Fatwa Asy-Syaikh Hamud Bin Uqla Asy-Syu'aibi Tentang Operasi Istisyhaadiyah
 oleh Dengan Jalan Ini pada 27 September 2011 jam 6:07
 Fatwa Asy-Syaikh Hamud Bin Uqla Asy-Syu'aibi Tentang Operasi Istisyhaadiyah 
Fadhilah Syaikh Hamud bin 'Uqla Asy-Syu'aibi, (Hafizahullahu Ta’ala)
Mujahidin di Palestina, Chechnya dan selain keduanya di negeri-negeri  Muslim melaksanakan Jihad demi mengalahkan musuh-musuh mereka dengan  satu methode yang disebut Istisyhadiyah. Operasi Istisyhadiyah ini  dilakukan dengan cara mengikatkan bahan peledak pada tubuh mereka, atau  diletakkan dalam kantongnya atau alat-alat yang ada pada dirinya atau  juga dalam mobilnya yang dipenuhi dengan explosive kemudian meledakkan  dirinya ditengah sekumpulan musuh atau tempat-tempat musuh dan yang  semisalnya, atau dengan berpura-pura menyerah kepada musuh kemudian dia  meledakkan dirinya dengan tujuan memperoleh kesyahidan dan memerangi  musuh serta menimbulkan kerugian pada mereka.
Bagaimanakah  hukum operasi seperti itu? Dan apakah hal tersebut termasuk perbuatan  bunuh diri? Apapula perbedaan antara bunuh diri dan operasi  Istisyhadiyah?.Jazaakumullahu Khair, dan semoga Allah memberikan  ampunan-Nya kepada anda..
Jawab:
Segala  puji bagi Allah, Rabb (Tuhan) semesta alam,shalawat dan Salam atas  semulia-mulia Nabi dan Rasul, nabi kita Muhammad s.a.w, juga atas  keluarganya dan sahabatnya,seluruhnya. Selanjutnya:
Sebelum  menjawab pertanyaan ini, seyogyanya anda mengetahui bahwa operasi yang  disebut ini, merupakan masalah semasa (kontemporer) yang dimasa lalu  methode seperti ini tidak didapati . Dan memang setiap zaman memiliki  karakteristik permasalahan tersendiri yang timbul di zaman itu. Karena  itu para ulama berijtihad dengan memperhatikan nash-nash dan  keumumannya, serta perbincangan mengenai hal tersebut dan fakta-fakta  yang menyerupainya juga, bagaimana fatwa Ulama Salaf mengenai hal  berkenaan.
Firman Allah:
“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab”  (Al-An'am : 38)
Dan Rasulullah s.a.w bersabda tentang Al-Qur'an:
"Di dalamnya terdapat keputusan terhadap urusan di antara kalian"
Amaliyah (operasi) Istisyhadiyah yang tersebut di atas adalah amalan  Masyru' (disyari'atkan dalam Islam) dan merupakan bagian dari Jihad Fie  Sabilillah jika pelakunya memiliki niat yang ikhlas. Operasi inipun  termasuk methode yang paling berhasil dalam Jihad Fie Sabilillah melawan  musuh-musuh dien ini, karena dengan wasilah seperti terjadilah kerugian  dan kerusakan pada musuh, baik berupa terbunuhnya orang-orang kafir  atau terluka, sekaligus menimbulkan kengerian dan ketakutan pada mereka.  Juga, dalam operasi istisyhad ini nyata, terlihatlah keberanian dan  kekuatan hati kaum Muslimin dalam menghadapi kaum kafir, dan merontokkan  hati musuh-musuh Islam, sekaligus menghinakan mereka dan mengakibatkan  kedongkolan dalam jiwa-jiwa mereka, dan hal-hal lainnya yang merupakan  kemaslahatan bagi kaum Muslimin, yang semuanya itu merupakan  maslahat-maslahat Jihadiyah.
Masyru'iyat operasi-operasi  tersebut dibuktikan dengan adanya dalil-dalil dari Al-Qur'an dan  As-Sunnah, dan Ijma' juga dengan adanya beberapa fakta yang terjadi di  dalamnya serta fatwa Salafush Sholeh mengenai hal ini, sebagaimana akan  disebutkan kemudian, Insya Allah.
Pertama: Dalil-dalil Qur'an
Firman Allah:
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena  mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada  hamba-hamba-Nya.” (Al-Baqarah : 207)
Sesungguhnya sahabat r.a  menerapkan ayat ini ketika seorang Muslim seorang diri berjibaku  menerjang musuh dengan bilangan yang banyak yang dengan itu nyawanya  dalam kondisi berbahaya, sebagaimana Umar bin Khaththab dan Abu Ayub  Al-Anshari juga Abu Hurairah radhiyallahu 'Anhum sebagaimana  diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidizy dan Ibnu Hibban serta  Al-Hakim menshahihkannya ( Tafsir Al-Qurthubi 2/361)
Firman Allah:
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan  harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada  jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi)  janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan  siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka  bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah  kemenangan yang besar.”  ( At-Taubah 111 )
Ibnu Katsir -semoga  Allah merahmatinya- berkata: Kebanyakan (Ulama/Mufassir) berpendapat  bahwa ayat tersebut berkenaan dengan setiap Mujahid Fie Sabilillah.
Firman Allah:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu  sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan  persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang  selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.  Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas  dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).”    (Al-Anfal : 60)
Allah berfirman terhadap mereka yang merusak perjanjian:
“Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai beraikanlah  orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya  mereka mengambil pelajaran” (Al-Anfal:57).
Kedua:  Dalil-dalil dari As-Sunnah:
Hadits Ghulam (pemuda) yang kisahnya terkenal, terdapat dalam Shahih  Bukhari, ketika ia menunjukkan musuh cara membunuh dirinya, lalu musuh  itupun membunuhunya, sehingga ia mati dalam keadaan syahid di jalan  Allah. Maka operasi seperti ini merupakan salah satu jenis Jihad, dan  menghasilkan manfaat yang besar, dan kemaslahatan bagi kaum Muslimin,  ketika penduduk negeri itu masuk kepada dien(agama) Islam, yaitu ketika  mereka berkata : "Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) nya pemuda ini".
Petunjuk (dalil) yang dapat di ambil dari hadits ini adalah bahwa  Pemuda (Ghulam) tadi merupakan seorang Mujahid yang mengorbankan dirinya  dan rela kehilangan nyawa dirinya demi tujuan kemaslahatan kaum  Muslimin. Pemuda tadi telah mengajarkan mereka bagaimana cara membunuh  dirinya, bahkan mereka sama sekali tidak akan mampu membunuh dirinya  kecuali dengan cara yang ditunjukkan oleh pemuda tersebut, padahal cara  yang ditunjukkan itu merupakan sebab kematian dirinya, akan tetapi dalam  kontkes Jihad hal ini diperbolehkan.
Operasi sedemikian ini  diterapkan oleh Mujahidin dalam Istisyhad (operasi memburu kesyahidan),  keduaduanya memiliki inti masalah yang sama, yaitu menghilangkan nyawa  diri demi kemaslahatan jihad. Amalan-amalan seperti ini memiliki dasar  dalam syari'at Islam. Tak ubahnnya pula dengan seseorang yang hendak  melaksakanan Amar Ma'ruf Nahyi Munkar di suatu tempat dan menunjukkan  manusia kepada Hidayah sehingga dia terbunuh di tempat tersebut, maka  dia dianggap sebagai seorang Mujahid yang Syahid, ini seperti sabda Nabi  s.a.w:
"Jihad yang paling utama adalah mengatakan Al-haq di depan penguasa yang Jaa-ir (jahat)"
Amaliyah yang dilakukan oleh Bara bin Malik dalam pertempuran di  Yamamah. Ketika itu ia diusung di atas tameng yang berada di ujung-ujung  tombak, lalu dilemparkan ke arah musuh, diapun berperang (di dalam  benteng) sehingga berhasil membuka pintu Benteng. Dalam kejadian itu  tidak seorangpun sahabat r.a menyalahkannya. Kisah ini tersebut dalam  Sunan Al-Baihaqi, dalam kitab As-Sayru Bab At-Tabarru' Bit-Ta'rudhi  Lilqatli (9/44), tafsir Al-Qurthubi (2/364), Asaddul Ghaabah (1/206),  Tarikh Thabari.
Operasi yang dilakukan oleh Salamah bin  Al-'Akwa dan Al-Ahram Al-Asadi, dan Abu Qatadah terhadap Uyainah bin  Hishn dan pasukannya. Dalam ketika itu Rasulullah s.a.w memuji mereka,  dengan sabdanya: "Pasukan infantry terbaik hari ini adalah Salamah"  (Hadits Muttafaqun 'Alaihi /Bukhari-Muslim).
Ibnu Nuhas berkata  : Dalam hadits ini telah teguh tentang bolehnya seorang diri berjibaku  ke arah pasukan tempur dengan bilangan yang besar, sekalipun dia  memiliki keyakinan kuat bahwa dirinya akan terbunuh.Tidak mengapa  dilakukan jikan dia ikhlas melakukannya demi memperoleh kesyahidan  sebagaimana dilakukan oleh Salamah bin Al-'Akwa, dan Al-Akhram  Al-Asaddi. Nabi s.a.w tidak mencela, sahabat r.a tidak pula menyalahkan  operasi tersebut. Bahkan di dalam hadits tersebut menunjukkan bahwa  operasi seperti itu adalah disukai, juga merupakan keutamaan. Rasulullah  s.a.w memuji Abu Qatadah dan Salamah sebagaimana disebutkan  terdahulu.Dimana masing-masing dari mereka telah menjalankan operasi  Jibaku terhadap musuh seorang diri (Masyari'ul Asywaq 1/540)
Apa yang dilakukan oleh Hisyam bin Amar Al-Anshari, ketika dia  meneroboskan dirinya di antara Dua pasukan, menerjang musuh seorang diri  dengan bilangan musuh yang besar, waktu itu sebagian kaum Muslimin  berkata: Ia menjerumuskan dirinya dalam kebinasaan, Umar bin Khaththab  r.a membantah klaim sebagian kaum Muslimin tersebut, begitu juga Abu  Hurairah r.a, lalu keduanya membaca ayat:
"Dan diantara manusia ada yang mengorbankan dirinya demi mencari keridhaan Allah…” (Al-Baqarah 207 )
Al-Mushannif Ibnu Abi Syaibah (5/303,222), Sunan Al-Baihaqi (9/46)
Abu hadrad Al-Aslami dan Dua orang sahabatnya menerjangkan diri ke arah  pasukan besar, tidak ada orang ke-empat selain mereka bertiga, akhirnya  Allah memenangkan kaum Muslimin atas kaum Musyrikin. Ibnu Hisyam  menyebut riwayat ini dalam kitab sirahnya. Ibnu Nuhas menyebutnya dalam  Al-Masyaari' (1/545).
Operasi yang dilakukan oleh Abdullah bin  Hanzhalah Al-Ghusail, ketika ia berjibaku menerjang musuh dalam salah  satu pertempuran, sedangkan baju besi pelindung tubuhnya sengaja ia  buang, kemudian kaum kafir berhasil membunuhnya. Disebutkan oleh Ibnu  Nuhas dalam Al-Masyari' (1/555).
Imam Al-Baihaqi dalam As-Sunan  (9/44) menukil tentang seorang lelaki yang mendengar sebuah hadits dari  Abu Musa :"Jannah (syurga) itu berada di bawah naungan pedang" Lalu  lelaki itu memecahkan sarung pedangnya, lantas menerjang musuh seorang  diri, berperang sampai ia terbunuh.
Kisah Anas bin Nadhar dalam  salah satu pertempuran Uhud, katanya: "Aku sudah terlalu rindu dengan  wangi jannah (syurga)" kemudian ia berjibaku menerjang kaum Musyrikin  sampai terbunuh. (Muttafaqun 'Alaihi).
Ketiga :  Ijma'
Dalam Masyari'ul Asywaq (1/588), Ibnu Nuhas menukil dari Al-Mihlab,  katanya: (Kaum Muslimin) telah Ijma' bahwa diperbolehkan menerjangkan  diri dalam posisi berbahaya yang menyebabkan kebinasaan dirinya dalam  Jihad Fie Sabilillah. Ia menukil dari Al-Ghazali dalam Al-Ihya, katanya:  Tidak ada perbedaan pendapat tentang diperbolehkannya seorang Muslim  berjibaku menerjang sepasukan kafir dan berperang seorang diri sekalipun  ia mengerti bahwa dirinya bakal terbunuh.
Imam Nawawi dalam  syarah Muslim menukil kesepakatan (kaum Muslimin) tentang  diperbolehkannya mengorbankan diri -dengan menempatkan diri dalam posisi  mematikan-dalam Jihad Fie Sabilillah, ia menyebutnya (contoh) dalam  perang Dzie Qarad (12/187)
Tujuh hadits terdahulu dan ijma'  tersebut di atas, para ulama ahli fiqih (Fuqaha) menempatkannya dalam  bab :"Berjibaku seorang diri menerjang pasukan musuh dengan bilangan  yang banyak", kadang-kadang dinamakan juga dengan Al-In-Ghimas (Terobos  maut) ke arah sepasukan" atau dinamakan juga, "Menempatkan diri dalam  posisi mematikan dalam Jihad Fie Sabilillah"
Imam Nawawi dalam  syarah Muslim Bab kepastian Jannah bagi orang yang syahid (13/46)  mengatakan: 'Di dalamnya diperbolehkan seorang diri melakukan operasi  terobos maut ke dalam pasukan musuh dan bersungguh-sungguh memperoleh  kesyahidan. Hal seperti ini diperbolehkan menurut Jumhur Ulama, tidak  ada kemakruhan di dalamnya, selesai-
Imam Al-Qurtubi dalam  tafsirnya menukil dari sebagian ulama Malikiyah (Yaitu berjibaku ke arah  musuh), sehingga sebagian mereka berkata : "Jika seseorang menyerbu  kepada seratus orang atau sejumlah pasukan tertentu, misalnya tentara  atau semisalnya,dan dia mengerti, serta mempunyai keyakinan kuat bahwa  dia akan terbunuh dalam operasi tersebut, tetapi dia pula memiliki  keyakinan kuat bahwa operasinya akan merugikan musuh atau berbekas (di  hati musuh), yang mana ini akan membawa manfaat bagi kaum Muslimin, maka  operasi seperti ini diperbolehkan" Ia menukil pula dari Muhammad bin  Al-Hasan Asy-Syaibani, katanya : "Jika seorang lelaki berjibaku ke arah  Seribu Musyrikin,dan dia -benar-benar- seorang diri, maka hal seperti  ini tidak mengapa, jika ia sangat berharap akan keberhasilan operasinya,  atau menimbulkan kerugian pada pihak musuh ". Tafsir Al-Qurtubi (2/364)
Masalah-masalah yang berkenaan dengan penerjangan diri oleh seorang  Muslim ke arah musuh dengan bilangan yang besar, demikian juga jibaku  seorang diri ke tengah-tengah pasukan musuh, sangat erat dan persis  kaitannya dengan masalah yang dialami oleh seorang Mujahid, yang  berusaha menempatkan dirinya dalam posisi yang membahayakan jiwanya, dan  melabrakkan diri ke dalam sekumpulan kaum kafir,dengan tujuan berusaha  menimbulkan kematian, kerugian dan kerusakkan pada musuh. Maka operasi  seperti ini disebut sebagai operasi Istisyhad.
Fakta-fakta dan peristiwa yang berkenaan dengan hukum operasi Istisyhad:
Apabila kaum kafir menjadikan kaum Muslimin sebagai tameng hidup/pagar  betis, sehingga kaum Muslimin lainnya yang berjihad (Mujahidin) tersudut  dalam keadaan terpaksa, dan tidak dapat melanjutkan peperangan kecuali  dengan terlebih dahulu menghilangkan tameng hidup tersebut, maka hal ini  diperbolehkan.
Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa (20/52),  (28/537,546) berkata : "Ulama telah sepakat bahwa jika pasukan kafir  menjadikan tawanan kaum Muslimin yang ada pada mereka sebagai tameng  hidup/pagar betis, dan kondisi ini dikhawatirkan menimbulkan bahaya bagi  kaum Muslimin jika mereka tidak melanjutkan pertempuran, maka hendaklah  mereka melanjutkan pertempuran itu sekalipun mengakibatkan terbunuhnya  kaum Muslimin yang dijadikan tameng hidup/pagar betis oleh kaum  kafir..,-selesai.
Ibnu Qasim berkata dalam Haasyiyatur Raudh  (4/271), berkata dalam Al-Inshaf: "Jika -kaum kafir- menjadikan tameng  hidup dari kaum Muslimin, dan tembadakan kaum Muslimin tidak akan  mencapai kaum kafir kecuali dengan terlebih dahulu mencapai kaum  Muslimin yang dijadikan sebagai tameng hidup itu, maka diperbolehkan  menembak kearah mereka dengan tujuan membunuh kafir. Tidak ada perbedaan  pendapat dalam masalah ini. Selesai-
Fakta yang dapat  dijadikan dalil (Wajhud Dalaalah) dalam masalah tameng hidup (Tatarrus)  ketika kita berada dalam kondisi seperti itu ialah, diperbolehkan bagi  kita untk melanjutkan pertempuran untuk menyampaikan tembakan kita ke  arah musuh, sekalipun hal itu menyebabkan terbunuhnya tameng hidup dari  kaum Muslimin oleh senjata kaum Muslimin dan oleh tangan kaum Muslimin.
Disini kita lihat bahwa kelanjutan membunuh musuh sekaligus menimbulkan  kerugian dan kerusakan pada mereka hanya akan terjadi setelah terlebih  dahulu membunuh kaum Muslimin yang dijadikan tameng hidup oleh musuh.  Keadaan seperti ini tentu saja lebih parah daripada hilangnya nyawa  seorang Mujahid dengan perantaraan tangannya sendiri dalam operasi  Istisyhad dengan tujuan menimbulkan kerusakan dan kerugian pada musuh .  Bahkan terbunuhnya tameng hidup dari kaum Muslimin adalah lebih dahsyat,  karena seorang Muslim yang membunuh Muslim lainnya adalah terlebih  dahsyat dibandingkan dengan seorang Muslim yang membunuh dirinya  sendiri. Karena pembunuhan terhadap seorang Muslim oleh selainnya adalah  merupakan suatu kezaliman dan sangat melampaui batas terhadap yang  terbunuh. Adapun pembunuhan seorang Muslim terhadap dirinya sendiri,  maka bahayanya terbatas pada dirinya, akan tetapi hal-hal seperti ini  diperbolehkan dalam Bab Jihad.
Karenanya jika hilangnya nyawa  kaum Muslimin di tangan sesama kaum Muslimin dengan tujuan membunuh  musuh adalah diperbolehkan, maka hukum hilangnya nyawa seorang Muslim  ditangannya sendiri dengan tujuan menimbulkan kerugian dikalangan musuh  adalah serupa atau bahkan lebih ringan dari itu (lebih diperbolehkan).
Dengan kata lain, jika suatu perbuatan yang dosanya terhitung lebih  besar, dan dalam satu kondisi perbuatan itu diperbolehkan dilakukan  dengan tujuan seperti diterangkan diatas, maka perbuatan yang dosanya  lebih sedikit dari hal tersebut adalah lebih boleh untuk dilakukan, jika  kedua perbuatan tersebut bertujuan untuk menimbulkan kerugian pada  musuh, sesuai dengan hadits : Sesungguhnya Amal itu (sesuai) dengan  niat.
Keterangan di atas sekaligus sebagai bantahan terhadap  mereka yang mengatakan bahwa operator jibaku dan orang yang melabrakkan  diri ke pasukan musuh adalah terbunuh di tangan musuh dengan senjata  musuh!
Maka kami katakan bahwa dalam masalah Tatarrus (Tameng  hidup), kaum Muslimin yang dijadikan tameng terbunuh di tangan kaum  Muslimin sendiri, juga oleh senjata kaum Muslimin. Dalam kondisi seperti  ini, maka pembunuhan terhadap kaum Muslimin tidak termasuk kategori  pembunuhan biasa yang diancam oleh hukum Islam.
Masalah Al-Bayat (Penyergapan /Ambush)
Yang dimaksudkan dengan Al-Bayat ialah penyergapan sekaligus pembunuhan  dan penimbulan kerusakan pada musuh yang dilakukan di malam hari,  sekalipun dalam operasi itu terdapat personal atau individu yang pada  mulanya -dalam keadaan biasa- tidak diperbolehkan dibunuh, misalnya  anak-anak dan kaum wanita kafir.
Ibnu Qudamah berkata:  Diperbolehkan menyergap musuh, dan berkata Imam Ahmad: Tidak mengapa  operasi Al-Bayat dilakukan, bukankah operasi tempur melawan Rumawi  -tidak dilakukan- kecuali dengan cara Al-Bayat?, katanya lagi: "Kami  tidak mengetahui adanya seorangpun yang memakruhkan Al-Bayat "  (Al-Mughni dengan syarahnya :10/503).
Sisi pengambilan dalil  dari keterangan diatas adalah, jika diperbolehkan membunuh individu yang  pada asalnya tidak diperbolehkan untuk dibunuh, demi tujuan menimbulkan  kerusakan dan kerugian pada musuh serta kekalahan musuh, maka  dikatakan: demikian pula hilangnya nyawa seorang Mujahid Muslim yang  pada mulanya tidak diperbolehkan, akan tetapi demi tujuan penghancuran  musuh, maka hal ini menjadi boleh, diperbolehkan.
Dalam kasus  Al-Bayat, wanita-wanita dan anak-anak kafir terbunuh ditangan  orang-orang yang pada mulanya tidak dibenarkan untuk melakukannya, jika  tidak dilakukan demi tujuan-tujuan Jihad dan disesuaikan dengan niatnya.
Kesimpulan:
Telah disebutkan terdahulu tentang bolehnya seorang Mujahid menempatkan  dirinya dalam posisi berbahaya dalam operasi Istisyhadiyah, dan  menghilangkan nyawa dirinya demi tujuan Jihad dan menimbulkan kerugian  pada musuh, baik terbunuh oleh senjata musuh dan ditangan musuh,  sebagaimana telah disebutkan dalil-dalilnya, atau terbunuh oleh senjata  kaum Muslimin di tangan sesama kaum Muslimin sendiri sebagaimana dalam  kasus Tatarrus (tameng hidup) atau dengan menunjukkan cara untuk  membunuh dirinya sebagaimana disebutkan dalam kisah Al-Ghulam (pemuda).  Semua itu sama saja kedudukan hukumnya dalam Bab Jihad , karena, dalam  Jihad yang didalamnya terdapat kemaslahatan yang besar bagi kaum  Muslimin, terdapat banyak amalan-amalan yang diampuni (diperbolehkan  unutk melakukannya), sedangkan amalan-amalan tersebut tidak boleh  dilakukan di luar konteks jihad. Sebagai contoh, berbohong dan tipu daya  adalah diperbolehkan dalam Jihad sebagaimana ditunjukkan oleh Sunnah,  padahal perbuatan ini diluar Jihad dilarang.Dalam konteks Jihad pula  diperbolehkan membunuh individu yang pada mulanya tidak diperbolehkan  untuk membunuhnya. Demikianlah asal dalam masalah Jihad, karenanya  masalah operasi Istisyhadiyah masuk dalam bab ini.
Adapun  mengkiyaskan Mustasyhid (orang yang syahid dalam operasi Istisyhad)  dengan orang yang mati bunuh diri adalah qiyas yang jauh dari kebenaran.  Jelas terdapat perbedaan yang mendasar yang tidak mungkin menyamakan  keduanya. Si mati karena bunuh diri membunuh dirinya karena putus asa  dan hilangnya kesabaran, atau membenci takdir, atau menentang sesuatu  yang telah ditakdirkan terjadi. Lalu tergesa-gesa ingin segera mati atau  ingin segera bebas dari sakit dan luka, dan siksa atau penderitaan yang  menimpanya di luar sesuatu yang diridhai Allah. Ini berbeda dengan  kesyahidan seorang Mujahid dalam operasi Istisyhad, dengan jiwa yang  gembira, sukacita menyongsong kesyahidan dan Jannah (syurga) dan apa-apa  yang ada di sisi Allah, juga demi menolong dien (agama)-Nya,  menimbulkan kerusakan dan kerugian pada musuh, dan berjihad di  Jalan-Nya. Tentulah tidak sama antara keduanya itu!
Firman Allah:
"Apakah kami patut menjadikan kaum Muslimin seperti orang-orang kafir?  Mengapa kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?"  (Al-Qalam : 35-36)
Firman Allah:
“Apakah  orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan  menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal  yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat  buruklah apa yang mereka sangka itu” (Al-Jaatsiyah:21)
“Maka apakah orang yang beriman seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama”  (As-Sajdah : 18)
Kami mohon pertolongan kepada Allah, agar menolong dien-Nya, dan  memuliakan tentara-Nya, dan membinasakan musuh-Nya, Shalawat Allah  semoga tercurah atas Nabi kita Muhammad, dan seluruh keluarga serta  seluruh sahabtnya, kesemuanya.Amien. 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar