danjika mereka kembali lagi,sesungguhnya akan berlaku(kepada mereka) sunnah(Allah tenhadap) orang-orangdahulu (dibinasakan)”. Danperangilah mereka, supayajangan ada fitnah dan supayadien itu semata-mata untukAllah”. (Al Anfal: 38-39)Jadi, al qital tidak akanberhenti terhadap parapenguasa yang menentangaturan Allah, yang menyebarfitnah (bencana) kemusyrikandan penindasan terhadapkaum muslimin, merampasdan memeras harta kaummuslimin, baik dengan carakasar maupun halus, makaqital tidak akan berhentiterhadap pemerintah yangseperti ini.“Hai orang-orang yangberiman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitarkamu itu, dan hendaklahmereka merasakan sikaptegas dari kamu” (At Taubah:123)Perangilah orang-orang yangada disekitar kamu, yang adadidekat kamu dan dalamrealitanya bukan hanya dekat,akan tapi mereka telahmenguasai harta, diri, dantanah air kita. Merekalahthaghut penguasa negeri ini,merekalah orang-orang kafiritu. Mereka telah sekian lamamemerangi, menindas diri danmerampas harta kaummuslimin. Mereka mewajibkanini dan itu yang bertentangandengan ajaran AllahSubhanahu Wa Ta’ala.Merekalah orang-rang kafiryang dekat, maka tidak usahjauh-jauh pergi berperanguntuk mencari orang kafir, iniyang dekat justeru sudahmemusuhi dan memerangisemenjak dahulu. Bahkanpara ulama sepakat bahwamemerangi penguasa murtadadalah lebih harusdidahulukan memeranginyadaripada orang-orang kafirasli, apalagi orang-orang kafiryang jauh…6. Hadits Ubada ibnu Shamit(HR. Bukhari dam Muslim)“Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mengajak kami, makakami membai’atnya, maka diantara yang beliau ambiljanjinya atas kami adalahkami membai’at(nya) untuksenantiasa mendengar dantaat, disaat senang dan disaatbenci, diwaktu sulit dan waktumudah kami, serta saat kamidiperlakukan tidak adil danagar kami tidak merampasurusan dari yang berhak(penguasa) kecuali kalianmelihat kekafiran yang nyatadengan bukti dari Allah yangada pada kalian”Sedangkan kita sudah banyakmelihat bentuk-bentukkekafiran yang dianut danmasih senantiasa dilakukanpenguasa negeri ini, sehinggatidak layak berdalil dengansurat An Nisa: 59 untukmenggelari pemerintah inisebagai ulil amri, akan tetapiyang tepat adalah ayat-ayatyang baru saja dibahas danditambah dengan hadits ini.Para ulama sepakat bahwaorang kafir tidak sah untukmenjadi pemimpin bagi kaummuslimin. Bila pemimpintersebut asalnya muslimkemudian muncul kekafirandarinya maka wajib untukmencopotnya danmenggantinya denganpemimpin yang muslim. Bilatidak mampu mencopotnyakarena mereka menggunakankekuasaan untukmempertahankannya, makawajib diperangi.Namun dalam relaita zamanini, kekafirannya bukanlahkekafiran yang bersifatpersonal, akan tetapikekafiran yang kolektif dantersistemkan, sehingga jikapenguasa yang satu matimaka sistemnya belum matidan orang-orang yangsetelahnya akanmenggantikan dia, karenasistem kafirnya tidak mati dantetap mengakar.sekitar sejam yang lalu melalui Facebook Seluler · Suka
-
Zacky Muttaqin Tugas kita adalah wajibmenggalang kekuatan denganlangkah awalnya adalahmengerahkan segalakemampuan dalammenggencarkan dakwahtauhid yangberkesinambungan untukmencabut akar-akar loyalitasterhadap thaghut di tengahmasyarakat, sehingga thaghuttidak mempunyai tempat lagidi tengah-tengah masyarakatini.Jihad terhadap thaghut iniharuslah menjadi opini kaummuslimin, kaum musliminharus merasa memilikitanggung jawab terhadapmasalah ini, sehingga tidakhanya dipikul oleh kelompok-kelompok tertentu saja.Bukan berarti seluruh kaummuslimin harus terjun denganmenenteng senjata, tapi yangpaling penting bagi merekaadalah mereka adalahmereka harus memahamibetul bahwa penguasa negeriyang mana mereka hidup didalamnya adalah penguasamurtad kafir yang tidak bolehdiberikan loyalitas, sehinggadengan kesadaran itulunturlah dukungan kepadapara thaghut dan tumbuhlahloyalitas kepada orang-orangyang berkomitmen denganajaran Allah Subhanahu WaTa’ala.Bila ini terwujud, maka kondisiakan berubah, dukungankepada thaghut akan bergantidengan penentangan,sehingga mudahlah untukmenjatuhkan para thaghut itu.BERSABARLAH…!!! Proses initidak mudah dan tidak akanterjadi begitu saja, tahap awalyang patut dilakukan adalahmemberikan bayan(penjelasan) ataupenyampaian risalah tauhid,karena perlu penyadaranterhadap masyarakat tentangkenapa penguasa negeri inidikatakan sebagai penguasakafir. Allah Subhanahu WaTa’ala berfirman:“Dan usirlah mereka daritempat mereka telahmengusir kamu” (Al Baqarah:191)Allah Subhanahu Wa Ta’alamemerintahkan untukmengusir orang-orang kafirsebagaimana mereka pernahmengusir kaum muslimin.Rasulullah diperintahkanuntuk mengusir orang-orangkafir sebagaimana merekatelah mengusir Rasulshalallahu ‘alaihi wa sallam.Perhatikan… para thaghut itutelah mengeluarkan orang-orang yang komitmen denganajaran Islam dari jajaranmasyarakat dengan caramenanamkan image negatiftentang mereka,memprovokasi, memfitnahdan membodoh-bodohimasyarakat dengan menuduhorang-orang yang bertauhidsebagai orang-orang bodoh,tidak memahami Islam secarautuh, orang yang dangkalpikiran atau orang yang hausdunia dan kekuasaan, makamenjadi wajiblah pula bagikaum muslimin untukmencopot para thaghut inidari benak masyarakatdengan cara menyebarkanilmu syar’iy, khususnyatentang tauhid dan kewajibanmemerangi penguasasemacam itu.Begitu pula dalam masalahharta, sebagaimana parathaghut itu telah menjauhkanorang-orang berkomitmendengan ajaran AllahSubhanahu Wa Ta’ala dariharta mereka, bahkan thaghutselalu berupaya mempersulithidup mereka, maka wajibpula bagi orang-orang yangbertauhid yang komitterhadap ajaran-Nya untukmenjauhkan thaghut dariharta yang mereka miliki,karena sebagian besar hartayang jatuh ke tangan thaghutdigunakan untukmempersenjatai tentaramereka untuk memerangiAllah dan Rasul-Nya, olehsebab itu Rasulullahshalallahu ‘alaihi wa sallampernah mendo’akan orang-orang Quraiys agar dilandapaceklik, dengan tujuan agarmereka mendapatkankesusahan sehingga tidak lagimenindas kaum muslimin dandana yang mereka keluarkantidak digunakan untukmendukung hal itu. Makaharamlah atas setiap muslimuntuk membayar ataumenyerahkan harta kepadapenguasa kafir dalam bentukapapun, kecuali dalam kondisiterdesak atau dipaksa, karenaAllah Subhanahu Wa Ta’alaberfirman:“Dan jangan tolong-menolongdalam berbuat dosa danpelanggaran”. (Al Maidah: 2)Dan firman-Nya SubhanahuWa Ta’ala:“Janganlah kalianmenyerahkan harta-hartakalian kepada orang-orangbodoh itu” (An Nisa: 5)Perhatikanlah… jika AllahSubhanahu Wa Ta’alamelarang menyerahkan hartakaum muslimin kepada orang-orang yang tidak bisamenggunakan dengan benar,sedangkan bentuk kebodohanyang paling dasyat adalahorang-orang yang tidak sukadengan ajaran tauhid, salahsatunya yaitu para thaghut.Allah menyatakan:“Dan tidak ada yang bencikepada Milah Ibrahim, kecualiorang yang memperbodohdirinya sendiri” (Al Baqarah:130)sekitar sejam yang lalu melalui Facebook Seluler · Suka
-
Zacky Muttaqin Jadi, seharusnya harta yangdiambil dari kaum muslimin,mereka pergunakan di jalanAllah, bukan di jalan thaghutyang digunakan untukmemerangi Allah dan kaummuslimin.Hendaklah diketahui bahwapemerintahan thaghut iniadalah pemerintahan yangtidak sah, tidak syar’iy, tidakdiakui secara Islam. Merekaadalah pemerintah yangmemaksakan diri, begitu pulahukum dan undang-undangnyatidak sah, oleh sebab itu kaummuslimin tidak memilikikewajiban untuk taat padaaturan-aturan yang dibuatoleh pemerintah thaghut ini,bahkan bebas untukmelanggarnya selamamemenuhi dua syarat, yaitu:selama tidak melakukansesuatu yang dilarang syari’atdan selama tidak menzalimiorang muslim.Demikianlah sikap kita kaummuslim terhadap para thaghutpenguasa negeri ini, bukanloyalitas dan taat kepadamereka, tapi ingatkah bahwakita adalah orang-orang yangditindas, diperangi denganberbagai cara; kasar danhalus, terang-terangan dansembunyi-sembunyi, tapi…sungguh banyak kaummuslimin tidak menyadarinya.Ini karena kebanyakan kaummuslimin belum memahamihakikat Laa ilaaha illallaah.Mereka mengira penguasanegeri ini adalah muslim,karena para thaghutnya itushalat, shaum, zakat, bahkanhaji berkali-kali, padahalpenguasa negeri ini telahmelanggar hal yang palingpenting dan fundamental,yaitu syahadat Laa ilaahaillallaah…Shalawat dan salam semogasenantiasa tercurah kepadaNabi kita Muhammad,keluarganya dan parashahabat serta parapengikutnya sampai harikiamat.Alhamdulillahirabbil’alamiin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar