NKA NII

NKA NII
Negara Karunia Allah Negara Islam Indonesia

Rabu, 19 Desember 2012

" KHAWARIJ DAN BARA’AH KAMI DARI ‘AQIDAH DAN MANHAJ MEREKA " BAGIAN KE 2.


" KHAWARIJ DAN BARA’AH KAMI DARI ‘AQIDAH DAN MANHAJ MEREKA "
BAGIAN KE 2.
(4) Tinjauan Keempat

Di antara keserupaan kaum khawalif yang suka menebar berita bohong dengan Khawarij adalah istidlal mereka dengan nushushul Kitab dan As Sunnah tanpa pemahaman, atau pengkajian atau pandangan, serta penempatan ucapan ulama bukan pada tempatnya.

Mereka menyerupai Khawarij dalam sifat yang dilabelkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa mereka “membaca A Qur’an sembari tidak melewati tenggorokan mereka” yaitu tidak melewatinya untuk sampai ke hati yang mana ia adalah tempat akal dan pemahaman.

Di mana kaum khawalif menelusuri bantahan-bantahan salaf terhadap Khawarij, dan mengambil takwil mereka bagi kekafiran yang ada pada firman-Nya ta’ala “Dan siapa yang tidak memutuskan dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir” saat Khawarij menempatkannya terhadap setiap orang yang maksiat kepada Allah, bahkan mereka menempatkannya dan juga ayat-ayat yang semisalnya -sebagaimana yang lalu- terhadap Al Hakamain, Ali, Muawiyyah dan para pengikut mereka.

Terus para khawalif itu (baca salafi maz’um) mengambil ucapan-ucapan salaf tentang bantahan mereka terhadap perbuatan Khawarij ini, terus menukilnya kepada selain tempatnya yang tepat, dan menempatkannya terhadap kaum murtaddin dan musyrikin dari kalangan para thaghut hukum yang telah melakukan beraneka warna dan ragam kekafiran yang nyata dan kemusyrikan yang jelas, yang panjang penjabaran, penjelasan serta penelusurannya.

Terus mereka menjadikannya dengan perbuatan dan tadlis mereka ini; (sebagai kufrun duna kufrin) atas lisan salaf yang padahal pada zaman mereka sama sekali tidak pernah ada bandingan-bandingannya.

Dan ini diambil oleh orang-orang dari kalangan tokoh mereka atas dasar kurang amanah dalam hal bergaul dengan dalil-dalil dan nushush, sebagaimana yang kami ketahui mereka. Dan umumnya mereka serabutan di dalamnya karena kekurangan pemahaman mereka, tipisnya fiqh mereka serta kelemahan pengetahuan mereka terhadap dilalat ayat Al Kitab dan asbab nuzulnya, sebagaimana ia keadaan Khawarij, ini dengan berbaik sangka terhadap mereka.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: (Dan bid’ah-bid’ah pertama seperti bid’ah Khawarij, itu terjadi hanya berasal dari buruknya pemahaman mereka akan Al Qur’an, padahal mereka tidak bersengaja menentangnya, namun mereka memahami dari apa yang tidak ditunjukkan oleh nash itu, kemudian mereka mengira bahwa itu mengharuskan takfier para pelaku dosa, karena orang mu’min itu adalah orang yang baik lagi bertaqwa. Mereka berkata: “Orang yang bukan baik lagi bertaqwa maka dia itu kafir dan kekal di neraka”, terus mereka berkata: Utsman, Ali dan yang loyal kepada keduanya bukanlah kaum mu’minin, karena mereka memutuskan dengan selain apa yang telah Allah turunkan. Sehingga bid’ah mereka itu memiliki dua muqaddimah:

Pertama: Bahwa orang yang menyelisihi Al Qur’an dengan amalan atau dengan pendapat yang ia keliru di dalamnya maka ia kafir.

Dan kedua: Bahwa Utsman, Ali dan yang loyal kepada keduanya adalah seperti itu…) Majmu Al Fatawa cet Dar Ibnu Hazm 13/20.

Saya berkata: Tatkala para sahabat membantah mereka dan mendebatnya dalam macam pemahaman-pemahaman yang sakit ini, maka datanglah al mujadilun ‘anith thawaghit (para pembela para thaghut), terus mereka mengambil bantahan para sahabat itu dalam konteks kondisi itu, seperti ucapan mereka (kufrun duna kufrin) atau (bukan kekafiran yang kalian yakini) dan ucapan serupa yang disandarkan kepada mereka sedang sebagiannya pada sanad-sanadnya ada perbincangan, kemudian mereka menempatkan itu terhadap kemusyrikan para musyari’in (pembuat hukum/UU) yang nyata dan kekafiran para pakar undang-undang yang nyata jelas.

Syaikhul Islam berkata juga 13/112: Awal perpecahan dan munculnya bid’ah di dalam Islam adalah setelah terbunuhnya Utsman dan pecahnya kaum muslimin, kemudian tatkala Ali dan Mu’awiyyah sepakat atas tahkim, maka Khawarij mengingkari dan berkata: “Tidak ada putusan kecuali milik Allah”, serta mereka meninggalkan jama’atul muslimin. Maka Ibnu Abbas diutus kepada mereka, kemudian beliau mendebat mereka, maka setengah mereka rujuk…) hingga ucapannya: (…bahkan mereka berkata: Sesungguhnya Utsman, Ali dan yang loyal kepada keduanya telah memutuskan dengan selain apa yang telah Allah turunkan “Dan siapa yang tidak memutuskan dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir” terus mereka kafirkan kaum muslimin dengan hal ini dan yang lainnya.

Sedangkan Takfier mereka itu dibangun di atas dua muqaddimah yang bathil:

Pertama : Bahwa ini menyelisihi Al Qur’an.

Kedua : Bahwa orang yang menyelisihi Al Quran adalah kafir, walaupun ia keliru atau merasa dosa seraya meyakini wajib dan pengharaman).

Perhatikan ini baik-baik dan pahami benar, karena sesungguhnya takfier Khawarij terhadap kaum muslimin dan para imam mereka yang memberlakukan syari’at Allah, tatkala itu terjadi karena berdasarkan muqaddimah yang rusak lagi bathil ini, maka salaf seperti Ibnu Abbas dan yang lainnya[40] mendebat mereka dan membantah mereka dengan bantahan yang lalu, dan oleh sebab itu Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma berkata sebagaimana yang telah lalu tentang Khawarij:

هم شرار الخلق انطلقوا إلى آيات أنزلت في الكفار فجعلوها على المؤمنين).

(Mereka itu makhluk yang paling buruk, mereka mengambil ayat-ayat yang diturunkan tentang kuffar terus mereka menjadikannya terhadap mu’minin).

Terus datang kaum khawalif itu yang mana mereka adalah orang yang paling serupa dengan kebodohan pemikiran Khawarij dan kekurangpahaman mereka serta kekerdilan fiqh mereka, dan mereka mengambil ungkapan-ungkapan salaf tentang kaum muwahhidin dengan dosa, terus mereka menjadikannya buat para thaghut murtaddin dan buat kaum musyrikin wal mulhidin, dengannya mereka membentengi dari kekafirannya yang nyata dan kemusyrikannya yang jelas, serta dengannya mereka mendorong pada leher orang yang mengkafirkannya dari kalangan muwahhidin!![41]

(5) Tinjauan Kelima

Dan di antara penyerupaan orang-orang tersebut terhadap Khawarij juga adalah penamaan mereka dan penyebutan mereka terhadap thaghutnya yang membuat hukum dan kaum murtaddin dengan sebutan imamul muslimin atau amirul mu’minin, pembai’atan mereka terhadapnya dan tidak mempertimbangkan satupun dari syarat-syarat imamah syar’iyyah, atau memperhatikan keterpenuhan hal itu pada mereka, bahkan mereka itu lebih buruk dari Khawarij dalam hal itu. Di mana engkau telah mengetahui bahwa awal Khawarij membai’at setelah mereka keluar dari keamiran Ali dan celaan terhadap keamiran Utsman, seorang arab badui yang tidak terpenuhi padanya syuruthul imamah, namun dia muslim, dan bahwa mereka menamakan selain orang Quraisy dari kalangan yang tidak diijmakan umat sebagai amirul mu’minin, dan dengan itu sungguh mereka telah menyelisihi Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagaimana yang dikatakan Al Qadli ’Iyadl:

(اشتراط كون الإمام قرشياً مذهب العلماء كافة، وقد عدّوها في مسائل الإجماع، ولم ينقل عن أحد من السلف رضي الله عنهم أجمعين فيه خلاف، وكذلك من بعدهم في جميع الأمصار، قال: ولا اعتداد بقول الخوارج ومن وافقهم من المعتزلة)

(Pensyaratan status imam dari Quraisy adalah madzhab ulama seluruhnya, dan mereka telah menghitungnya dalam masailul ijma, dan tidak dinukil dari seorangpun dari salaf radliyallahu ‘anhum penyelisihan dalam hal ini, dan begitu juga orang-orang sesudah mereka di seluruh negeri, beliau berkata: Dan tidak dianggap pendapat Khawarij dan yang sejalan dengan mereka dari kalangan Mu’tazilah).[42]

Saya katakan: Bila Khawarij tidak mempertimbangkan syarat Quraisyiyyah dalam imamah, dan sebagian mereka tidak melarang dari imamah wanita sebagai mana yang dilakukan Syabibiyyah, tapi mereka tidak terperosok sama sekali dalam lobang yang mana kaum khawalif terperosok di dalamnya, karena mereka membolehkan imamah bagi kaum murtaddin, dan mereka membai’atnya sebagai para imam bagi kaum muslimin!! Sehingga dengan itu mereka tidak menyisakan satupun dari syarat-syarat imamah syar’iyyah melainkan mereka menggugurkannya, dan yang paling teratas adalah Al Islam, sehingga dengan hal itu dalam hal ini mereka lebih buruk dan lebih buruk dari Khawarij, di mana mereka membaiat kaum murtaddin dan musyrikin dari kalangan ath thawaghit al musyari’in wal muhakkimin (yang memberlakukan) undang-undang kafir, yang mana mereka itu memerangi dienullah dan ajaran-Nya lagi loyalitas terhadap kuffar barat dan timur. Mereka serahkan tangan mereka dan hati mereka terhadapnya, terus menggolongkan setiap orang yang khuruj terhadap mereka atau menentang mereka seraya berupaya mengingkari dan merubah kekafiran dan kebathilan mereka sebagai bagian dari bughat!! dan Khawarij!!
أولى ليدفع عنه فعل الجاني
ولذاك عند الغِرّ يشتبهان فرموهم بغياً بما الرامي به
يرمي البريء بما جناه مباهتاً

Mereka tuduh mereka secara aniaya dengan tuduhan yang mana si penuduh

lebih berhak, untuk menolak/melindungi perbuatan orang yang aniaya darinya.

Ia menuduh orang yang terbebas dengan apa yang ia perbuatnya secara menfitnah

Oleh sebab itu keduanya hampir serupa bagi yang meneliti.

6. Tinjauan Keenam

Mesti dikarenakan telah nampak di hadapan anda dari uraian yang lalu bahwa sikap aniaya dan perbuatan sebagian Ghulat Murji-atil ‘Ashri dan para duat jahmiyyah masa kini yang membela-bela para thaghut dan anshar mereka, lagi memerangi para muwahhidin dan dakwahnya, menjadikan mereka dengan sebab itu lebih buruk dari Khawarij, itu label yang sering sekali mereka alamatkan kepada para muwahhidin, padahal kaum muwahhidin hanya keluar menentang kuffar dan murtaddin, dan mereka tidak khuruj terhadap para pemimpin yang adil dari kaum muslimin dan mu’minin. Jadi khuruj mereka itu ketaatan murni, karena ia realisasi ‘amaliy bagi tauhid serta bara’ah dari syirik dan tandid.

Maka tidak ragu lagi bahwa kaum khawalif itu dengan sikap aniayanya terhadap kaum muwahhidin karena ketaatannya ini adalah lebih buruk dan lebih sesat lagi lebih busuk dari Khawarij yang aniaya kepada kaum muslimin karena sebab maksiat dan dosa sesuai klaim mereka.

Maka tidaklah aneh bila Syuraih Al Qadli berkata tentang murjiah:

هم أخبث قوم).

“Mereka itu kaum yang paling busuk”.

Dan Az Zuhriy berkata:

ما ابتدعت في الإسلام بدعة أضر على أهله من الإرجاء).

“Tidak dilakukan bid’ah di dalam Islam yang lebih berbahaya terhadap pemeluknya kecuali Irja”.

Dan berkata Yahya Ibnu Katsir dan Qatadah:

ليس شيء من الأهواء أخوف عندهم على الأمة من الإرجاء).

“Tidak ada suatu dari ahwa yang lebih mereka takutkan terhadap umat ini daripada irja”.

Ibrahim An Nakhaiy berkata:

لَفتنتهم – يعني المرجئة-أخوف على هذه الأمة من فتنة الأزارقة)… أي الخوارج

“Sungguh fitnah mereka -yaitu murjiah- adalah lebih ditakutkan atas umat ini dari fitnah Azariqah…) yaitu Khawarij.[43]

Ini padahal sesungguhnya perbuatan Murjiah terdahulu dengan Ahlus Sunnah hanya terbatas di awal mulanya pada masalah nama dan lafadh, yaitu perbedaan dalam definisi iman saja, serta dalam masalah masuknya amalan dalam penamaannya. Namun demikian tidak seorangpun dari para pendahulu mereka mengajak kepada sikap tafrith dalam amal atau meninggalkan amalan fardlu, apalagi dari sikap menutupi dengan paham irjanya kekafiran orang-orang kafir, kemusyrikan kaum musyrikin dan ilhad kaum murtaddin… tidak sama sekali, justeru di antara mereka ada ahli ibadah dan kaum zuhud, serta di tengah mereka ada ‘amilun dan mujtahidun.[44]

Namun irja setelah itu telah menjadi jalan untuk menyampaikan kepada madzhab Ghulatul Murjiah yang dikafirkan oleh sebagian salaf; dan yang tumbuh darinya irja kufriy yang tegas-tegasan penganutnya pada hari menyatakan bahwa (tidak berbahaya beserta adanya klaim tashdiq atau keyakinan yang benar suatupun dari mukaffarat dhahirah baik bersifat ucapan ataupun perbuatan sebagaimana berpaling dari jenis amal dan berpaling dari dien serta melepaskan diri dari faraidl secara total tidaklah berbahaya terhadapnya pula).

Dan ini adalah dalil yang menunjukkan kuatnya firasat salaf radliyallahu ‘anhum dan kuatnya bashirah mereka di mana mereka sangat dasyat pengingkarannya terhadap murjiah awa-il (pertama), padahal mereka itu tidak menampakkan sedikitpun dari kekafiran dan tidak pula melegalkan atau membolehkannya.

Namun salaf mengetahui dengan pandangan mereka yang tajam dan mendapatkan bahwa madzhab ini akan menghantarkan tanpa ragu lagi kepada keberlepasan dari dien dan meloloskan diri dari syari’atnya.

Pengaruh irja yang buruk pada hari ini serta tingkah laku Afrakhul Murjiah (Neo Murji-ah), keduanya menguatkan terhadap hebatnya pemahaman dan ketanggapan salaf, karena irja senantiasa terus menyimpang dengan penganutnya sehingga mengeluarkan ghulat mereka dari dien dan menjerumuskan mereka ke dalam mukaffirat.

Dan masalahnya telah menghantarkan sebagian mereka kepada sikap memudahkan kekafiran, melegalkannya, menutupi kemusyrikan dan para pelakunya, menfatwakan kebolehannya dan kebolehan ikut serta di dalamnya atau kebolehan nushrahnya, melindunginya dan tawalli kepada para pelakunya.

Sehingga tidaklah mengherankan bila An Nakha’iy mengatakan dengan firasatnya tentang para pendahulu murjiah dan cikal bakal mereka: Sungguh fitnah mereka itu lebih ditakutkan terhadap umat ini daripada fitnah Azariqah”. Terutama sesungguhnya asal madzhab Khawarij sebagaimana ditegaskan Syaikhul Islam adalah (pengagungan Al Qur’an dan upaya mengikutinya)[45] namun mereka disesatkan oleh keberpalingan dari sunnah yang menjelaskan Al Qur’an, serta hal lainnya berupa perilaku mereka dan hawa nafsu mereka yang tercela yang telah lalu yang menyesatkan mereka. Adapun para ekor murjiah yang busuk, maka sesungguhnya mereka dengan talbis-talbisnya itu mengurai ikatan-ikatan Al Qur’an, Al Islam dan Al Iman satu demi satu, dan mereka mempermudah masalah pelanggaran hududullah, serta mengenteng-enteng dari melakukan pembatal-pembatalnya.

Maka mereka atas dasar ini lebih buruk dari Khawarij, nama yang selalu mereka tuduhkan kepada kaum muwahhidin.

7. Tinjauan ketujuh

Ini… dan ketahuilah di penutup pasal ini: bahwa tuduhan yang dialamatkan khushum tauhid terhadap ahluttauhid dan para du’atnya dengan label (Khawarij) yang dibenci oleh seluruh Ahlul Islam, ia adalah lagu lama bagi Ahlul bida, mereka mewarisinya dari satu sama lain. Ini adalah sunnatullah pada makhluk-Nya, yaitu Dia menjadikan para pewaris bagi setiap kaum.

Sebagaimana para Nabi memiliki para pewaris yang mengikuti tapak lacak mereka dan membela tauhid mereka -semoga Allah ta’ala menjadikan kita bagian dari mereka- maka begitu juga musuh dan lawan mereka memiliki para pewaris, kaum munafiqin memiliki pewaris, para penggembos memiliki pewaris, para mudallisin dan para mulabbisin juga memiliki para pewaris, mereka saling mewarisi kebathilan dan syubhatnya, serta saling menyebarkannya di setiap zaman, mereka menggunakannya dalam mempromosikan bid’ah-bid’ahnya dan dalam mencela terhadap ahlul haq dan ashhabuththaifah al manshurah.
فالبهت (عندهم) رخيص سعره حثواً بلا كيل ولا ميزان

Fitnah itu bagi mereka adalah murah harganya

Mereka meraup tanpa takaran dan timbangan

- Dan telah lalu bait-bait qashidah Nuniyyah Ibnu Qayyim yang diberi nama Al Kafiyah Asy Syafiyah Fil Intishar Lil Firqah An Najiyah), di dalamnya ada penjelasan bahwa mubtadi’ah biasa mencap Ahlus sunnah sebagai Khawarij.

- Di antara hal itu juga apa yang diriwayatkan Al Khallal dalam As Sunnah dari Al Imam Ahmad Ibnu Hanbal, bahwa ia berkata: (Telah sampai kepadaku bahwa Abu Khalid dan Musa Ibnu Manshur dan selain keduanya duduk-duduk di sisi itu, dan mereka mencela orang-orang yang mengkafirkan, serta mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami mengatakan dengan pendapat Khawarij” kemudian Abu Abdillah tersenyum seperti orang yang dongkol). Majmu’ah Fatawa Ibnu Taimiyyah 6/476 cet Dar Al Kitab Al Ilmiyyah.

- Dan di antara hal itu apa yang dinukil Asy Syathibiy dari Al Hafidh Abdurrahman Ibnu Baththah, setelah beliau mengeluhkan dari fitnah ahli zamannya dan orang-orang yang menyelisihinya, dan tuduhannya dengan berbagai tuduhan dan gelar, di mana beliau berkata: (saya dahulu berada pada suatu keadaan yang menyerupai keadaan Al Imam yang masyhur Abdurrahman Ibnu Baththah Al Hafidh bersama orang-orang zamannya, di mana beliau menghikayatkan tentang dirinya: saya heran dari keadaan saya di saat safar dan saat menetap baik bersama orang-orang terdekat maupun orang-orang yang jauh, baik bersama orang-orang yang kenal maupun orang-orang yang tidak kenal, sesungguhnya saya mendapatkan di Mekkah, Khurasan dan tempat lainnya, mayoritas orang yang saya temui di sana baik yang sejalan atau yang berseberangan, dia mengajak saya untuk mengikuti apa yang dia ucapkan, membenarkan ucapannya dan menjadi saksi baginya. Kemudian bila saya membenarkan apa yang dia katakan dan mengiyakannya, maka ia menamakan saya muwafiq, dan bila saya memprotes sesuatu pada ucapannya atau pada perbuatannya, maka ia menamakan saya mukhalif, dan bila saya menyebutkan pada satu dari hal itu bahwa Al Kitab dan As Sunnah menyelisihi hal itu maka ia menamakan saya kharijiy, dan bila saya bacakan kepadanya suatu hadits tentang tauhid maka ia menamakan saya musyabbih, dan bila tentang ru’yah (melihat Allah), maka ia menamakan saya salimiy, dan bila tentang Al Imam maka ia menamakan saya Murji’iy, serta bila tentang amalan maka ia menamakan saya Qadariy…”.

Hingga ucapannya: “…..Bila saya menyetujui sebagian mereka maka selainnya memusuhi saya, dan bila saya bermudahanah kepada seluruh mereka maka saya membuat murka Allah Tabaraka Wa Ta’ala, sedangkan mereka tidak bisa menolong saya sedikitpun dari adzab Allah, dan sesungguhnya saya berpegang teguh kepada Al Kitab dan As Sunnah, serta saya memohon ampun Allah yang tidak ada ilah kecuali Dia, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Asy Syathibi berkata: (Inilah kelanjutan hikayat, seolah beliau rahimahullah berbicara atas nama lisan semua, jarang sekali engkau dapatkan ‘alim masyhur atau orang baik yang tenar melainkan ia telah digunjing dengan hal-hal ini atau sebagiannya, karena hawa nafsu sering merasuki mukhalif, bahkan penyebab keluar dari sunnah adalah jahil akannya dan hawa nafsu yang diumbar yang dominan terhadap ahlul khilaf, kemudian bila demikian keadaannya maka shahibussunnah dituduh bukan shahibussunnah dan terus ia dituduh buruk dan negatif agar gelar-gelar jelek itu disandangkan (kepadanya).

Dan telah dinukil dari penghulu para ahli ibadah setelah shahabat (Uwais Al Qarni) bahwa beliau berkata: (“Sesungguhnya al amru bil ma’ruf dan an nahyu ‘anil munkar, keduanya tidak meninggalkan bagi orang mu’min seorang temanpun, kita memerintahkan mereka dengan al ma’ruf, maka mereka malah mencerca kehormatan kita, dan mereka mendapatkan atas itu kawan-kawan pendukung dari orang-orang fasiq, sampai -demi Allah- mereka itu telah menuduh saya dengan tuduhan-tuduhan besar, dan demi Allah saya tidak meninggalkan untuk berdiri di tengah mereka dengan haqnya”). Al I’tisham1/31-33 secara ikhtishar.

Sama dengan itu juga apa yang disebutkan oleh Syaikhul Islam bahwa (Jahmiyyah dan Mu’tazilah hingga hari ini menamakan orang yang menetapkan suatu dari shifat sebagai musyabbih -sebagai bentuk dusta dan pengada-adaan dari mereka- sampai di antara mereka ada orang yang ghuluw dan menuduh para Nabi shalallahu ‘alaihim wa sallam dengan tuduhan itu, sampai berkata Tsumamah Ibnul Asyras salah seorang tokoh jahmiyyah: Tiga orang dari para Nabi Musyabihah, Musa di mana ia berkata “Tidak lain ia adalah cobaan-Mu”, dan Isa di mana ia berkata: “Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada Diri-Mu”, dan Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam di mana ia berkata: “Tuhan kita turun….”.

Sampai sesungguhnya seluruh Mu’tazilah mamasukkan seluruh para imam, seperti Malik dan pengikutnya, Ats tsauri dan pengikutnya, Al Auza’iy dan para pengikutnya, Asy Syafi’iy dan para pengikutnya, Ahmad dan para pengikutnya, Ishaq Ibnu Rahwiyah, Abu ‘Ubaidah dan yang lainnya dalam jajaran Musyabbihah.

Abu Ishaq Ibrahim Ibnu Utsman Ibnu Dirbas Asy Syafiy telah menyusun sebuah juz yang beliau namakan (Tanzihu Aimmatisy Syari’ah ‘Anil Alqab Asy Syani’ah) di dalamnya beliau menuturkan ucapan salaf dan yang lainnya dalam makna-makna bab ini, dan beliau sebutkan bahwa Ahlul Bida masing-masing kelompok dari mereka menggelari Ahlus sunnah dengan gelar yang dia buat-buat -dia mengklaim bahwa ia adalah shahih menurut pendapatnya yang rusak- sebagaimana kaum musyrikin dahulu menggelari Nabi dengan gelar-gelar yang mereka ada-adakan. Dan Rafidlah menamakan Ahlus sunnah sebagai Nawashib.[46]

Qadariyyah menamakan mereka Mujabbirah.

Murjiah menamakan mereka Syakkak (orang-orang yang ragu)[47]

Jahmiyyah menamakannya Musyabbihah.

Dan Ahlul Kalam menamakannya Hasyawiyyah, Nawabith (orang-orang yang ngaco dari para pemula), Ghutsa’ dan Ghutsr (orang-orang rendahan), serta gelar-gelar serupa. Sebagaimana Quraisy menggelarkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan sebutan Orang gila, terkadang tukang syair, terkadang dukun dan terkadang orang yang mengada-ada.

Mereka berkata: Ini adalah tanda warisan yang shahih dan mutaba’ah yang sempurna…) Hingga ucapannya: (… Dan orang yang menghikayatkan ucapan-ucapan dari manusia, dan ia menamakan mereka dengan nama-nama yang diada-adakan ini berdasarkan aqidah dia yang mana mereka menyelisihinya di dalamnya, maka dia diserahkan kepada Tuhannya, sedangkan Allah selalu mengawasi, dan tipudaya yang buruk itu tidak mengenai kecuali terhadap pelakunya). Dari Majmu Al Fatawa, cet Dar Ibnu Hazm 5/72-74.

- Dan hal serupa juga dengannya adalah apa yang dikatakan murid beliau Al ‘Allamah Ibnul Qayyim dalam qashidahnya yang diberi nama (Al Kafiyah Asy Syafiyah Fil Intishar lil Firqah An Najiyah); (Pasal tentang Tanzihu Ahlil Hadits Wasy Syari’ah ‘Anil Alqab Al qabihah Asy syari’ah):
حاشاهم من إفك ذي بهتان
أولى ليدفع عنه فعل الجاني
ولذاك عند الغر يشتبهان
ومجسمين وعابدي أوثان وهم الروافض أخبث الحيوان)
بالنواصب شيعة الرحمن يرمونهم كذباً بكل عظيمة
فرموهم بغياً بما الرامي به
يرمي البريء بما جناه مباهتاً
سمّوهم حشوية ونوابتاً
وكذاك أعداء الرسول وصحبه
نصبواالعداوةللصحابة ثم سموا

- إلى قوله:
لكم يا معشر الإخوان
في الناس طائفتان مختلفان
والوارثون لضده فئتان
ما عندهم في ذاك من كتمان
هم أهلها لا خيرة الرحمن
وراّثة بالبغي والعدوان
فاسمع وعِهْ يا مَنْ له أذنان
شيئاً وقالوا غيره بلسان
بين الطوائف قسمة المنّان
سلوان من قد سُبَّ بالبهتان
ومشبهٍ لله بالإنسان
كمحمدٍ ومذممٍ اسمان
عن شتمهم في معزل وصيان
في اللفظ والمعنى هما صنوان
للمشبه هكذا الإرثان
أهلٌ لكل مذمةٍ وهوان
واسم الموحد في حمى الرحمن
ولدى المعطل هُنَّ غير حسان
من غير بوابٍ ولا استئذان
لا تشقنا اللهم بالحِرمان
بسرائرٍ منكم وخبث جنان
ورسوله بالعلم والسلطان
أحدٌ ولو جُمعت له الثقلان
قد جاء بالآثار والقرآن
أخذوا الظواهر ما اهتدوا لمعان هذا وثم لطيفة عجب سأبديها
لابد أن يرث الرسول وضده
فالوارثون له على منهاجه
إحداهما حرب له ولحزبه
فرموه من ألقابهم بعظائم
فأتى الألى ورثوهمُ فرموا بها
هذا يُحقّق إرث كلّ منهما
والآخرون أولو النفاق فأضمروا
هذي مواريث العباد تقسمت
هذا وثم لطيفة أخرى بها
تجد المعطّل لاعناً لمجسمٍ
واللهُ يصرفُ ذاك عن أهل الهدى
هم يشتمون مذمماً ومحمدٌ
صان الإله محمداً عن شتمهم
كصيانة الأتباع عن شتم المعطل
والسبُ مرجعه عليهم إذ همُ
وكذا المعطل يلعن اسم مشبهٍ
هذي حسانُ عرائسٍ زُفّت لكم
والعلمُ يدخل قلبَ كل موفقٍ
ويردّهُ المحرومُ مِنْ خُذْلانه
موتوا بغيظكمُ فربي عالمٌ
فاللهُ ناصر دينه وكتابه
والحق ركنٌ لا يقومُ لهدّه
وقد تقدم قوله:ومن العجائب أنهم قالوا لمن
أنتم بذا مثل الخوارج إنهم

Mereka menuduh mereka secara dusta dengan segala tuduhan besar

Sungguh jauh mereka dari tuduhan pembawa fitnah

Mereka menuduhnya secara aniaya dengan tuduhan yang mana si penuduh

lebih layak dengannya untuk menghindarkan darinya perbuatan si pelaku

Dia tuduh orang bebas dengan apa yang dia lakukan seraya memfitnah.

Oleh karena itu keduanya sama bagi yang memiliki cahaya

Mereka menamakannya Hasyawiyyah dan Nawabit

Juga Mujassimun dan Penyembah berhala, padahal mereka

dan begitu juga musuh-musuh Rasul dan sahabatnya

Adalah Rafidlah, hewan yang paling buruk[48]

Mereka pasang permusuhan pada sahabat terus mereka namai

Syi’aturrahman dengan sebutan Nawashib.

Hingga ucapannya:

Inilah dan di sana ada hal unik yang akan saya tampakkan

kepada kalian wahai ma’syaral ikhwan

Rasul dan lawannya mesti diwarisi

di tengah manusia oleh dua kelompok yang bertentangan.

Para pewaris beliau di atas minhajnya

dan para pewaris lawannya dua kelompok

yang satu memerangi beliau dan barisannya

dalam hal ini mereka tidak menutup-nutupi

Mereka menuduhnya dengan gelar-gelar yang sangat buruk

yang padahal merekalah yang lebih berhak bukan manusia pilihan Ar Rahman

Terus datang para pewaris mereka, kemudian dengannya mereka menuduh

para pewaris Rasul secara aniaya dan permusuhan

Ini merealisasikan warisan masing-masing dari keduanya

maka dengar dan pahamilah hai orang yang memiliki telinga dua

Dan yang lainnya kaum munafiqin, mereka sembunyikan

sesuatu dan mengatakan lain dengan lisan mereka

Inilah warisan para hamba yang terpilah

di antara banyak kelompok pembagian Al Mannan

Ini dan di sana ada keunikan lain yang dengannya

terhibur orang yang telah dihina dengan fitnah

Engkau dapati Mu’aththil melaknat orang mujassim

dan orang yang menyamakan Allah dengan manusia

Allah palingkan itu dari Ahlul huda

seperti Muhammad dan Mudzammam adalah dua nama[49]

Mereka mencela Mudzammam sedang Muhammad adalah

jauh dan terjaga dari celaan mereka

Al Ilah telah menjaga Muhammad dari celaan mereka

dalam lafadh dan makna keduanya berbeda

seperti keterjagaan para pengikut dari celaan Mu’aththil

terhadap Musyabbih, begitulah dua warisan

Humpatan kembali terhadap mereka karena mereka

pantas bagi setiap keburukan dan kehinaan.

Begitu juga Al Mu’aththil melaknat nama musyabbih

sedang nama muwahhid dalam lindungan Ar Rahman

Inilah gadis cantik pengantin disandang buat kalian

dan menurut Mu’aththil mereka itu tidak cantik

Ilmu itu masuk ke hati setiap orang yang Dia luruskan

tanpa ada penjaga pintu dan tanpa minta izin

Dan ia ditolak oleh orang yang terhalangi karena kehinaannya

Ya Allah jangan binasakan kami dengan keterhalangan”.

Matilah kalian dengan kedongkolan, karena Tuhanku mengetahui

segala rahasia dari kalian dan keburukan hati

Allah pasti menolong dien, dan Kitab-Nya

juga Rasul-Nya dengan ilmu dan kekuatan

Kebenaran itu adalah pilar yang tak mampu menghancurkannya

seorangpun walau jin dan manusia kumpul untuknya

Dan telah lalu ucapannya:

Sungguh tergolong aneh mereka mengatakan kepada orang

yang datang dengan atsar dan qur’an:

Kalian dengan ini seperti Khawarij, bahwa mereka

mengambil dhawahir namun tidak mengerti akan maknanya.

Hingga akhir bait-bait beliau rahimahullah yang berkaitan dengan itu.

Penutup

Kami Memohon Penutup Yang Baik Kepada Allah

Ketahuilah semoga Allah meneguhkan kami dan engkau di atas kebenaran yang nyata, bahwa telah tsabit dengan khabar yang benar bahwa akan selalu ada dari umat ini kelompok, atau golongan atau jamaa’ah yang tegak mempertahankan dien ini, membelanya, menolongnya, meninggikan hujjahnya dan melenyapkan darinya tahrif kaum muharrifin dan permainan kaum mubthilin, sampai datang keputusan Allah sedangkan mereka di atas itu.

Al Imam Ahmad, Al Bukhari, Muslim, dan Ashabussunan telah meriwayatkan hadits Ath Thaifah Al Manshurah Adh Dhahirah Al Qaimah bidienillah dari sekian belas sahabat dengan lafadh-lafadh yang berdekatan yang mencapai batasan mutawatir.[50]

Di dalamnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar gembira bahwa:

لا تزال طائفة، [وفي رواية: عصابة، وفي أخرى: ناس، وفي غيرها: أمة] من أمتي، ظاهرين، [وفي رواية يقاتلون] على أمر الله، [وفي رواية: على الحق] لا يضرهم من كذّبهم ولا من خالفهم، [وفي رواية، لا يضرهم من خذلهم] حتى يأتي أمر الله وهم كذلك، [وفي رواية: حتى تقوم الساعة، وفي أخرى: حتى يقاتل آخرهم الدجال]).

(Aan senantiasa kelompok [dan dalam satu riwayat: “ishabah”, dan dalam riwayat lain: “manusia” dan yang lainnya: “umat] dari umatku menang nampak, [dan dalam satu riwayat: “berperang”] di atas perintah Allah [dan dalam satu riwayat: “di atas al haq”] tidak memadlaratkan mereka orang yang mendustakan mereka dan tidak pula orang yang menyelisihi mereka, [dan dalam satu riwayat: “tidak memadlaratkan mereka orang yang menggembosi mereka] sampai datang keputusan Allah sedang mereka seperti itu, [dan dalam satu riwayat: “sampai kiamat datang”, dan riwayat lain: “sampai akhir mereka memerangi dajjal”]).

Maka wajib atas pencari al haq untuk mengetahui/mengenal khashaish (tanda-tanda khusus), ciri-ciri dan sifat-sifat thaifah ini, untuk membedakannya dan bergabung dengannya, sehingga menjadi bagian jajarannya, ansharnya dan tentaranya yang bertauhid.

Di antara khashaish (ciri-ciri khusus)nya yang disebutkan dalam riwayat-riwayat yang beraneka ragam.

(1) Bahwa ia dhahirah di atas amrullah (al haq)

Adh dhuhur (nampak) di atas al haq, mencakup terang-terangan dengan dakwah dan keyakinan, menampakkannya dan menjelaskannya terang-terangan, membeberkannya dan tegas-tegasan dengannya tanpa mudahanah atau mudarah dan talbis.

Dan itu agar manusia mengenal al haq dengan gambaran yang paling bersinar, agar terpisah yang buruk dari yang baik, serta supaya terang sabilul mujrimin dengan jelasnya sabilul mu’minin, sebagaimana firman-Nya ta’ala:

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kalian dari daripada apa yang kalian ibadati selain Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja…” (Al Mumtahanah: 4)

Perhatikan firman-Nya ta’ala: “saat mereka berkata”, yaitu mereka telah menghadapi kaumnya dengan itu terang-terangan.

Dan juga firman-Nya: “dan telah nampak antara kami dengan kalian”, yaitu jelas dan nyata.

Syaikh Ishaq Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab, berkata saat beliau menjelaskan pentingnya menampakkan keyakinan, dakwah demi merealisasikan tauhid lahir bathin, nushratuddien dan memanas-manasi kaum musyrikin, beliau berkata:

( ولا يكفي بغضهم بالقلب، بل لابد من إظهار العداوة والبغضاء) وذكر آية الممتحنة السابقة- ثم قال: (فانظر إلى هذا البيان الذي ليس بعده بيان: حيث قال (بدا بيننا) أي ظهر، هذا هو إظهار الدين، فلابد من التصريح بالعداوة وتكفيرهم جهاراً، والمفارقة بالبدن، ومعنى العداوة أن تكون في عدوة، والضد في عروة أخرى. كما أن أصل البراءة المقاطعة بالقلب واللسان والبدن، وقلب المؤمن لا يخلو من عداوة الكفار، وإنما النزاع في إظهار العداوة…)أهـ (الدرر السنية في الأجوبة النجدية) جزء الجهاد ص (141).

(Dan tidak cukup membenci mereka dengan hati, namun mesti menampakkan permusuhan dan kebencian) dan beliau tuturkan ayat Al Mumtahanah tadi, terus berkata: (lihatlah pada penjelasan yang tidak ada penjelasan sesudahnya, di mana Dia berfirman: “telah nampak antara kami” yaitu jelas, inilah idhharuddien, maka mesti terang-terangan dengan sikap permusuhan dan mengkafirkan mereka secara jahr, serta memisahkan diri dengan badan. Sedangkan makna ‘adawah (permusuhan) adalah engkau berada di satu lembah dan musuh di lembah lain, sebagaimana asal bara’ah adalah memutuskan hubungan dengan hati, lisan dan badan. Hati orang mu’min tidak kosong dari sikap memusuhi kuffar, namun perselisihan itu hanya tentang idhharul ‘adawah (penampakkan permusuhan)…). Ad Durar As Sunniyyah fil Ajwibah An Najdiyyah, juz Al Jihad hal 141.

Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman berkata dalam syairnya:
بالكفر إذ هم مَعشرٌ كفار
يا للعقول أما لكم أفكار
والحب منه وما هو المعيار
جهراً وتصريحاً لهم وجهار إظهار هذا الدين تصريح لهم
وعداوةٌ تبدو وبغضٌ ظاهرٌ
هذا وليس القلب كافٍ بُغضه
لكنما المعيار أن تأتي به

(ديوان عقود الجواهر المنضدة الحسان) ص (76، 77)

Idhharuddien ini adalah terang-terangan terhadap mereka

dengan vonis kafir karena mereka itu adalah kumpulan orang-orang kafir.

Dan permusuhan yang nampak juga kebencian yang jelas

Hai para pemilik akal, apa kalian memiliki pikiran

Ini tidaklah hati cukup kebenciannya

Dan kecintaan darinya, bukanlah ia sebagai patokan

Namun yang jadi patokan adalah engkau mendatangkannya

terang-terangan, tegas-tegasan di hadapan mereka serta kejelasan

(Diwan ‘U qud Al Jawahir Al Mundladah Al Hisan hal 76-77) [51]

- Dhuhur di atas amrullah mencakup juga: Keteguhan orang-orang thaifah ini di atas al haq dan dien yang diwariskan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, istiqamah di atas sabilul mu’minin dan berpegang pada aqidah dan thariqah serta tuntunan juga sifat Al Firqah An Najiyah: Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Inti itu, kepanya dan pondasinya adalah tahqiquttauhid, menegakkannya dan menyatakan bara’ah dari syirik dan para pelakunya, karena ia adalah dakwah Al Anbiya dan Al Mursalin seluruhnya, sebagaimana firman Allah ta’ala:

“Sesungguhnya Kami telah mengutus pada setiap umat ini rasul, (mereka mengatakan kepada umatnya): “Ibadahlah kalian terhadap Allah dan jauhi Thaghut” (An Nahl: 36)

Dan juga berfirman subhanahu:

“Dan tidak Kami utus sebelummu seorang rasulpun melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Sesungguhnya tidak ada ilah (yang haq) kecuali Aku, maka beribadahlah kalian kepada-Ku.”(Al Anbiya: 25)”

Ajaran para nabi dalam inti ini adalah satu, yang mana Allah ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk istiqamah di atasnya dalam banyak ayat dari Kitab-Nya, di antaranya firman Allah ta’ala:

“Maka istiqamahlah kamu sebagaimana yang diperintahkan kepadamu, dan juga orang yang telah taubat bersamamu. Janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Dia melihat apa yang kamu kerjakan”. (Huud: 112)

Dan firman-Nya subhanahu:

“Dan begitulah Kami telah jadikan kamu di atas suatu ajaran dari urusan ini, maka ikutlah ajaran itu dan jangan kamu ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui”. (Al Jatsiyah: 18)

Dan di antara ajaran dan urusan yang dipegang oleh Thaifah ini adalah berpegang teguh dengan Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, dan berlepas diri dari aqidah firqah-firqah yang sesat lagi menyelisihinya, yang tercakup di bawah keumuman firman-Nya ta’ala: “Dan janganlah kamu ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui”. Ia adalah kelompok yang pertengahan, dalam Manhajnya, Aqidahnya, Jihadnya, Dakwahnya dan Perilakunya, ia tidak cenderung kepada ifrath dan tidak pula kepada tafrith dalam semua masalah dien ini; (Mereka -sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam- adalah pertengahan dalam bab Sifat-Sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala antara Ahlut Ta’thil Al Jahmiyyah dengan Ahlut Tamtsil Al Musyabbihah, mereka pertengahan dalam bab Af’aalullah ta’ala antara Al Qadariyyah dengan Al Jabbariyyah, dan dalam bab Wa’idullah antara Murji’ah dengan Wai’idiyyah dari kalangan Qadariyyah dan yang lainnya, dan dalam bab Al Iman dan ad dien antara Haruriyyah dan Mu’tazilah dengan Murjiah dan Jahmiyyah, serta dalam hal sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam antara Rafidlah dengan Khawarij). Dari Al Aqidah Al Washthiyyah.

- Dan dhuhur ini mencakup juga; dhuhur (kemenangan) hujjah dan dakwah mereka atas lawan-lawan mereka, karena di antara makna dhuhur adalah ghalabah (menang), oleh sebab itu datang dalam sebagian riwayat-riwayat Hadits “Manshurin” dan dalam sebagian riwayat “qahrin li ‘aduwwihim” dan “dhahirin ‘ala man naawa-ahum”. Namun tidak mesti darinya kemenangan materi selalu, karena kemenangan dien ini dan dhuhur hujjahnya, kuat barahinnya, kepatenan syariatnya serta keberadaannya di atas agama-agama dan ajaran-ajaran lainnya adalah tergolong makna dhuhur, ‘uluw, ‘izzah dan kemenangan terbesar….. sampai Allah memberikan tamkin bagi dien ini dan pemeluknya di bumi ini. Dan kami dengan karunia Allah melihat langsung kemenangan dakwah ini serta ketinggian kalimat dan hujjahnya atas dakwah-dakwah lain yang menyimpang di zaman ini, sebagaimana memang keberadaannya seperti itu di setiap zaman. Ia adalah dakwah marfu’ah muthahharah mubarakah yang tidak membutuhkan dan penganutnya juga tidak membutuhkan kepada apa yang dijadikan sandaran oleh lawan-lawannya berupa sikap tadlis, talbis, dusta dan mempermainkan nushush, oleh sebab itu sangat cepat sekali mereka terbongkar dan syubhatnya berguguran saat ahlu dakwah ini mempecundangi mereka dengan halilintar Al Kitab dan As Sunnah.

Dan begitu juga keadaan para musuh dakwah ini dari kalangan thawaghit dan ansharnya, sering sekali kami hadapi mereka bi fadllillah ta’ala wa tatsbitih dengan dalil-dalil syar’iy, kami bongkar dalih-dalih mereka dan hiasan-hiasan mereka, dan kami gugurkannya dengan barahin Al Kitab Was Sunnah, sehingga mereka terbongkar dan mereka kelabakan, atau menundukkan kepala di hadapan kejelasan hujjah-hujjah dakwah yang tinggi ini dan di hadapan telanjang dan gugurnya kebohongan kebathilan mereka, sehingga mayoritas mereka beralih -bila tidak memiliki kekuasaan untuk mengancam dan menyiksa-[52] kepada pelontaran alasan rizki, dlarurat, tekanan realita, dan…. segudang alasan kaum munhazimin.

Bahkan mereka berlindung dengan hal seperti itu di hadapan sebagian ‘awam al muwahhidin. Dan saya ingat seorang ummiy dari al muwahhidin pernah mendebat mereka selalu dengan ucapannya: (Ia adalah dua kalimat: “sembahlah Allah dan jauhi thaghut” tidak butuh terhadap ke sana kemari dan putar-putar; apakah kalian menjauhi thaghut atau justru kalian melindungi dan membelanya??) maka merekapun tidak mendapatkan jawaban, bahkan mereka malah berupaya mengelak dan berlindung dengan alasan-alasan yang rapuh dan ini pembenaran ucapan Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah:

والعامّي من الموحّدين يغلب الألف من علماء المشركين، كما قال تعالى: ”وإن جندنا لهم الغالبون” فجند الله هم الغالبون بالحجة واللسان، كما أنهم الغالبون بالسيف والسنان) أهـ كشف الشبهات.

(Dan satu orang awam dari Al Muwahhidien bisa mengalahkan seribu dari ulama kaum musyrikin, sebagaimana firman Allah ta’ala: “Dan sesungguhnya tentara Kami akan mengalahkan mereka”. Tentara Allah itulah yang menang dengan hujjah dan lisan, sebagaimana mereka itu juga yang menang dengan pedang dan tombak). Kasyfusysyubuhat.

Dan ini semuanya tergolong kemenangan hujjah dan dakwah thaifah ini, serta penaklukkan mereka terhadap orang yang merintangi mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dialah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dienul haq supaya Dia memenangkannya atas dien seluruhnya walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukainya.” (At Taubah: 33)

Dan Dia subhanahu berfirman:

“Maka Kami bantu orang-orang yang beriman atas musuh mereka menjadi orang-orang yang menang”. (Ash Shaff: 14)

Dan firman-Nya ta’ala:

“Dan Milik Allahlah kejayaan ini, dan bagi Rasul-Nya serta bagi kaum mu’minin”. (Al Munafiqin: 8)

Allah ta’ala hanyalah mengangkat keberadaan dakwah ini, membuat jaya thaifahnya serta meninggikan hujjah mereka, dengan ketaatan mereka, istiqamah di atas perintah Allah, keteguhan mereka di atas Al Haq yang diwariskan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan jihad mereka fisabilillah, sebagaimana firman Allah ta’ala:

“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya”. (Fathir: 10)

Allah subhanahu menjelaskan bahwa istiqamah di atas amrullah dan amal shaleh yang menepati Al Haq, ialah yang mengangkat dakwah dan ucapan. Dan dengan ini sebagian ulama menafsirkan ucapan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang Khawarij: (mereka membaca Al Qur’an seraya ia tidak melewati tenggorokan mereka), yaitu tidak diangkat, tidak diterima, tidak ditampakkan dan tidak dijayakan, karena ia tidak dibarengi amal shaleh yang selaras dengan syari’at yang mengangkatnya, namun justru amal-amal mereka itu ghuluw dan keluar dari aturan syari’at serta aniaya terhadap kaum muslimin.

Dan ini sebagai bukti pembenaran firman-Nya ta’ala:

“Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberi manfaat bagi manusia, maka ia tetap di bumi”. (Ar Ra’du: 17)

(2) Dan di antara khashaish thaifah ini -semoga Allah menjadikan kami dan engkau bagian dari penganutnya- juga adalah bahwa ia adalah thaifah yang berperang di atas amrullah, bukan di atas amr (urusan/perintah) selain-Nya, ia berupaya untuk mengangkat syariat Allah dan membelanya dengan tangan, kekuatan dan senjata, di samping dengan ucapan, hujjah dan lisan. Di dalam lafadh An Nasai akan hadits ini dari Salamah Ibnu Nufail Al Kindiy radliyallahu ‘anhu, berkata:

كنت جالساً عند رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال رجل: يا رسول الله! أذال الناس الخيل، ووضعوا السلاح، وقالوا: لا جهاد، قد وضعت الحرب أوزارها. فأقبل رسول الله صلى الله عليه وسلم بوجهه، وقال: (كذبوا، الآن الآن جاء القتال، ولا يزال من أمتي أمة يقاتلون على الحق، ويزيغ الله لهم قلوب أقوام، ويرزقهم منهم، حتى تقوم الساعة، وحتى يأتي وعد الله، والخيل معقود في نواصيها الخير إلى يوم القيامة…) الحديث إلى قوله: (وعقر دار المؤمنين الشام) وهو في مسند أحمد أيضاً (4/104).

“Saya pernah duduk di samping Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, orang-orang meninggalkan kuda[53] dan meletakkan senjata serta berkata: “Tidak ada jihad, perang sudah usai”. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menghadapkan wajahnya dan berkata: (Mereka bohong, sekarang telah datang perang, dan akan senantiasa dari umatku suatu umat yang berperang di atas al haq, Allah palingkan bagi mereka hati-hati banyak kaum, dan Dia memberi rizki mereka dari kaum-kaum itu sampai tiba sa’ah dan sampai datang janji Allah. Dan kuda itu diikatkan kebaikan di ubun-ubunnya hingga hari kiamat…) hingga sabdanya: (Dan pusat darul mu’minin adalah Asy Syam). Ia ada pada Musnad Ahmad juga 4/104.

(3) Di antara kekhususan thaifah ini -semoga Allah menjadikan kami dan engkau bagian dari tintanya yang bertauhid- bahwa ia tidak merasa terganggu karena sedikitnya Al Anshar dan banyaknya orang-orang yang menyelisihi, orang-orang yang mendustakan, orang-orang yang menggembosi dan orang-orang yang menentang, sebagaimana sifat ini datang pada hadits ini:

(لا يضرهم من كذبهم ولا من خالفهم) و(لا يضرهم من خذلهم).

“Tidak membahayakan mereka orang-orang yang mendustakan mereka dan tidak pula orang yang menyelisihi mereka”, dan “tidak membahayakan mereka orang yang menggembosi mereka”.

Hal itu tidak membuat mereka berhenti dari melanjutkan jihad, dan tidak memalingkan dari sikap terang-terangan dengan dakwah mereka apa yang dilakukan oleh al khushum berupa takdzil (penggembosan), dusta, mengada-ada, celaan, dan pelabelan dengan gelar-gelar yang sangat busuk, seperti Khawarij, Takfiriy, Teroris, Militan dan tuduhan lainnya yang telah diisyaratkan sebagiannya.

Semua itu tidak menyimpangkan mereka dan manhaj thaifah ini yang paling mendasar yang mana ia adalah “amrullah” sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Dan mereka tidak melepaskan diri dari kebenaran mereka yang mereka pegang, atau menganut pemikiran-pemikiran dan keyakinan-keyakinan yang berupa reaksi balik terhadapnya yang dilakukan oleh lawan-lawan dan musuh-musuh mereka kepada diri mereka berupa teror pemikiran, atau teror mental atau teror phisik. Sama sekali tidak, karena aqidah mereka, manhaj mereka, dakwah mereka, jihad mereka dan qital mereka semua itu mereka ambil dari Amrullah dan syari’atnya yang bebas dari hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.

Oleh sebab itu pendukung thaifah ini tidak merasa kesepian dengan sedikitnya anshar mereka dan bersatunya semua yang ada di bumi atas sikap memusuhi mereka. Bagaimana mereka merasa kesepian sedangkan Pelindung mereka selalu bersama mereka:

“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang mana mereka itu berbuat baik”. (An Nahl: 128)

Dan telah dikatakan kepada sebagian salaf[54]: “Apa engkau tidak merasa kesepian? Dia menjawab: Bagaimana saya merasa kesepian sedangkan Dia berfirman: “Aku adalah teman duduk orang yang mengingatKu.”

Dan di dalam hadits qudsiy Allah ta’ala berfirman:

(أنا مع عبدي ما ذكرني وتحرّكت بي شفتاه)

“Aku selalu bersama hamba-Ku selama ia mengingatKu dan kedua bibirnya bergerak dengan (mengingat)Ku.”[55]

Sedangkan Al Firqah An Najiyah selalu mengingat Allah dan tidak lalai dari mengingat-Nya sekejap pun, karena mereka memikul keinginan besar untuk meninggikan dien-Nya dan nushrah dakwah-Nya di waktu pagi dan sore. Dan yang merasa kesepian itu adalah orang yang lemah hubunganya dengan Allah, sedikit ibadahnya dan jarang dzikirnya. Dan ini adalah termasuk bekal yang tidak diterlantarkan dan disepelekan oleh ashhabuth thaifah ini, Allah sendiri telah mensifati para pendahulu mereka, bahwa mereka:

“Menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (Al Kahfi: 28)

Dan bahwa mereka itu:

“Sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (Adz Dzariyat: 17-18)

Mereka itu memikul urusan dien ini dan keberhasilan dakwah yang mahal ini di dada mereka siang malam, mereka habiskan waktu dan umur mereka dalam jihad dalam rangka meninggikan dan menjayakannya, oleh sebab itu mereka tidak melupakan kebersamaan Penolongnya, Pelindungnya, Pemberi kejayaannya serta Pembelanya. Dan bagaimana merasa kesepian sedangkan Dia Subhanahu wa Ta’ala Pelindung mereka, Dialah sebaik-baik Penolong dan Pelindung.

Sebagaimana mereka tidak merasa kesepian karena sedikitnya Anshar para penempuh jalan ini di zaman mereka, selama mereka teringat akan orang-orang yang telah mendahului mereka di atas jalan yang mulia ini dari kalangan mu’min, muttaqin, mujahidin, syuhada dan para Nabi, serta orang terdepan mereka khatamul Anbiya shalallahu ‘alaihi wa sallam, panglima dan panutan mereka.

Selama mereka menghibur diri dan merasakan kebersamaan panglima yang agung ini dan sikap terdepan beliau di depan barisan dalam dakwah, jihad dan qital fi sabilillah, maka bagaimana dan mana mungkin mereka merasa kesepian?

Bukankah Allah tabaraka wa ta’ala berfirman:

“Muhammad itu Rasulullah, dan orang-orang yang bersamanya keras terhadap orang-orang kafir lagi kasih sayang di antara mereka,“ (Al Fath: 29)

Mereka itu dengan karunia dan taufiq Allah tergolong orang yang bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam meskipun mereka telah dihalangi waktu yang panjang, selagi mereka itu mengikuti tuntunannya, berpegang teguh pada sunnahnya lagi istiqamah di atas jalan dan dakwahnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah saat menjelaskan firman-Nya ta’ala:

“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

Beliau berkata sesungguhnya (keberadaan Nabi berperang bersamanya atau terbunuh bersamanya ribbiyyun yang banyak tidaklah mesti bahwa Nabi ada di tengah mereka dalam peperangan, akan tetapi setiap orang yang mengikuti Nabi dan dia berperang di atas dien-nya maka berarti ia telah berperang bersamanya, dan inilah yang dipahami para sahabat, karena peperangan mereka terbesar adalah setelah wafat beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, sampai mereka menaklukkan Syam, Mesir, Irak, Yaman, ‘Ajam, Romawi, Maghrib dan Masyriq. Dan saat itu nampaklah banyaknya orang yang terbunuh bersamanya, karena orang-orang yang berperang dan terbunuh sedang mereka di atas dienul Anbiya adalah banyak, sehingga dalam ayat ini ada pelajaran bagi seluruh mu’minin hingga hari kiamat, karena mereka seluruhnya beperang bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan di atas diennya meskipun beliau telah meninggal.

Dan mereka itu masuk dalam firman-Nya:

“Muhammad itu Rasulullah, dan orang-orang yang bersamanya keras terhadap orang-orang kafir lagi kasih sayang di antara mereka,“ (Al Fath: 29)

Dan dalam firman-Nya:

“Dan orang-orang yang beriman sesudahnya, mereka hijrah dan berjihad bersama kalian”. (Al Anfal: 75)

Maka tidak disyaratkan keberadaan orang bersama yang ditaatinya itu dia bisa menyaksikan yang ditaatinya itu lagi memandang kepadanya). Majmu Al Fatawa cet. Dar Ibnu Hazm 1/48.

Hendaklah memahami ini baik-baik dan mencamkannya setiap orang yang ingin bergabung dengan kendaraan Ath Thaifah Al Qaimah Bi Dienillah ini, dan keterasingan mereka di antara manusia janganlah membuat dia merasa sepi… Dan semoga Allah merahmati Ibnul Qayyim saat berkata:
فالناس كالأموات في الحسبان
الغرباء حقاً عند كل زمان
والتابعون لهم على الإحسان
ومحارب بالبغي والطغيان
ذقت الأذى في نصرة الرحمن لا توحشنّك غربة بين الورى
أو ما علمت بأن أهل السنة
قل لي متى سلم الرسول وصحبه
من جاهل ومعاند ومنافق
وتظن أنك وارثٌ لهم وما

Janganlah keterasingan di antara manusia membuatmu merasa sepi

Karena manusia itu seperti mayat dalam perhitungan

Apa engkau tidak tahu bahwa Ahlussunnah itu

Orang-orang asing sebenarnya di setiap zaman

Katakan kepadaku kapan selamat Rasul dan sahabatnya

Juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan

Dari orang jahil, mu’anid, dan orang munafiq

Juga orang yang memerangi dengan sikap aniaya dan melampaui batas

Dan engkau mengira bahwa engkau pewaris mereka, sedangkan belum

Pernah merasakan kepedihan dalam membela (dien) Ar Rahman.

(4) Dan di antara Khashaish Thaifah ini -semoga Allah jadikan kami dan engkau bagian dari ‘asakirnya- adalah bahwa jihadnya, kemenangannya serta keberadaan orang yang menegakkan dien ini dan membelanya dari kalangan mereka adalah selalu berkesinambungan di setiap waktu dan kondisi, dan dalam kondisi adanya darul Islam atau tidak adanya hingga datangnya kiamat.

Dan telah lalu dalam lafadh-lafadh haditsnya suatu yang menunjukkan terhadap istimrariyyah (keberlangsungan) penegakan terhadap perintah Allah oleh thaifah ini, sebagaimana ini nampak dari sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Akan senantiasa” dan “Mereka selalu nampak menang” atau “Mereka menang hingga hari kiamat,” atau hingga “qiyamissaa’ah” atau “sampai datang amrullah”[56] dan “Sampai akhir mereka memerangi Dajjal.”

Tidak merintangi mereka atau menghalangi mereka atau menghentikan mereka dari nushrah dienillah ta’ala dan tauhid-Nya di mana saja mereka mampu; satupun dari syubhat, dan ucapan-ucapan bathil orang-orang yang duduk dari nushrah dien ini, mereka itu melaksanakan perintah Allah dan membelanya, serta mereka berperang dalam rangka menegakkan dan merealisasikan tauhid di setiap keadaan, baik ada Al Imam Al Qawwam (pemimpin yang mengayomi) urusan ahlul Islam ataupun tidak ada, dan baik ada dar dan daulah bagi kaum muslimin ataupun tidak ada.

Mereka itu selalu menegakkan amrullah dan syari’at-Nya dalam setiap kondisi, mereka membelanya dengan hujjah, lisan dan bayan, serta dengan kekuatan, perlengkapan dan senjata, sesuai keadaan, tempat dan kesempatan.

Orang yang tidak mampu di antara mereka dari kekuatan di suatu waktu tertentu maka ia tidak duduk meninggalkan i’dad maknawiy dan materi, dan dia tidak meninggalkan dakwah ilat tauhid, terang-terangan dengan nushratuddien dan melaksanakan kewajiban bayan di setiap tempat. Dan termasuk orang yang mustadl’af di antara mereka dan tidak mampu atas hal ini dan itu maka ia tidak akan tidak mampu dari membela dien ini dan pemeluknya walau dengan doa.

Nashruddien bagi mereka adalah seperti yang dikatakan Ibnul Qayyim:

هذا ونصر الدين فرض لازم لا للكفاية بل على الأعيان

بيد وإما باللسان فإن عجــز ت فبالتوجه والدعا بلسـان

Inilah sungguh membela dien ini ada kefardluan yang harus

bukan fardlu kifayah namun atas individu

Dengan tangan atau dengan lisan, kemudian andai kau tak kuasa

maka dengan tawajjuh dan doa dengan lisan.

Oleh sebab itu, dakwah mereka senantiasa nampak, dien mereka tegak, dan hujjah mereka menang lagi jelas sebagaimana yang dikabarkan Al Mushthafa shalallahu ‘alaihi wa sallam sampai datangnya hari kiamat.

Adapun khushum mereka dari kalangan Ahlul Bida’ atau musuh-musuhnya dari kalangan Ahlisy syirki Wal Bathil, maka dakwah-dakwah mereka itu terputus lagi berjatuhan, dusta dan syubuhat mereka itu terlempar, kebathilan mereka gugur dan perhiasan-perhiasan mereka terkalahkan, sebagaimana yang Allah ta’ala kabarkan:

“Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberi manfaat bagi manusia, maka ia tetap di bumi”. (Ar Ra’du: 17)

Oleh sebab itu Abu Bakar Ibnu ‘Iyasy berkata:

(… أهل السنة يموتون، ويحيى ذكرهم، وأهل البدعة يموتون، ويموت ذكرهم، لأن أهل السنة أحيوا ما جاء به الرسول صلى الله عليه وسلم؛ فكان لهم نصيب من قوله: (( ورفعنا لك ذكرك )). وأهل البدعة شنؤوا ما جاء به الرسول صلى الله عليه وسلم، فكان لهم نصيب من قوله: (( إن شانئك هو الأبتر )) أهـ عن مجموع الفتاوى (ط دار ابن حزم) (16/292).

(.. Ahlussunnah meninggal dunia namun hidup penyebutan mereka, sedangkan Ahlul Bid’ah mati dan mati pula penyebutan mereka, karena Ahlus Sunnah menghidupkan apa yang dibawa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga mereka mendapat bagian dari firman-Nya: “Dan Kami tinggikan bagimu penyebutanmu,” dan Ahlul bid’ah itu menjelekkan apa yang dibawa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga mereka memiliki bagian dari firman-Nya: “Sesungguhnya orang yang mencelamu itulah yang terputus.”). Dari Majmu’ Al Fatawa cet. Dar Ibnu Hazm 16/292.

Wa Ba’du:

Telah jelas bagi setiap orang yang obyektif yang membaca apa yang telah lalu dari ucapan kami dalam lembaran-lembaran ini: Bahwa kami bihamdillah wa taufiqihi tergolong orang yang sangat antusias sekali untuk tamassuk dan mengikuti thariqah Ashhab Ath Thaifah Adh Dhahirah Al Qaimah Bi Amrillah ini, yang mana mereka itu adalah Khawash (orang-orang khusus) Ahlussunnah Wal Jama’ah Ashhab Al Firqah An Nadiyah, kami memohon kepada-Nya ta’ala agar menerima kami dalam barisan mereka dan meneguhkan kami di atas jalan mereka, serta menggiring kami di bawah panji panglima mereka shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagaimana telah nampak bagi setiap orang yang mentela’ahnya bahwa kami mengikuti jejak mereka dan meniti langkah-langkah mereka dalam semua abwabuddien, dan di antara hal itu adalah bab-bab al wa’du dan al wa’id, al iman dan takfier yang mana lembaran ini ditulis tentangnya.

Dan bahwa kami tidak takfier manusia bil ‘umum sebagaimana yang difitnahkan oleh lawan dakwah yang penuh berkah ini terhadap kami, dan kami juga tidak mengkafirkan dengan satupun dari kekeliruan-kekeliruan dan keganjilan-keganjilan itu yang dengannya banyak dari kaum ghulat atau juhhal atau yang lainnya mengkafirkan.

Bahkan kami tidak mengkafirkan kecuali orang yang telah dikafirkan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan nushush yang shahihah lagi sharihah, supaya kami menjadi sebagaimana yang Allah ta’ala perintahkan kepada kita orang-orang yang menegakkan karena Allah lagi menjadi saksi dengan adil, dan orang-orang yang menegakkan keadilan, lagi saksi-saksi karena Allah walau atas diri kita, kedua orangtua dan karib kerabat.

Dan kami bersaksi atas orang muhsin bahwa dia itu muhsin, dan terhadap orang yang berbuat buruk bahwa ia itu berbuat buruk, sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ath Thabraniy dalam Al Ausats dan Al Baihaqiy dalam Az Zuhd Al Kabir dari Abu Sa’id Al Khudriy secara marfu’:

( ألا إني أوشك أن أدعى فأجيب، فيليكم عُمّال من بعدي، يقولون ما يعلمون، ويعملون بما يعرفون، وطاعة أولئك طاعة، فتلبثون كذلك دهراً، ثم يليكم عمال من بعدهم، يقولون ما لا يعلمون، ويعملون ما لا يعرفون، فمن ناصحهم ووازرهم وشد على أعضادهم، فأولئك قد هلكوا وأهلكوا، خالطوهم بأجسادكم، وزايلوهم بأعمالكم، واشهدوا على المحسن بأنه محسن، وعلى المسيء بأنه مسيء).

“Ketahuilah sesungguhnya saya hampir saja dipanggil terus saya memenuhi panggilan, kemudian mengurusi kalian para pemimpin sesudahku, mereka mengatakan apa yang mereka ketahui, dan mengamalkan apa yang mereka kenali, maka taat kepada mereka adalah ketaatan, dan kalianpun dalam keadaan seperti itu sementara waktu, kemudian mengurusi kalian ‘ummat setelah mereka, mereka mengatakan apa yang tidak mereka ketahui dan mengamalkan apa yang tidak mereka ketahui, maka siapa yang setia kepada mereka, mendampingi mereka dan memperkokoh mereka, maka mereka itu telah binasa dan membinasakan. Perbaurilah mereka dengan jasad kalian dan jauhilah mereka dengan amalan kalian, serta persaksikanlah atas orang muhsin bahwa dia itu muhsin, dan atas orang yang berbuat buruk bahwa dia itu buruk.”

Inilah …. Sungguh setiap orang yang mentelaah lembaran-lembaran kami ini dan tulisan-tulisan kami yang lainnya, dia telah mengetahui bahwa semua yang kami bicarakan dalam bab-bab takfier, yaitu hanya tergolong kekafiran yang nyata jelas lagi terang yang diijmakan para ulama.

Dan kami saat mengkafirkan para thaghut dan ansharnya itu, hanyalah mengkafirkan mereka dengan murni syirik terhadap Allah dan peribadatan terhadap selain-Nya, yang berupa tuhan-tuhan yang diklaim lagi cerai berai, dengan cara menjadikan mereka sebagai arbab yang membuat hukum selain Allah, tawalliy kepada mereka dan tawalliy terhadap kemusyrikan mereka dan undang-undang kafir mereka, dan ia adalah bentuk mencari pemutus, musyarri’ (pembuat hukum) dan rabb selain Allah, dan memilih dien dan hukum selain Islam. Dan atas dasar ini kami hanya mengkafirkan mereka dengan sebab penohokan syahadat tauhid yang mana orang yang menohoknya dikafirkan dengan ijma kaum muslimin, serta takfier mereka itu bukan tergolong takfier dengan hal-hal yang muhtamal, atau takfier bil lazim wal ma-aal, atau takfier dengan keraguan atau dugaan atau perkiraan atau hal lainnya yang telah lalu tahdzir dan bara’ah kami darinya dalam akhtha’ut takfier (kekeliruan-kekeliruan takfier).

Sama sekali tidak… sungguh mereka itu telah masuk dalam pintu-pintu yang beraneka ragam dari al kufrul bawwah dan asy syirku ash sharrah yang menggugurkan ashlu dienil Islam dan syahadat laa ilaaha illallah.

Dan sebagiannya telah kami isyaratkan pada uraian yang lalu, dan kami juga sebutkan hal lain yang banyak dalam tulisan-tulisan kami yang lainnya, silahkan rujuk ke sana bila engkau ingin tambahan dalam hal ini, supaya engkau bertambah yakin akan sikap bara’ah kami dari apa yang dituduhkan oleh khushum dakwah ini terhadap kami, dari kalangan orang-orang masa kini, para pemandul dakwah dan kaum penebar berita bohong, berupa tuduhan ghuluw dalam takfier, atau madzhab Khawarij dan kaum Takfiriyyin lainnya.

Dan supaya engkau mengetahui benar akan kebathilan apa yang difitnahkan terhadap kami oleh musuh-musuh kami yang memiliki kekuasaan di pemerintahan kafir ini dari kalangan penguasa murtad dan kaki tangannya, berupa tuduhan takfierunnas bil ‘umum, agar dengannya mereka memalingkan manusia dan menyibukkannya dari apa yang selalu kami dengung-dengungkan berupa takfier para thaghut hukum dan yang lainnya dari kalangan al arbab al musyarri’in al mutafarriqin, anshar mereka dan para aparat pelindung qawanin mereka yang menghabiskan umurnya dan menyerahkan kekuatannya dalam melindungi, mengokohkan, dan menjaga undang-undang kafir itu, serta malaksanakannya dan mengaktifkan aturan-aturannya, hukum-hukumnya dan mahkamah-mahkamahnya.

Karena ia adalah peperangan kami dan perseteruan kami yang paling inti, yang mana kami telah bersumpah terhadap diri kami semenjak Allah memberi kami hidayah, untuk tidak berpaling darinya atau keluar dari lingkarannya. Dan orang yang mengecek tulisan-tulisan kami, ia melihatnya seluruhnya terfokus dan terbatas padanya atau tentang apa yang mencabang darinya.

Dan kami seharipun tidak pernah menyibukkan dengan pembicaraan takfierunnas bil ‘umum, atau menguji mereka, dan tidak tentang takfier lawan-lawan kami dan orang-orang yang mencela kami dari kalangan yang intisab kepada Al Islam dan dakwah dari orang-orang yang menyelisihi kami dalam takfier para thaghut dan ansharnya; selama mereka itu tidak membatalkan tauhid atau membela syirik dan tandid, atau melegalkannya atau membolehkan nushrahnya.

Dan oleh karena itu kami mengharapkan diri kami termasuk pasukan atau tentara Ath Thaifah Adh Dhahirah Al Qaimah Bi Dienillah ta’ala, dan kami mengajakmu untuk bergabung dalam barisannya serta bergabung dalam pasukan-pasukannya di mana saja mereka berada.

Lihatlah untuk manfa’at dirimu, karena pagi telah nampak bagi orang yang memiliki dua mata… dan mesti membedakan dan memilih.

Pilihlah bagi dirimu setelah ini, apa kamu tergolong mereka orang-orang yang menggembosi dakwah kami dan dien kami, atau kamu bergabung dengan Ashhab Ath Thaifah Adh Dhahirah Al Qaimah Bi Dienillah di mana saja mereka berada… Sehingga engkau menjadi bagian dari ‘Asakir dan ansharnya.

Pilihlah bagi dirimu… engkau menjadi musuh kami atau kekasih kami.

Dan pilihlah… engkau menjadi penolong bagi dakwah yang mahal ini atau menjadi penggembos…

Di sisi Pemilik ‘Arsylah manusia mengetahui apa beritanya.

Selesai diedit dengan karunia dan taufiq Allah di sel no. 1 di penjara Al Jufri di padang pasir Yordania. Dan itu di waktu dini hari malam 27 Ramadlan tahun 1419 Hijriyyah.

Ya Allah di pintu-Mu kami hentikan kendaraan kehinaan dan pengaduan…

Dan keharibaan-Mu kami keluhkan kelemahan dan kebutuhan…

Dan kepada ridla-Mu dan untuk diterimanya apa yang kami tulis, kami ucapkan dan kami amalkan, kami ulurkan tangan kesulitan dan kepayahan

Dan hanya kepada Engkau kami adukan perlakuan lawan-lawan kami yang mencela dakwah kami, yang memfitnah kami, Engkaulah Yang Maha Tahu rahasia…

Ya Allah jangan Engkau jadikan apa yang telah dituangkan benak kami ini suatu yang tertolak dengan pengusiran dan penjauhan.

Dan jangan Engkau jadikan apa yang digoreskan oleh jari-jari kami ini saksi atas kami di hari persaksian dilangsungkan…

Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemaaf lagi mencintai pemberian maaf, maka ampunilah daku…

Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemaaf lagi mencintai pemberian maaf, maka ampunilah daku…

Ya Allah jadikanlah penghujung hidupku syahadah yang dengannya aku dapatkan tingkatan tertinggi yang dekat dengan-Mu

Dan dengannya engkau putihkan wajahku saat wajah-wajah menjadi putih dan hitam di hari pemaparan di hadapan-Mu. Amiin.

Dan limpahkan Ya Allah shalawat dan salam terhadap Nabi-Mu dan Rasul-Mu Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya seluruhnya.

Ditulis oleh Al Faqir ila rahmati Rabbihi wa Mardlatih

‘Ashim


Daftar Pustaka

Al Ijabah li Iiradi Mastadrakathu Aisyah ‘Alash Shahabah, Az Zakkasyi, Al Maktab Al Islami, cetakan Ketiga, Beirut 1400 H.
Al Arba’in An Nawawiyyah (Matan) Dar Ibni Hazm Beirut.
Irsyadul Fuhul iIaa Tahqiq ‘Ilmil Ushul, Asy Syaukaniy, Mu’assasah Al Kutub Ats Tsaqafiyyah cetakan keenam Beirut.
Al Isti’ab Fi Ma’rifatil Ashhab, Ibnu Abdil Barr, Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah cetakan Pertama Beirut.
Ushulul Fiqh, Abdul Wahhab Khalaf Darul Qalam, cetakan kedua belas, Kuwait.
Al I’tisham, Asy Syathibiy, Darul Khaniy: cetakan pertama Riyad.
I’lamul Muwaqqi’in ‘An Rabbil ‘Alamin, Ibnul Qayyim, Darul Fikr cetakan kedua Beirut.
Iqtidhaush Shirathil Mustaqim Mukhalafata Ashhabil Jahim, Ibnu Taimiyyah, Darul Khail, cetakan Pertama Beirut.
Badaiul Fawaid, Ibnul Qayyim, Darul Fikr.
Al Bidayah Wan Nihayah, Ibnu Katsir, Maktabah Al Ma’arif cetakan tahun 1408 H.
At Takhwif Minannar Wat Ta’rif Bihal Daril Bawar, Ibnu Rajab Al Hanbaliy Dar Ar Rasyid, cetakan kedua, Damaskus, Beirut.
At Targhib Wat Tarhib, Al Mundziriy, Dar Maktabah Al Hayah cetakan tahun 1411 H, Beirut.
Taisirul ‘Aziz Al Hamid Fi Syarhi Kitabit Tauhid, Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab, Al Maktab Al Islamiy cetakan kedelapan Beirut.
Jami’ul Bayan ‘An Ta’wili Aayil Qur’an, Ibnu Jarir Ath Thabari, Darul Fikri 1415 H Beirut.
Al Jami Fi Thalabil ‘Ilmisy Syarif, Abdul Qadir Ibnu Abdil Aziz, juz dua darinya saja (naskah photo copy dari cetakan pertamanya yang ada sebagian kekurangan di dalamnya).
Khalq Af’alil ‘Ibad, Al Bukhari, Tahqiq Badr Al Badr cetakan Ad Dar As Salafiyyah 1405 H, Kuwait.
Riyadlush shalihin, An Nawawi, Mu’assasah Al Kitab Ats Tsaqafiyyah, cetakan ketiga, Beirut.
Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairil Ibad, Ibnul Qayyim, Mu’assatur Risalah, cetakan keempat belas 1410 H (kurang juz 3 di penjara).
Az Zuhdu, Al Imam Ahmad, Darul Kitab Al ‘Arabiy cetakan kedua Beirut.
Az Zawajir ‘An Iqtirafil Kabair, Al Haitamiy, Darul Fikr, cetakan pertama.
As Sailul Jarrar Al Mutadaffiq ‘Ala Hadaiqil Azhar, Asy Syaukaniy, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah cetakan pertama, Beirut.
Syarhul Aqidah Ath Thahawiyyah, Ibnu Abil ‘Izzi, Al Maktab Al Islamiy, cetakan kesembilan, Beirut.
Syarhu Qashidah Ibnu Qayyim, Ahmad Ibnu Ibrahim Ibnu Isa, Al Maktab Al Islamiy, cetakan ketiga 1406 H.
Syarhu Kitab As Sair Al Kabir, As Sarkhasiy, Darul Kutub Al Ilmiyyah, Beirut, cetakan pertama 1417 H.
Asy Syifa Bi Ta’rif Huquqil Mushthafa, Al Qadli ’Iyadl, Darul Kutub Al Ilmiyyah, Beirut.
Ash Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul, Ibnu Taimiyyah, Al Maktabah Al Ashiriyyah cetakan 1415 H, Beirut.
Shahih Muslim Bi Syarhi An Nawawiy, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah cetakan pertama, Beirut.
Thariqul Hijratain wa Babus Sa’adatain, Ibnul Qayyim, Maktabatul Hayah, cetakan, Beirut 1980 M.
‘Aunul Ma’buud Syarh Sunan Abu Dawud, Abuth Thayyib Aabadiy, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah cetakan kedua, Beirut.
Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhariy, Ibnu Hajar, Maktabah Daris Salam Riyad, cetakan pertama 1418 H.
Fathul Qadir Al Jami Baina Fannai Ar Riwayah Wad Dirayah Min ‘Ilmit Tafsier, Asy Syaukani, Darul Ma’rifah, Beirut.
Al Farq Bainal Firaq, Abdul Qahir Al Baghdadi, Darul Ma’rifah, Beirut.
Al Fawaaid, Ibnul Qayyim, Darul Fiqr, Beirut cetakan 1408 H.
Qawaidul Ahkam Fi Mashalihil Anam, ‘Izzuddin Abdus Salam, Darul Ma’rifah, Beirut.
Majmu’atul Fatawa, Ibnu Taimiyyah, cetakan dar Ibni Hazm, tahqiq ‘Amir Al Jazzar dan Anwar Al Baz cetakan pertama, 20 jilid.[57]
Majmu’ah Fatawa, Ibnu Taimiyyah, cetakan Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah (6) jilid.
Mukhtashar Al ‘Uluw, Adz Dzahabiy, Al Maktab Al Islamiy, cetakan kedua 1412 H.
Mudzakkirah Ushulil Fiqhi, Asy Syinqithiy, Al Maktabah As Salafiyyah, Al Madinah Al Munawwarah.
Ma’arij Al Qabul Bi Syarhi Sulamil Wushul, Hafidh Al Hakamiy, Dar Ibnu Qayyim, Dammam, cetakan kedua.
Al Mughniy ‘Ala Mukhtashar Al Kharqiy, Ibnu Qudamah Al Maqdisiy, Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah cetakan pertama, Beirut.
Al Milal Wan Nihal, Asy Syahrastaniy, Darul Fikr, Beirut.
Millah Ibrahim Wa Dakwatul Anbiya, Abu Muhammad Al Maqdisiy, cetakan pertama.
Nailul Authar Syarh Muntaqal Akhbar, Asy Syaukaniy, Darul Fikr, Beirut 1414 H.
Al Wadlih Fi Ushulil Fiqhi lil Mubtadi’in, Muhammad Al Asyqar, Ad Dar Salafiyyah, Kuwait, cetakan pertama.
Di samping sebagian buku tulis ringkasan dan faidah-faidah yang dikutip dari kitab-kitab lain yang bertebaran di penjara-penjara lain.

[1] Al Milal Wan Nihal karya Asy Syahrastaniy hal: 114


[2] Al Bidayah Wan Nihayah 7/274

[3] Rujukan yang lalu 7/278, dan maksudnya adalah bahwa mereka meskipun saling berperang, namun mereka tetap menjaga hak Islam di antara mereka, tidak seperti Khawarij yang tumbuh dalam fitnah-fitnah itu.

[4] Yaitu apa yang terjadi berupa tahkim Al Hakamain di Shiffin.

[5] Dikeluarkan oleh An Nasai dalam Khashaaish Ali radliyallahu ‘anhu hal: 32 dari Abdullah Ibnu Rafi dengan isnad shahih.

[6] 4/54, dan Al Hafidh Ibnu Hajar berkata tentang Abu Ruzain: Benarnya adalah Abu Zurair, yaitu Abdullah Ibnu Zarair, dan ia itu tsiqah yang dituduh syi’ah.

[7] Sebagaimana yang disebutkan Ath Thabari, dan darinya Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah 7/288.

[8] Fathul Bari (Kitab Istitabatil Murtaddin…) (Bab Qatlil Khawarij Wal Mulhidin).

[9] Al Bidayah Wan Nihayah 7/288, dan dalam penuturan Ibnu Abi Syaibah, bahwa mereka berkata kepadanya: “Kurma seorang mu’ahid, dengan alasan apa kamu menghalalkannya??”

[10] Dan pada riwayat Muslim dari riwayat Zaid Ibnu Wahb Al Juhanniy, dan ia berada pada pasukan Ali, berkata: “Tidak terbunuh dari pasukan saat itu kecuali dua orang.”

[11] Mayoritas yang lalu dari Al Farqu Bainal Firaq dengan ikhtishar.

[12] Al Milal Wan Nihal karya Asy Syahrastany hal 125.

[13] Semua ini dinukil dari Al Farqu Bainal Firaq hal 83-84, dan Al Milal Wan Nihal hal 120-122 karya Asy Syahrastany dengan tasharruf.

[14] Maqalat Al Islamiyyin 1/88.

[15] Al Milal Wan Nihal karya Asy Syahrastany hal 123. Dan Najdat ini disebut juga sebagai ‘Adziriyyah, karena mereka mengudzur karena kejahilan dalam sebagian ahkam ijtihadiyyah.

[16] Hal 72 dst.

[17] Al Farqu Bainal Firaq hal 101, dan mereka maksudkan dengan Dar Taqiyyah adalah Dar orang-orang yang menyelisihi mereka dari kalangan kaum muslimin.

[18] Rujukan yang lalu hal 109

[19] Al Milal Wan Nihal, Asy Syahrastany hal 128.

[20] Dan dikatakan bahwa Ghazalah adalah ibu Syabib sedang Juhaizah adalah isterinya.

[21] Lihat Al Milal Wan Nihal, Asy Syahrastany hal 115.

[22] Dari Fathul Bari (Kitab Istitabatil Murtaddin…) (Bab Man taraka qitalal Khawarij).

[23] Sebagaimana dalam Asy Syifa karya Al Qadli ’Iyadl 2/275 dan telah lalu.

[24] Ini dan yang sebelumnya dinisbatkan kepada Firqah Maimuniyyah, lihat Al Farqu Bainal Firaq hal 96 dan Al Milal Wan Nihal, Asy Syahrastany hal 129.

[25] Dikeluarkan oleh Al Bukhari secara ta’liq dalam (Bab Qatil Khawarij Wal Mulhidin) dari (Kitab Istitabatil Murtaddin), dan Al Hafidh berkata dalam Al Fath: (Dimaushulkan oleh Ath Thabari dalam Musnad Ali dari Takdzibil Atsar, dan sanadnya shahih).

[26] Dinukil dari Fathul Bariy (Kitab Istitabatil Murtaddin….) (Bab Man Taraka Qitalal Khawarij).

[27] ‘Umran Ibnu Hitham As Sadusiy, ia tergolong tokoh Khawarij, oratornya dan penyairnya, mati tahun 84 H. Penyebab ia menganut paham Khawarij adalah bahwa ia menikahi sepupunya yang Khawarij, terus ia cenderung kepada pahamnya. Dan ‘Umran ini tergolong perawi yang dengan sebabnya Al Bukhari dikritik karena mencantumkannya dalam Ash-Shahih, padahal ia tidak mengeluarkan lewat jalannya dalam Ash-Shahih kecuali satu hadits tentang keharaman memakai emas, dan beliau telah mengeluarkannya dalam Al Mutaba’at, dan hadits ini padanya memiliki banyak jalan selain jalan ‘Umran. Lihat muqaddimah Fathul Bari, dan di dalamnya bahwa sebagian ulama telah mengklaim bahwa beliau mengeluarkan miliknya apa yang dia dapatkan sebelum berpaham Khawarij. Namun demikian Abu Dawud telah berkata: “Pada Ahlul Ahwa tidak ada yang lebih shahih haditsnya selain Khawarij,” terus beliau tuturkan ‘Umran dan yang lainnya, dan itu dikarenakan mereka memandang dusta sebagai kekafiran. Ibnul Qayyim berkata dalam (Ath Thuruq Al Hukmiyyah) hal (232): (Dan tidak ragu bahwa kesaksian orang yang mengkafirkan dengan sebab dosa dan menganggap dusta sebagai dosa adalah lebih utama diterima daripada orang yang tidak seperti itu, dan salaf serta khalaf senantiasa menerima kesaksian mereka dan riwayatnya).

[28] Bagian dari hadits yang diriwayatkan Muslim dari hadits Ali secara marfu’ dalam bab (anjuran untuk membunuh Khawarij).

[29] Perhatikan (Kamu telah kafir) langsung, tanpa ada pendahuluan, seperti (kamu salah), atau (kamu sesat), atau (kamu menyimpang)…!! Dan perhatikan ketergesa-gesaan mereka dalam membunuh, menghalalkan darah, dan dalam menetapkan pengaruh-pengaruh hukum takfier atasnya dalam ucapan orang lain (Bila saya tidak mendatangkan hal ini kepadamu dari Kitabullah maka bunuhlah saya); dan ia tidak mengatakan (Bila saya tidak mendatangkannya kepadamu… maka saya rujuk atau taubat) umpamanya…!!

[30] Lihat Al Maqalat karya Abul Hasan 1/88

[31] Dari Al Fath (Kitab Istitabatul Murtaddin…) (Bab Man Taraka Qatlal Khawarij…)

[32] Wafrah: Rambut kepala yang melebihi dua telinga atau yang melebihi anak telinga, kemudian setelah itu Al Jummah kemudian Allummah.

[33] Dan tergolong yang unik adalah bahwa yang ma’ruf dari kami dan dari mayoritas ahlu dakwah tauhid yang penuh berkah -yang sering dituduh secara zalim dan dusta sebagai Khawarij- adalah membiarkan rambut mereka panjang, sehingga sebagian orang jahil mencela dan mengkritik kami karena itu.

[34] Al Mihal Wan Nihal, Asy Syahrastaniy hal 116.

[35] Lihat Fathul Bari (Kitab Istitabatul Murtaddin…) (bab Qatlil Khawarij Wal Mulhidin…)

[36] Di antara mereka itu adalah Al Jamiyyah dan Al Madkhaliyyah di Hijaz dan para pengikutnya di banyak negara. Silahkan baca qashidah salah seorang di antara mereka dalam hal itu dan bantahan kami atasnya dengan qashidah kami yang kami beri nama (Ilaa Haaris At Tandid Wa Ruhbarini), serta di antara mereka di Yordania di dekat kami Ali Al Halabiy dalam fatwanya yang masyhur yang membuat para thaghut dan Ansharnya girang berbunga-bunga, dan sebagian orang baik telah menyebarkannya dengan judul (Al Qaulul Mubin Fi Syaikhil Mukhbirin).

[37] Kata ganti (dlamir) ini kembali kepada Khawarij, yaitu mereka mengkafirkan orang-orang fasiq millah ini dengan dosa, sedangkan kalian kafirkan ansharus sunnah dan ahlinya dengan murni ketaatan.

[38] Ini adalah pensifatan yang detail dan perbandingan yang unik yang dilakukan Ibnul Qayyim, seolah beliau berbicara di tengah realita pengekor para thaghut di zaman kita. Khawarij datang karena sebab tafrith mereka akan sunnah, kelemahan pemahaman mereka akan nushushul Qur’an, dan kurang kemampuan mereka dari menyatukan antara keduanya. Adapun orang-orang sekarang, maka orang yang meneliti istidlal-istidlal mereka tidaklah mendapatkan di dalamnya istidlalat dan burhan-burhan (bukti-bukti) yang jelas, akan tetapi semuanya adalah seperti yang dikatakan oleh Al Khaththabi tentang hujjah-hujjah Ahlul Kalam:

شبه تهافت كالزجاج تخالها حقاً وكل كاسر مكسور

Syubhat-syubhat yang berjatuhan seperti kaca, engkau mengiranya benar,

sedang setiap yang memecahkan akan dipecahkan.

[39] Telah lalu Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dengan Isnad sesuai syarat Muslim, dan Ibnu Katsir menuturkannya dalam Al Bidayah Wan Nihayah 7/290 dari riwayat Al Haitsam Ibnu ‘Addiy, dan menambahkan (maka dikatakan: “Apa mereka itu wahai Amirul Mu’minin?” Beliau berkata: “Ikhwan kita menentang kita, maka kita perangi mereka dengan sebab aniaya mereka terhadap kita”, tapi Al Haitsam Ibnu ‘Addiy itu dikatakan oleh Al Bukhari: “Tidak tsiqah, pernah dusta”.

Tambahan tersebut diriwayatkan dari Ali yang serupa tentang Ahlul Jamal.

[40] Di antara orang-orang termasyhur yang mendebat mereka dari kalangan para sahabat adalah Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Abu Bakrah radliyallahu ‘anhum, dan dari kalangan tabi’in adalah Thawus, Abi Mijlaz, dan Umar Ibnu Abdul Aziz.

[41] Dan untuk menambah rincian dalam hal itu, silahkan rujuk kitab kita (Imtaunnadhr Fi Kasyfi Syubuhati Murji-atil ‘Ashri dan Tabshir Al’Uqala Bitalbisati Ahlit Tajahhum Wal Irja).

[42] Dari Fathul Bari (Kitabul Ahkam) (Bab: Al Umara min quraisy) dan lihat Al Milal Wan Nihal karya Asy Syahraitani hal: 116.

[43] Atsar ini dinukil dari Majmu Al Fatawa cet Dar Ibnu Hazm 7/246.

[44] Sebagai contoh lihat biografi Umar Ibnu Dzur Ibnu Abdillah Al Hamadaniy yang mana Al Imam Ahmad berkata tentangnya: “Ia adalah orang yang pertama kali melontarkan paham irja”. Ia itu tergolong orang yang paling rajin ibadah dan paling zuhud. Dan lihat ucapannya tentang Tahajjud dan ibadah dalam Hilyatul Auliya 5/105-108, dan lihat juga ucapan Sufyan tentang Qais Ibnu Muslim: “Qais Ibnu Muslim tidak pernah mengangkat kepalanya ke atas semenjak ini dan itu sebagai ta’dhim kepada Allah), Dan Yahya Ibnu Said, Abu Dawud dan An Nasai telah berkata: “Ia itu Murjiah”.

[45] Lihat Al Fatawa cet Dar Ibnu Hazm 7/112.

[46] Yaitu orang-orang yang menegakkan permusuhan terhadap Ahlul Bait menurut klaim mereka.

[47] Karena mereka membolehkan ungkapan “Saya mu’min Insya Allah”.

[48] Sebagaimana sebagian Afrakh mereka mengklaim pada zaman kita saat menuduh Al Muwahhidin dari Ahlus sunnah dengan sikap membenci Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam atau mencela para sahabatnya, bila mereka berhenti pada wasiatnya tentang anjuran tidak mengkultuskan dan ghuluw kepada beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, atau mereka menolak sebagian ijtihad sahabat atau pendapat-pendapat mereka yang tidak kuat karena mengikuti dalil yang nampak bagi mereka.

[49] Isyarat kepada hadits Al Bukhari 33-35: (Apa kalian tidak ta’jub, bagaimana Allah memalingkan dariku celaan dan pelaknatan Quraisy? Mereka mencerca Mudzammam dan melaknat Mudzammam sedangkan saya adalah Muhammad).” Dan di dalamnya ada penghibur bagi muwahhidin para pengikut Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang dicela oleh lawan mereka dengan gelar ta’thil dan tasybih, dan begitu juga pencapan dengan Khawarij dan Takfiriy, karena Allah memalingkan dari mereka celaan dengan hal itu, karena mereka itu lepas diri dari gelar-gelar ini, dan mereka jauh dari celaan mereka yang mana itu kembali kepada lawan mereka yang mengada-adanya, serta yang mana mereka itu layak akan setiap celaan dan hinaan.

[50] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menegaskan terhadap hal itu, dilihat dalam (Iqtidla Ash Shiratil Mustaqim..) dan As Sayuthiy menegaskan juga dalam Qathful Azhar Al Mutanatsirah, dan selain mereka.

[51] Ini dan yang sebelumnya adalah nukilan dari kitab kami “Millah Ibrahim” silahkan dirujuk karena sangat penting.

[52] Adapun mereka para tukang pukul, maka sesungguhnya mereka itu tidak bisa menghadapi hujjah kaum muwahhidin yang menelanjangi mereka, memojokkan mereka dan membongkar kebathilan mereka kecuali dengan cemeti dan tongkat mereka, seraya mereka menduga dengan kedunguannya yang sangat bahwa tongkat/cemeti itu bisa merubah keyakinan, atau melenyapkan tauhid. Dan seringkali ihwah tauhid mengatakan kepada mereka dan menulis di tembok penjaranya:
وما زادنا السجن إلا يقين
وقتل الدعاة ولو بالمئين
وإظهار توحيد حق ودين وما زادنا القيد إلا ثباتاً
وما زاد تعذيب إخواننا
سوى رفع راية إيماننا

Borgol tidak menambah bagi kami kecuali keteguhan

Dan penjara tidak menambah bagi kami melainkan keyakinan

Penyiksaan terhadap ikhwan kami dan pembunuhan para du’at

Meskipun mencapai ratusan tidaklah menambah

kecuali ketinggian panji iman kami

dan menampakkan tauhid dan dien yang haq

….Akan tetapi mereka tidak mengerti…!!

[53] Adzaalul khail yaitu menghinakan kuda, meremehkannya, menelantarkannya dan meletakkan darinya alat perang.

[54] Dinisbatkan kepada Muhammad Ibnu An Nadlr sebagaimana dalam Syu’abil Iman karya Al Baihaqiy.

[55] Musnad Ahmad 2/540 dengan Isnad shahih dari Abu Hurairah secara marfu.

[56] Para ulama menafsirkan “Amrullah” di sini dengan angin yang lembut yang Allah ta’ala kirim sebelum datangnya hari kiamat, terus ruh setiap mu’min dicabut, sehingga tidak tersisa kecuali orang-orang yang paling buruk, dan kepada merekalah kiamat datang, sebagaimana dalam hadits Muslim dari Abdullah Ibnu ‘Amr Ibnul ‘Ash.

[57] Dan ia adalah tergolong referensi terpenting yang saya jadikan sandaran kitab ini; oleh sebab itu ada keunikan mimpi: apa yang saya lihat (dalam mimpi) setelah saya merasa bingung tentang cara mengeluarkan naskah asli kitab ini, terutama setelah musuh-musuh Allah mempersempit semua jalan atas kami, dan mereka menutup semua celah dan jalan, sehingga tidak satu lembar pun di akhir keadaan yang bisa lolos lewat benteng penjara; saya melihat dalam mimpi, seolah saya pulang dari safar dengan disertai Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan tangan beliau memegang tangan saya sampai kami menempuh padang pasir dan sampai ke pemukiman, maka orang-orang keluar menyambut kami sembari bahagia dengan Syaikhul Islam. Maka saya mentakwilnya bahwa kitab ini akan keluar bersama saya dalam keadaan aman Insya Allah dan akan tersebar di antara manusia, dan musuh-musuh Allah tidak akan bisa menguasainya atau merampasnya atau mencegahnya dari keluar.

Dan ternyata saya berupaya atas hal ini, maka saya menghentikan diri dari upaya-upaya saya yang putus asa untuk mengeluarkannya, dan beralih pada upaya menyembunyikannya di sebagian lipatan-lipatan barang kebutuhan saya di penjara. Kemudian tidak lama setelah itu kecuali kira-kira dua bulan, Allah membebaskan kami dan kitab pun keluar dengan saya bi fadllillah wa minnatihi, maka segala puji hanya milik Allah yang dengan nikmat-Nya amal shalih bisa terlaksana, dan saya memohon kepada Dia Subhanahu untuk menerimanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar