NKA NII

NKA NII
Negara Karunia Allah Negara Islam Indonesia

Selasa, 10 April 2012

Memahami Konsep Politik Ketatanegaraan dan Konsep Gerakan Negara Karunia Allah Negara Islam Indonesia (Bagian I)

Memahami Konsep Politik Ketatanegaraan dan Konsep Gerakan Negara Karunia Allah Negara Islam Indonesia
(Bagian I) 
   
I.                   Konsep Politik Ketatanegaraan 
   
a.     Konsep Ketatanegaraan Negara Madinah Indonesia Negara Karunia Allah Negara Islam Indonesia
    
-          NKA NII adalah Negara Jumhuriyah,
Berdasarkan Qonun Asasi Pasal 1 ayat 2, maka NKA NII adalah Negara Islam yang mempunyai model/sifat sebagai Negara Jumhuriyah, “…2. Sifat negara itu jumhuryah”. Jumhuriyah mempunyai arti bahwa NKA NII didirikan dan dijalankan oleh Jama’ah Umat Islam Bangsa Indonesia yang diwakili oleh Pemimpin Umat Islam yang bertanggung jawab terhadap Allah dan Umat Islam Bangsa Indonesia. NKA NII bukanlah sebuah Kerajaan milik keluarga/Bani/Suku tertentu, bukan pula Negara yang bebas dijalankan oleh siapapun, Pemerintahan NKA NII menjadi Khalifah (perwakilan kekuasaan) Allah di wilayah yang dikuasainya, wajib melaksanakan Perintah-perintahNya sebagai manifestasi RahmatNya bagi sekalian Alam. Hanya Pemimpin Yang Adil berdasarkan criteria Allah dan RosulNya (Qur’an dan Sunnah) yang berhak memimpin. Mereka adalah para Hamba Allah, Tunduk dan Patuh terhadap PerintahNya.

-          NKA NII Sebagai Negara Islam yang Merdeka berdasarkan Qur’an dan Sunnah Rosulullah.
NKA NII sebagai Negara Islam Yang Merdeka….Muqodimah Qonun Asasi “Dalam masa Revolusi yang kedua ini, yang karena sifat dan coraknya merupakan revolusi Islam, keluar dan kedalam, maka Umat Islam tidak lupa pula kepada wajibnya membangun dan menggalang suatu Negara Islam yang Merdeka, suatu Kerajaan Allah yang dilahirkan di atas dunia, ialah syarat dan tempat untuk mencapai keselamatan tiap-tiap manusia dan seluruh Umat Islam, di lahir maupun bathin, di dunia hingga di akhirat kelak.”
Negara yang Merdeka yang dimaksud mempunyai beberapa pengertian :
a.       Negara yang Merdeka dari aturan dan kebijakan Negara lainnya. Tidak menginduk kepada Negara lainnya, tidak pula kebergantungan atau bergantung kepada Negara lainnya (dalam hal politik).
b.      Negara Islam yang Merdeka bagi Umat Islam, Merdeka menjalankan seluruh Syari’at yang telah ditetapkan oleh Allah dan RosulNya, tanpa ada kekuatan politik lainnya yang mengkebiri hak-hak setiap warganya dalam kebebasan menjalankan syari’at tersebut. Bahkan Negara wajib melindunginya, menjaganya, agar Hukum dan Keadilan berdasarkan Syari’atNya tetap bisa berlangsung dan didapatkan oleh seluruh warganya.

-          NKA NII sebagai Negara Hukum yang Berdasarkan Qur’an dan Sunnah. Rosulullah…Muqodimah Qonun Asasi “Kiranya dengan tolong dan karunia Ilahi, Qanun Asasy yang sementara ini menjadi pedoman kita, melalui bakti suci kepada ‘Azza wa Djalla, dapatlah mewujudkan amal perbuatan yang nyata, daripada tiap-tiap warga negara di daerah-daerah dimana mulia dilaksanakan hukum-hukum Islam, ialah Hukum Allah dan Sunnah Nabi.”
NKA NII merupakan Negara yang Berdasarkan Hukum yang dilandasi Qur’an dan Sunnah Rosulullah, seluruh Hukum yang berlaku di NKA NII didasari oleh keduanya, seluruh Ijtihad maupun Qiyas yang dimunculkan oleh setiap pemimpin tidak boleh menyalahi atau bertentangan dengan keduanya. Setiap kebijakan Negara (Kebijakan Pemimpin/Ulil Amri dari seluruh struktur pemerintahan yang ada) harus berdasarkan Qur’an dan Sunnah, dan tidak bertentangan dengan keduanya. Jadi bukan hanya kebijakan setingkat Undang-undang atau Maklumat Imam, bahkan hingga kebijakan dari struktur pemerintah yang paling bawah harus merujuk kepada keduanya dan tidak bertentangan dengan keduanya.

-          Negara Islam (NKA NII) sebagai Negara Plural
NKA NII Menjamin Penduduk yang beragama non islam untuk melaksanakan Ibadah sesuai kepercayaannya…Qonun Asasi, Pasal 1 ayat 4 “Negara memberi keleluasaan kepada pemeluk agama lainnya, di dalam melakukan ibadahnya.”
Negara Plural yang dimaksud adalah Plural secara social, bahwa NKA NII bukan hanya Negara atau pemerintahan bagi Umat Islam Bangsa Indonesia, akan tetapi seluruh rakyat yang ada didalam territorial kekuasaannya, atau rakyat yang menjadikan NKA NII pemerintahan (penguasa politik) bagi dirinya. Meskipun bisa jadi mereka beragama non Islam. Mereka (Rakyat NKA NII yang Non Muslim) dijamin kemerdekaanya dalam menjalankan ibadah yang diyakininya.

-          Umat Islam Bangsa Indonesia adalah Rakyat NKA NII
PROKLAMASI
Berdirinja
NEGARA  ISLAM  INDONESIA
Bismillahirrahmanirrahim
Asjhadoe anla ilaha illallah wa asjhadoe anna Moehammadar Rasoeloellah

Kami, Oemmat Islam Bangsa Indonesia
MENJATAKAN:
Berdirinja
,,NEGARA  ISLAM  INDONESIA”
Maka hoekoem jang berlakoe atas Negara Islam Indonesia itoe, ialah:
HOEKOEM  ISLAM
Allahoe Akbar! Allahoe Akbar! Allahoe Akbar!

Atas nama Oemmat Islam Bangsa Indonesia
Imam
NEGARA ISLAM INDONESIA

ttd.
(S.M. KARTOSOEWIRJO)
Dalam teks Proklamasi NII diatas jelas sekali bahwa NKA NII merupakan perwujudan dari Pernyataan Umat Islam Bangsa Indonesia. “Kami Umat Islam Bangsa Indonesia Menyatakan Berdirinya Negara Islam Indonesia….”. dan NKA NII adalah sebagai perwakilan politik dari Umat Islam Bangsa Indonesia, dan Imam NKA NII merupakan Imam dari Umat Islam Bangsa Indonesia. “Atas Nama Umat Islam Bangsa Indonesia…Imam Negara Islam Indonesia….”.
Disebutkan pula bahwa NKA NII adalah Anugrah dan Karunia bagi Umat Islam Bangsa Indonesia.
1. Alhamdoelillah, maka Allah telah berkenan menganoegerahkan Koernianja jang Maha Besar atas Oemmat Islam Bangsa Indonesia, ialah: Negara Koernia Allah, jang melipoeti seloeroeh Indonesia.
2. Negara Koernia Allah itoe, adalah ,,Negara Islam Indonesia”. Atau dengan kata lain ,,Ad-daoelat-oel-Islamijah” atau ,,Daroel Islam” atau dengan singkatan jang sering dipakai orang ,,D.I.” selandjoetnja hanja dipakai satoe istilah jang resmi, ja’ni ,,NEGARA ISLAM INDONESIA”
.” (Pasal 1 dan 2 Penjelasan Proklamasi NII)
Maka yang dimaksud dengan Rakyat dari NKA NII adalah Umat Islam Bangsa Indonesia. Dengan kata lain, setiap dirinya menyatakan sebagai Umat Islam Bangsa Indonesia maka mereka secara otomatis sebagai Rakyat dari NKA NII.
Bahwa kemudian saat era Revolusi ini sebagian mereka memberikan loyalitas pada penjajah NKRI, maka loyalitas ini tidak menjadi sebuah ukuran hukum bagi mereka sepanjang belum jelasnya peta D1, D2, D3. Atau pernyataan terbuka bagi mereka (Umat Islam Bangsa Indonesia) dan NKA NII dalam hal garis demarkasi politik dan territorial dua Negara yang sedang Berperang dalam memperebutkan territorial  yang sama (NKRI dan NKA NII).

-          Internasionalisme, NKA NII sebagai tahapan menuju Khilafah
Tanggal 12 dan 13  Pebruari 1948 merupakan tonggak perjuangan penegakan kekhalifahan (kedaulatan) kerajaan Allah di mukabumi pasca tumbangnya kekhalifaan Turki Utsmani, dengan berkumpulnya kurang lebih 362  orang ulama di cisayong yang di kenal dengan “ KONGRES CISAYONG” dan memutuskan  7 program perjuangan :
1.       Mendidik rakyat agar cocok menjadi warga negara islam
2.       Memberikan penerangan bahwa Islam tidak bisa di menangkan dengan Flebisit/referendum/pemilu
3.       Membentuk daerah basis.
4.       Memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia .
5.       Memperkuat NII kedalam dan keluar, kedalam: Memberlakukan Hukum Islam dengan seluas-luasnya dan sesempurna-sempurnanya. keluar:   Meneguhkan identitas internasionalnya,sehingga mampu berdiri sejajar dengan negara lain.
6.       Membantu perjuangan muslim dinegara negara lain,sehingga mereka segera bisa melaksanakaan wajib sucinya,sebagai hamba Allah yang menegakan hukum Alloh di bumi Alloh.
7.       Bersama negara–negara Islam yang lain,membentuk Dewan Imamah Dunia untuk memilih seorang kholifah,dan tegaklah KHILAFAH  di muka bumi.
Jelas sekali dalam kongres ini, selain sebagai dasar didirikannya NKA NII, tapi lebih jauh lagi bahwa NKA NII hanyalah “target antara” berdirinya Khilafah Islamiyah di muka Bumi. Bahkan ditegaskan dalam kongres tersebut dalam poin 6, NKA NII (Pemerintah dan para Mujahidnya/TII/APNII) wajib membantu secara politik dan militer berdirinya Daulah Islamiyah diluar teritorial Indonesia, hingga menjadi fasilitator terbentuknya Dewan Imamah tingkat Dunia dalam pembentukan Khilafah Islamiyah (poin 7). Kongres ini dengan tegas menampik faham-faham dimana NKA NII merupakan perjuangan yang bersifat kedaerahan bahkan pernyataan sesat bahwa NKA NII merupakan manifest  dari faham Ashobiyah.


b.     Struktur Aparatur Negara
Sebagai Negara yang berdiri diatas era Revolusi, NKA NII melakukan beberapa kali perubahan struktur Negara berdasarkan situasi dan kondisi yang dialami Negara. Beberapa perubahan ini tidak menjadikan Negara menjadi absurd. Justru menjadikan Negara lebih fleksibel dalam menjalani Revolusi. Setidaknya NKA NII melakukan dua kali perubahan mendasar, menjadikan NKA NII mempunyai 3 jenis Struktur Negara yang disesuaikan dengan perubahan-perubahan kondisional.

-          Struktur Dewan Imamah (berdasarkan Qonun Asasi)
Qonun Asasi sebagai Undang-Undang Dasar bagi NKA NII, merupakan sebuah aturan dasar kepemerintahan yang hanya bisa dilaksanakan dalam kondisi Negara telah menguasai seluruh territorial Indonesia secara De Facto dan De Jure. Sirnanya Negara Penjajah NKRI, yang berarti NKA NII secara penuh dalam kondisi aman (tidak ada lagi Dualisme Politik dalam satu territorial), maka struktur Negara yang diatur didalamnya hanya bisa terjadi dalam kondisi Negara bukan dalam kondisi Perang. Struktur yang popular disebut sebagai Struktur Dewan Imamah ini secara rinci dapat dilihat dalam Qonun Asasi :




 

-          Struktur Komandemen (Berdasarkan MKT 1, Menggabungkan Sipil dan Militer dalam satu Komandemen)
MKT 1(Maklumat Komandemen Tertinggi nomor 1) muncul hanya beberapa saat setelah Proklamasi, Imam Kartosuwirjo saat itu langsung melakukan manufer politik untuk menghadapi situasi dimana NKRI saat itu melakukan serangan gencar dari bagian Timur, dan Belanda yang mendesak NKA NII dari arah Barat. Salah satunya adalah pembentukan MKT nomor 1 tentang perubahan Struktur Negara. Dimana struktur Negara sipil dalam Qonun Asasi dirubah menuju struktur darurat militer, yaitu komando kekuasaan dipegang penuh oleh militer. Struktur yang dikenal sebagai Struktur Komandemen ini menyatukan dua komponen pemerintahan (sipil dan militer) dalam satu struktur komando militer. Meski area kekuasaan politik keduanya jelas, dimana struktur sipil tetap dominan di territorial yang dikuasai penuh oleh Negara (Daerah 1, Daerah Basis, Daerah yang dikuasai penuh NKA NII), akan tetapi munculnya daerah 2 (D2, Darul Harb, Daerah Perang) dan usaha-usaha negara untuk merebut kembali daerah 3 (D3, Darul Kufar, Daerah Kekuasaan RI) menjadikan militer (TII/APNII) ditetapkan lebih mendominasi. Struktur tersebut dapat dilihat secara rinci seperti dibawah ini,




-          Struktur Sapta Palagan (Bedasarkan MKT 11, Tujuh Medan Tempur)
Maklumat yang ditetapkan pada tanggal 7 Agustus 1959 (10 tahun paska proklamasi) merupakan penyempurnaan struktur komando perang dari Komandemen Stelsel (MKT 1), dimana struktur pemerintahan dibentuk dalam rangka Revolusi secara Totaliter, dengan menjadikan  seluruh aparatur sipil dimiliterisasikan dan mengkondisikan seluruh territorial menjadi Medan Tempur. Pengefektifan struktur perang ini dalam rangka mengantisipasi kondisi Perang yang kian menyeluruh hampir disetiap jengkal tanah yang dikuasai Negara (NKA NII), termasuk dalam rangka era Perang baru yang dilancarkan NKRI dalam menghadapi NKA NII dengan mengerahkan seluruh Divisi Tempur di seluruh territorial yang dikuasai NKA NII.
Struktur yang dikenal sebagai Struktur Sapta Palagan, sesuai namanya membagi struktur komando dalam 7 strata militer berdasarkan cakupan territorial  (territorial combat). Yaitu :


Struktur Sapta Palagan ini sangat efektif meskipun basis territorial (D1) sudah tidak dimiliki lagi oleh NKA NII, yaitu ketika seluruh territorial diperangi secara menyeluruh oleh NKRI. Karena dengan menggunakan Sapta Palagan, NKA NII tidak lagi terfokus kepada penguasaan territorial sebagai dimensi social politik , akan tetapi menjadikannya sebagai penguasaan secara militer. Target dari Struktur Sapta Palagan adalah Yuqtal au Yaglib, dimana central politik menjadi target militer, atau dengan kata lain, penggunaan struktur ini mengibaratkan pertempuran ini berlangsung secara total, yang menjadikan kalah menangnya pertempuran memberikan efek langsung terhadap keberadaan pusat kekuasaan tersebut. Baik NKA NII ataupun NKRI.


c.      Sistem Pemerintahan

-          3 Sistem Pemerintahan (Sistematis Kondisional)
NKA NII yang mempunyai 3 sistem pemerintahan berdasarkan kondisi Negara yang berbeda, sehingga menjadikannya mampu survive dalam kondisi apapun. 3 sistem ini tidak akan tumpang tindih dikarenakan ketiganya relative mempunyai prasarat-prasarat yang sangat berbeda, sehingga satu system struktur tidak mungkin dipergunakan dalam kondisi prasarat yang sebenarnya lebih cocok untuk system  lainnya. Jika dipaksakan, tentunya system akan menjadi rancu dan tidak efektif.  Untuk lebih memahaminya, kita bisa melihatnya dalam Tabel dibawah ini,

Prasyarat Kondisi

Dewan Imamah

Komandemen Stelsel

Sapta Palagan

Political secure
Negara dalam kondisi Aman,
Darurat Perang,
Revolusi Total. Kondisi Negara dalam Perang secara Total, seluruh bagian Negara melaksanakan wajib sucinya (Jihad Fii Sabilillah)
Kondisi Teritorial
seluruh Teritorial (Indonesia) dikuasai penuh oleh Negara
Negara membagi criteria status Teritorial dalam 3 bagian : D1, D2, D3.
Seluruh Teritorial adalah Medan Tempur (batasan D1, D2, D3, Absurd)
Kondisi Sosial Politik
Umat Islam Bangsa Indonesia hanya mempunyai satu Negara, tidak terjadi dualism kepemimpinan politik
Umat terbagi menjadi 3 bagian, Umat Mukminin yang Loyal kepada Darul Islam, Umat Yang Khouf dan Ragu(tidak mempunyai loyalitas penuh pada satu Negara), Kafirin/Murtadhin/ Mustadh’afin (An Nisa:97-100)
Chaos secara Sosial Politik, ketidak jelasan batasan loyalitas, hanya Umat yang berbai’at sebagai satu-satunya kepastian loyalitas.
Fase Revolusi
Futuhat Indonesia
Membentuk dan Mempertahankan Madinah Indonesia
Revolusi secara Totaliter, Yuqtal Au Yaglib.


-          Imam sebagai Kepala Negara
Imam dalam system pemerintahan NKA NII mempunyai kedudukan penting, bukan hanya sebagai Pemimpin Politik (Kepala Pemerintahan), akan tetapi juga sebagai pemimpin agama atau pemimpin syari’at (Waliyul Amri) bagi Umat Islam Bangsa Indonesia. Imam menjadi syarat utama dalam legalitas Jama’ah Islamiyah bagi Bangsa Indonesia. Imam kedudukannya sebagai Khalifatullah (Perwakilan kekuasaan Allah) di muka bumi Indonesia.
Pasal 10 (Qonun Asasi)
Imam Negara Islam Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut Qanun Asasi, sepanjang Hukum Islam.

Dalam Pasal 10 terlihat jelas bahwa Imam NKA NII wajib berjalan (selama pemerintahannya) diatas Hukum Islam, melaksanakan kewajiban Syari’at dan tidak menyalahinya.
Imam NKA NII adalah Pemimpin Perang, dan menentukan pernyataan Perang dengan Negara Lain ataupun membuat perdamaian dengan persetujuan Majelis Syuro (Pasal 16), dan memegang jabatan sebagai Pemimpin Tertinggi Angkatan Perang Negara Islam Indonesia (APNII) (Pasal 15)
Dalam system hukum, Imam NKA NII mempunyai hak memberikan Amnesti, Grasi, Rehabilitasi dan Abolisi (Pasal 19)


-          Imam, Komandemen Tertinggi dan KPSI
Didalam MKT 1 dan 11, dimana seluruh komponen Negara dimiliterisasikan maka tidak ada lagi pemimpin yang dikhususkan dibidang sipil/politik di tingkat Pusat, karena kondisi perang secara keseluruhan telah menjadikan komponen militer (TII/Tentara Islam Indonesia) lebih mendominasi jalannya system kepemerintahan, maka dalam struktur ini muncul istilah baru termasuk untuk jabatan Imam, yaitu Panglima Komandemen Tertinggi (dilegitimasi dalam MKT 1) dan Panglima KPSI/Komando Perang Seluruh Indonesia (dilegitimasi dalam MKT 11).
MKT 1 :
“……………………………………………………
III.               BERPENDAPAT:
Bahwa wadfds gg g,mhjibnja segenap tenaga, kekuatan dan apapun djuga, baik dalam erti kata rieel-materieel (dlahir – maddy) maupun dalam wudjud moreel-spiritueel (bathin—ma’ny), atau dalam bentuk jang lainnja, dikerahkan (gemobiliseerd) seluas, sedalam dan sedapat mungkin, sehingga mendjadi kekuatan dan tenaga perang, jang sanggup menghadapi tiap-tiap kemungkinan dimasa jang mendatang.
IV.                MEMUTUSKAN:
A. Penetapan bentuk Komandemen
1. Susunan Pemerintah Negara, Politik, dan Militer, diubah dan diperbarukan demi-kian rupa, sehingga mentjapai bentuk, sifat, oraganisasi dan usaha: Komandemen.
2. Komandemen itu dibagi mendjadi 5 tingkatan:
a. Komandemen Tertinggi; dulu: Dewan Imamah jang dipimpin oleh Imam.
b. Komandemen Wilajah; dulu: Divisi dan Wilajah, jang dipimpin oleh Plm. Divisi (bg. Militer) dan Gupernur (bg. Politik).
c. Komandemen Daerah; dulu: Resimen dan Residensi (Karesidenan), jang dipimpin oleh Kmd. Resimen (Bg. militer) dan Residen (bg. politik).
d. Komandemen Kabupaten; dulu: Bataljon dan Kabupaten, jang dipimpin oleh Kmd. Territorial/Bataljon (bg. militer) dan oleh Bupati I dan II (bg. politik).
e. Komandemen Ketjamatan; dulu: Ketjamatan jang dipimpin oleh Tjamat I dan II (bg. politik), sedang bagian militer tidak tentu; adakalanja Kmd. Padi ditempat tsb. jang mendjadi Kmd. Pertempuran.
…………………………………………………………………………………………………….”
Dalam MKT 11 yang merupakan penyempurnaan dari MKT 1 (dalam hal struktur komando perang) :
“…………………………………
IV. MEMUTUSKAN:
A. Pembagian Indonesia dalam 7 (tudjuh) Daerah Perang, atau Sapta-Palagan.
Selama Negara Islam Indonesia terlibat dalam peperangan dengan Negara Pantja-sila, maka selama itu atas dan bagi Negara Islam Indonsia, jang meliputi seluruh Kepulauan Indonesia, berlakulah hukum perang, atau lebih djelas dan tegas hukum Islam dimasa Perang, Hukum Djihad fi-Sabilillah, sampai-sampai tiap djengkal tanah jang manapun.
Mengingat dan sebagai konsekwensi, atau akibat landjutan daripada berlakunja Hukum Perang, maka seluruh Indonesia adalah dalam keadaan Perang, sehingga setiap warga negara penghuninja dalam hidup dan kehidupannja terlibat dan terpengaruhi, langsung atau/dan tidak-langsung, mau atau tidak mau, sengadja atau tidak sengadja, oleh Hukum Perang. Untuk mendjamin berlakunja Hukum Perang, sehingga merata dan meliputi seluruh Indonesia beserta segenap peng-huninja, maka seluruh Indonesia dibagi mendjadi 7 (tudjuh) Daerah-Perang, atau Sapta-Palagan, jang klasifikasian penggolongannja setjara administratif adalah sebagai jang berikut:
1. Daerah-Perang Pertama meliputi seluruh Indonesia, dengan nama (Daerah) Komando Perang Seluruh Indonesia, atau disingkat: K.P.S.I.
2. Daerah Perang Kedua meliputi beberapa Wilajah (Negara Islam Indonesia), dengan nama (Daerah) Komando Perang Wilajah Besar, atau disingkat: K.P.W.B., dengan tjatatan, bahwa untuk seluruh Indonesia ditetapkan 3 (tiga) K.P.W.B., ja’ni:
a. K.P.W.B. I. (batja: satu; ditulis dengan angka Rumawi) terdiri atas (daerah-daerah dan wilajah-wilajah) seluruh Djawa dan Madura;
b. K.P.W.B. II. (batja: Dua; ditulis dengan angka Rumawi) terdiri atas (daerah-daerah dan wilajah-wilajah) seluruh Indonesia Timur (ja’ni: Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Barat), ditambah Kaliman-tan; dan
c. K.P.W.B. III. (batja: tiga; ditulis dengan angka Rumawi) terdiri atas (dae-rah-daerah dan wilajah-wilajah) seluruh Sumatera, Beserta kepulauan sekelilingnja.
3. Daerah Perang Ke-tiga sebesar satu wilajah (Negara Islam Indonesia), dengan nama (Daerah) Komando Perang Wilajah atau disingkat: K.P.W. dengan tjatatan:
a. Bahwa setiap K.P.W adalah satu bagian daripada K.PW.B., atau (dengan kata-kata lain) tiap K.P.W.B., terdiri atas beberapa K.P.W.; dan
b. Bahwa tjiri atau tanda chusus untuk K.P.W. diambil dan diselaraskan dengan tjiri atau tanda chusus bagi K.W. (sekarang) jang bersangkutan; mitsalkan K.P.W. 1; K.P.W. 2; K.P.W. 3; dst. (batja; satu, dua, tiga, dst. Ditulis dengan angka Latin).
4. Daerah Perang Ke-empat sebesar satu Daerah/Karesidenan (Negara Islam Indonesia), dengan nama (daerah) Komando Perang (daerah) Setempat, atau disingkat Kompas, dengan tjatatan:
a. Bahwa dengan dikeluarkannja M.K.T. No. 11 ini, maka nama Korps atau Corps (Komando Operasi Resimen Pertempuran –(pangkalan)– Setem-pat) dihapuskan, dan diganti dengan Kompas, jang hanja mempunjai fungsi (tugas) memegang komando Taktis, dan tiada sangkut-paut lang-sung dengan administrasi Negara; dan
b. Bahwa tjiri atau tanda-chusus untuk Kompas diambil dari alfabet, mitsal-kan Kompas A., Kompas B., dst.
5. Daerah Perang Ke-lima sebesar satu Kabupaten (Negara Islam Indosnesia), dengan nama Sub-Kompas, dengan tjatatan:
Bahwa tjiri atau tanda-chusus untuk Sub-Kompas, diambil dari huruf Kompas, ditambah dengan angka-urut, menurut djumlah Sub-Kompas jang ada di suatu Kompas, mitsalkan Kompas D. terdiri atas 5 Sub-Kompas, maka tiap Sub-Kompas daripada Kompas jang bersangkutan disebut berturut-turut dengan nama: Sub-Kompas D.1; Sub-Kompas D.2; Sub-Kompas D.3; Sub-Kompas D.4; dan Sub-Kompas D.5. dst.
6. Daerah Perang ke-enam sebesar satu Ketjamatan atau lebih, dengan nama Sektor, dengan tjatatan:
Bahwa tjiri atau tanda-chusus untuk Sektor, diambil dari nama Sub-Kompas, ditambah dengan angka urut Sektor jang bersangkutan mitsalkan: Sub-Kompas P.3 terdiri atas 4 Sektor, maka nama tiap-Sektor daripada Sub-Kompas termaksud ialah: Sektor P.31; Sektor P.32; Sektor P. 33; dan Sektor P.34; dst.
7. Daerah Perang Ke-tudjuh sebesar satu Desa atau lebih, dengan nama Sub-Sektor, dengan tjatatan:
Bahwa tjiri atau tanda-chusus untuk Sub-Sektor, diambil dari nama Sektor, ditambah dengan angka urut Sub-Sektor, mitsalkan sektor B.25 terdiri daripada 3 Sub-Sektor, maka nama dari tiap Sub-Sektor daripada Sektor jang bersangkutan ialah: Sub-Sektor B. 251; Sub-Sektor B. 252; dan Sub-Sektor or B. 253. Dst.

B. Susunan Komando Perang, beserta tugas-tugas dan alat-alat Kekuasaan dan Pelaksanaannja.
1. K.P.S.I. dipimpin langsung oleh Imam-Plm. T. APNII………………….”
Didalam MKT 1 dan 11 jelas sekali bahwa struktur Negara yang sebelumnya bersifat Jumhuriyah berubah secara total menadi sebuah tatanan Negara yang dimiliterisasikan  serta bersifat sentralistik. Dominasi Komandemen Tertinggi dan KPSI secara politik dan militer semata-mata untuk efesiensi koordinasi dalam suasana Perang atau Revolusi. Tidak ada lagi Undang-undang ataupun Peraturan Pemerintah yang sistematikanya merujuk kepada Qonun Asasi, karena semenjak munculnya MKT 1, Qonun Asasi secara otomatis dibekukan. Dan Undang-undang ataupun Peraturan Pemerintah berganti menjadi perintah-perintah komando yang diturunkan langsung oleh Imam berupa Maklumat Komandemen Tertinggi. Harap difahami, sentralistik yang dimaksud bukanlah merujuk kepada personalisasi Imam sebagai pimpinan tertinggi Negara, akan tetapi terhadap lembaga yang ditetapkan sebagai lembaga tertinggi dalam pemerintahan saat itu, yaitu kepada Komandemen Tertinggi (Dalam Sistem Komandemen) yang terdiri dari Imam sebagai Panglima Tertinggi,  beserta Anggota Komandemen Tertinggi (Para Pimpinan Majelis) yang termasuk didalamnya KSU (Kepala Staff Umum) sebagai Pimpinan Harian . Serta KPSI (Dalam Sistem Sapta Palagan), yang didalamnya terdapat Imam, AKT (Anggota Komandemen Tertinggi) yang termasuk didalamnya KSU (Kepala Staff Umum),  dan KUKT (Kuasa Usaha Komandemen Tertinggi). Bahkan secara operasional Militer, KPWB (Komando Perang Wilayah Besar) menjadi sentral komando di daerah-daerah yang dikuasainya.

-          Sistem Pemilihan Imam (Qonun asasi, MKT 11, Majelis Islam)
NKA NII mempunyai beberapa model Pemilihan Imam yang disesuaikan dengan Struktur Pemerintahan yang saat itu dipergunakan, yaitu :
1.       Berdasarkan Qonun Asasi untuk Pemerintahan Dewan Imamah,
Pasal 12 Qonun Asasi :
1. Imam Negara Islam Indonesia ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
2. Imam dipilih oleh Majelis Syuro dengan suara paling sedikit 2/3 daripada seluruh anggota.
3. Jika hingga dua kali berturut –turut dilakukan pemilihan itu, dengan tidak mencukupi ketentuan di atas (Bab IV, pasal 12, ayat 2), maka keputusan diambil menurut suara yang terbanyak dalam pemilihan yang ketiganya.

Imam NKA NII sesuai pasal ini dipilih oleh Majelis Syuro, melalui sistematika ayat 2 dan 3.
2.       Berdasarkan MKT 11 untuk Pemerintahan Sapta Palagan,
Dalam bagian IV perihal pemutusan Maklumat pada poin B disebutkan :
B. Susunan Komando Perang, beserta tugas-tugas dan alat-alat Kekuasaan dan Pelaksanaannja.
1. K.P.S.I. dipimpin langsung oleh Imam-Plm. T. APNII. Djika karena satu dan lain hal ditundjuk dan diangkatnjalah seorang Panglima Perang, selaku penggantinja, dengan purbawisesa penuh. Tjalon pengganti Panglima Pe-rang Pusat ini diambil dari dan di antara Anggauta-anggauta K.T., termasuk di dalamnja K.S.U. dan K.U.K.T., atau dari dan di antaranja para Panglima Perang, jang kedudukannja dianggap setarap dengan kedudukan Anggauta-Anggauta K.T.,

Sistematika Pemilihan Imam dalam Sistem Sapta Palagan mengikuti sistematika Militer, yaitu posisi yang mempunyai jabatan structural tertinggi, maka mereka lebih berhak dalam pengambil alihan posisi Imam sebagai Panglima Tertinggi APNII dan Pimpinan KPSI. Ditetapkan dalam Maklumat ini AKT (Anggota Komandemen Tertinggi) yang termasuk didalamnya KSU (Kepala Staff Umum), dan KUKT (Kuasa Usaha Komandemen Tertinggi) menjadi calon-calon pengganti Imam. Atau  panglima yang pangkat dan kedudukannya setara dengan AKT (baik KPWB atau KPW). Dalam system pemilihan ini Komandan yang mempunyai posisi struktur dan pangkat paling tinggi yang paling berhak sebagai pengganti, dan seandainya Panglima dengan Pangkat atau Kedudukan yang Paling Tinggi  tidak ada yang layak sebagai penggati (Syahid atau Menyerah atau Dalam Tahanan Musuh atau menolak untuk diangkat sebagai penggati Imam), maka Panglima di bawahnyalah (Pangkat atau Kedudukan yang lebih rendah) yang menggantikannya. Atau seluruh Panglima yang layak secara posisi dan pangkat, melakukan musyawarah untuk memilih salah satu diantara mereka untuk menjadi pengganti Imam.
3.       Dalam system Pemerintahan Komandemen, pemilihan Imam tidak diatur secara khusus, sehingga system pemilihan dapat merujuk kepada dua model yang memungkinkan.
a.       Model pemilihan pengganti Imam dalam kondisi khusus sesuai Qonun Asasi Pasal 13 ayat 2 dan 3 :
2. Jika karena sesuatu, Imam berhalangan melakukan kewajibannya, maka Imam menunjuk salah seorang Dewan Imamah sebagai wakilnya sementara.
3. Di dalam hal-hal yang amat memaksa, maka Dewan Imamah harus selekas mungkin mengadakan sidang untuk memutuskan wakil Imam sementara, daripada anggota-anggota Dewan Imamah.
yaitu berdasarkan ayat 2, Imam menunjuk penggantinya sebelum meletakan jabatannya (sebagai Imam), atau berdasarkan ayat 3 Dewan Imamah (yang menjadi Anggota Komandemen Tertinggi dalam system Komandemen) memilih diantara anggotanya sebagai pengganti Imam. Kedua ayat ini pada dasarnya hanyalah pemilihan pengganti sementara, atau diistilahkan secara hukum (Qonun Asasi) sebagai Wakil Imam Sementara. Akan tetapi dapat dijadikan rujukan hukum jika kondisinya sangat memaksa (khususnya dalam system Komandemen yang tidak terdapat pengaturan system penggantian kepemimpinan/Imam)
b.      Pemilihan Imam melalui Majelis Islam, prosesi pemilihan Imam melalui Majelis Islam pada dasarnya sebagai jalan terakhir dalam kondisi apapun. Tentunya termasuk didalam system komandemen yang tidak ditetapkan pengaturan pemilihan Imam secara khusus. Majelis Islam adalah system pemilihan Imam yang pernah dilaksanakan saat pemilihan Imam pertama (SM Kartosuwirjo), maka hal ini dapat dijadikan rujukan pula dalam system pemilihan Imam dalam kondisi yang khusus, atau dalam kondisi dimana dua system lainnya (Qonun Asasi dan MKT 11) sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilaksanakan. Anggota dari Majelis Islam bisa siapa saja, akan tetapi seyogiannya mereka adalah para perwakilan dari kelompok atau organisasi atau pimpinan atau ulama yang dinilai bersih, adil, dan amanah. Anggota Majelis ini haruslah mewakili seluruh golongan yang mempunyai keberfihakan kepada Kebenaran (Qur’an dan Sunnah) dan Negara (NKA NII), sehingga hasil yang didapatkan (Imam NKA NII) dapat diterima oleh seluruh golongan dan Umat Islam Bangsa Indonesia yang menghendakinya (eksistensi NKA NII). Majelis Islam ini haruslah dibentuk dengan tujuan khusus dalam hal pemilihan Imam Negara (NKA NII), sehingga hasil dari musyawarah anggotanya pun tidak keluar dari tujuan ini.

-          Memahami Lembaga-lembaga Tinggi Negara
1.       Majelis Syuro, Legalitas lembaga Majelis Syuro beserta fungsi politiknya terdapat didalam Qonun Asasi Bab II Pasal 4 dan 5 :
BAB II
Majelis Syuro

Pasal 4
1. Majelis Syuro terdiri atas wakil-wakil rakyat, ditambah dengan utusan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang.
2. Majelis Syuro bersidang sedikitnya sekali dalam satu tahun.
3. Sidang Majelis Syuro dianggap sah jika 2/3 dari pada jumlah anggota hadir.
4. Jika forum ( ketentuan ) yang tersebut di atas ( Bab II pasal 4 ayat 3 ) tidak mencukupi, maka sidang Majelis Syuro yang berikutnya harus diadakan selambat-lambatnya 14 hari kemudian daripada sidang tersebut, dan jika sidang Majelis Syuro yang kedua inipun tidak mencukupi forum di atas ( Bab II pasal 4 ayat 3 ), maka selambat-lambatnya 14 hari kemudian daripadanya harus diadakan lagi sidang Majelis Syuro ketiga yang dianggap sah, dengan tidak mengingati jumlah anggota yang hadir.

Pasal 5
Majelis Syuro menetapkan Qanun Asasy dan garis-garis besar haluan Negara.

2.       Dewan Syuro, Legalitas Lembaga Dewan Syuro beserta fungsi politiknya termaktub didalam Qonun Asasi Bab III pasal 6-9,
BAB III
(Dewan Syuro)
Pasal 6
1. Susunan Dewan Ssyuro ditetapkan dengan undang-undang.
2. Dewan Syuro bersidang sedikitnya sekali dalam 3 bulan.
3. Dewan Syuro itu adlah Badan Pekerja daripada Majelis Syuro dan mempunyai Tugas-Kewajiban:
a. Menjelaskan segala keputusan-keputusan Majelis Syuro.
b. Melakukan segala sesuatu sebagai wakil Majelis Syuro menghadapi Pemerintah,
selainnya yang berkenaan dengan prinsip.

Pasal 7
Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Syuro.

Pasal 8
1. Anggota Dewan Syuro berhak memajukan rencana undang-undang.
2. Jika sesuatu rencana undang-undang tidak mendapat persetujuan dewan syuro, maka rencana tidak boleh dimajukan lagi dalam sidang Dewan Syuro itu.
3. Jika rencana itu meskipun disetujui oleh Dewan Syuro tidak disahkan oleh Imam, maka rencana tadi tak boleh dimajukan lagi dalam sidang Dewan Syuro masa itu.

Pasal 9
1. Dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa, Imam berhak menetapkan peraturan-peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang.
2. Peraturan-peraturaan itu harus mendapatkan persetujuan Dewan Syuro dalam sidang yang berikutnya.
3. Jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut.
3.       Dewan Fatwa, legalitas Lembaga Dewan Fatwa beserta fungsi politiknya terdapat didalam Qonun Asasi Bab V pasal 21,
Bab V
Dewan Fatwa

Pasal 21
1. Dewan Fatwa terdiri dari seorang Mufti besar dan beberapa Mufti lainnya, sebanyak-banyaknya 7 orang.
2. Dewan ini berkewajiban memberikan jawab atas pertanyaan Imam dan berhak mewujudkan usul kepada pemerintah.
Angkatan dan pemberhentian anggota-anggota itu dilakukan oleh Imam.

4.       Mahkamah Agung atau Badan Kehakiman,  legalitas Lembaga Mahkamah Agung beserta fungsi politiknya terdapat didalam Qonun Asasi Bab IX pasal 25,
Bab IX
Kehakiman

Pasal 25
1. Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang.
2. Susunan dan kekuasaan Badan Kehakiman itu diatur dengan undang-undang.
Pasal 26
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhatikan sebagai Hakim ditetapkan dengan Undang-Undang.

5.       Dewan Imamah, Legalitas Lembaga Dewan Imamah (Dewan Kementrian) beserta fungsi politiknya terdapat didalam Qonun Asasi Bab VI pasal 22,
Bab VI
Dewan Imamah

Pasal 22
1. Dewan Imamah terdiri dari Imam dan Kepala Majelis.
2. Angota-angota Dewan diangkat dan diberhentikan oleh Imam.
3. Tiap-tiap anggota Dewan Imamah bertanggung jawab atas kebaikan berlakunya pekerjaan Majelis yang diserahkan kepadanya.
4. Dewan Imamah bertanggung jawab kepada Imam dan Majelis Syuro atas kewajiban yang serahkan kepadanya.

6.       Anggota Komandemen Tertinggi (AKT),  mempunyai legalitas berdasarkan MKT 1, akan tetapi fungsinya sebagai pengganti Imam dalam estapeta kepemimpinan terdapat didalam MKT 11. Anggota Komandemen Tertinggi adalah Dewan Imamah yang disesuaikan dalam system Komandemen dan Sapta Palagan, peran politik AKT tentunya diperkecil karena kondisi Negara dalam Darurat Perang atau Revolusi Total. AKT dalam system Komandemen akhirnya cenderung menjadi Majelis Militer.
7.       Kepala Staff Umum (KSU), legalitas pendiriannya dan fungsinya terdapat didalam MKT 1 lampiran 3 poin 2, Pimpinan Harian, dilakukan oleh Kepala Staf Umum (K.S.U.), atau ,,Generale le Staf””, KSU adalah Pimpinan Harian, posisi tertinggi setelah Imam (Pimpinan Umum), jika didalam system Dewan Imamah, KSU adalah Kepala Majelis Administratif dan Kesekretariatan atau Kementrian Sekretaris Negara, fungsi dan kedudukan politiknya dipertegas didalam MKT 12 (lampiran),
LAMPIRAN M.K.T. No. 12

Terdiri dari pada 3 (tiga) buah Perhatian, Peringatan dan Tjatatan

P.P.T. 1.
Pendjelasan kedudukan dan tugas
1. Dalam lingkungan K.T.
A. Mengenai kedudukan dan tugas Imam-Plm.T., dalam hubungannja dengan K.S.U., anggauta-anggauta K.T./Kepala Madjlis, dan Kuasa-Usaha-Kuasa Usaha K.T., ma’lum!
B. K.S.U. berkedudukan:
- Di bawah Imam-Plm.T., atau wakilnja; tapi
- Di atas anggauta-anggauta K.T./Kepala-Kepala Madjlis dan K.U.-K.U. K.T.
Bagaimana Strategisnya fungsi KSU didalam system Komandemen dan Sapta Palagan, fungsi politiknya kembali dipertegas dalam lampiran MKT 12  P.P.T 2,
P.P.T. 2.
Pendjelasan Landjutan Sekitar Kedudukan K.S
1. Hendaklah setiap K.S. seterimanja M.K.T. Nomor 12 ini segera melatih diri dan menaikkan dirinja sedemikan rupa, sehingga dimasa jang akan dekat ia boleh memiliki ilmu dan ‘amal, kepandaian dan ketjakapan, mentjapai taraf dan mutu Mudjahid sedjati, sebagai Pradjurit Tentara Allah genap-lengkap dlahir-bathin; ialah fakta-fakta jang terutama, jang sekiranja dapat menempatkan dia pada kedudukan Kmd. Termuda atau Plm. Termuda dalam lingkungan Komandemen, dimana ia lagi bertugas atau ditugaskan. Dengan diharap, tiap-tiap K.S. memenuhi sjarat-rukun minimal selaku Kmd. Militer jang tjakap dan sebagai Pemimpin (politik) ra’iat jang bidjaksana. Harap diperhatikan seperlunja!
2. Kedudukan K.S. terletak di pusat Pemerintahan, di tengah-tengah Pimpinan Perang. Ia duduk dan bertugas selaku gelandang atau sipil (pusat) dari sesuatu Komandemen. Oleh sebab itu, maka kuat atau lemahnja K.S. atjapkali membawa akibat dan pengaruh baik atau buruk langsung bagi Komandemen jang bersangkutan.
3. Tugas K.S. dalam lapangan Militer maupun dalam bidang-bidang politik hampir setarap dan hampir sama dengan tugas seorang Kmd. Militer atau Pemimpin Politik, dalam lingkungan sesuatu Komandemen. Tugas luas dan meliputi sedjenis ini membawa tanggung djawab be-sar dan berat. Lebih-lebih lagi, karena sewaktu-waktu diperlukan, ia boleh mengganti atau mewakili Kmd. atau Plm. atasannja. Harap setiap pihak jang bersangkutan menaruh perhatian seperlunja!
4. K.S. bukanlah Sekretaris atau Djuru Tulis, atau Penulis.
Ia adalah seorang Tokoh Pimpinan, jang sewaktu-waktu harus kuasa pandai dan tjakap-tjukup berdiri sendiri, tanpa bantuan dari siapapun, sedang sebaliknja, seorang Sekretaris hanjalah menduduki fungsi pembantu, penolong utama. Oleh sebab itu, apabila di antara para K.S. masih ada jang menduduki martabat atau fungsi Sekretaris, hendaklah suka memperhatikan dan menjelami isi-maksud jang terkandung dalam P.P.T 2, angka 1. Di atas, dan kemudian mewudjudkannja dengan bukti-kenjataan jang wadjar dan sempurna. Djika tiap K.S. ditiap Komandemen sungguh-sungguh memenuhi harapan-harapan minimum jang dikemukakan di atas, keruwetan dan keseretan, akan dapat dihindarkan sedjauh mungkin. Sekurang-kurangnja sebagaian besar dari pada fakta-fakta jang boleh menghambat dan/atau memperlambat djalannja sedjarah dan perdjuangan, akan dapat kita atasi dengan mudah. Tjamkanlah baik-baik!

8.       Kuasa Usaha Komandemen Tertinggi (KUKT), merupakan Panglima khusus yang ditetapkan oleh Panglima Tertinggi untuk mewakilinya dalam tugas-tugas kenegaraan yang secara hukum harus dilakukan oleh Imam sebagai Panglima Tertinggi Negara, KUKT mempunyai fungsi yang fleksibel, tergantung dari apa yang ditetapkan oleh Imam untuk mewakilinya dalam posisi atau tugas tertentu. Bahkan didalam Lampiran MKT 12 P.P.T.1 ditegaskan KUKT sebagaimana AKT dapat diberikan fungsi sebagai Pembantu Aktif KT (Imam-Panglima Tertinggi),
C. Anggauta-anggauta K.T. dan K.U.-K.U. K.T.
- Dari dan diantara para Kepala-Kepala Madjlis, atau diluarnja, oleh Imam-Plm.T. boleh dipilih dan diangkat seorang Anggauta K.T., atau seorang K.U.K.T., atau
- A.K.T. bertugas selaku pembantu aktif K.T.




d.     Hukum Negara

-          Qur’an dan Sunnah Rosulullah Sumber Hukum tertinggi
Didalam Qonun Asasi Bab 1, Pasal 2,
Pasal 2
1. Dasar dan hukum yang berlaku di Negara Islam Indonesia adalah Islam.
2. Hukum yang tertinggi adalah Al-Qur’an dan Hadtis Shahih.
Didalam pasal ini jelas sekali bahwa NII mempunyai Dasar Hukum adalah Islam, yaitu ditegaskan didalam ayat 2 bahwa hukum tertinggi (yang menjadi dasar dari seluruh hukum yang berlaku di NII) adalah Al Qur’an dan Hadits Shahih. Maka seluruh perundang-undangan atau peraturan pemerintah dari pusat hingga daerah struktrur pemerintahan terkecil haruslah sesuai dan sejalan atau tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits Shahih.
-          Qodhi/Hakim Negara
Pemerintah NII menegakan Hukum di Negaranya melalui lembaga Hukum  yang  disebut Badan Kehakiman, yang susunan serta fungsi ataupun sistematika operasionalnya ditetapkan oleh Undang-undang sesuai dengan pasal-pasal didalam Qonun Asasi,
Bab IX
Kehakiman

Pasal 25
1. Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang.
2. Susunan dan kekuasaan Badan Kehakiman itu diatur dengan undang-undang.

Pasal 26
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhatikan sebagai Hakim ditetapkan dengan Undang-Undang


-          Hukum dalam Kondisi Perang
Didalam Kitab Undang-undang Pidana (Strafrecht) NKA NII, maka ditetapkan bahwa Hukum yang berlaku didalam Negara adalah Hukum Islam dalam kondisi Perang,
BAB I
Pasal 1
Negara Indonesia
  1. Negara Indonesia adalah Negara Islam.
  2. Negara Islam Indonesia pada waktu ini (tahun 1949,sampai………) ada dalam masa perang.
  3. Segala hukum Negara pada waktu ini hendaklah disesuaikan dengan hukum Syariat Islam dalam masa perang.
Sebuah Konsekwensi bagi Umat Islam Bangsa Indonesia untuk menetapkan sebuah loyalitas kepada Allah sebagai seorang HambaNya, peperangan antara dua Negara (NKA NII dan NKRI) merupakan peperangan antara Haq dan Bathil, Umat Islam Bangsa Indonesia mempunyai konsekwnsi logis terhadap loyalitas yang akan mereka tetapkan untuk memilih siapa Ulil Amri mereka. Maka suatu hal yang logis pula Negara (NKA NII) menetapkan sebuah hukum bagi negaranya Hukum dalam kondisi Perang, sebelum Negara ini mendapatkan kemenangan yang nyata, yaitu ketika fitnah (NKRI) hilang dari atas Bumi Indonesia. 



                                                                                
e.     Konsep Negara dalam Kondisi Perang dan Terjajah

-          NKA NII Dalam Penjajahan (secara De Facto Negara Tanpa Teritorial)
Harus difahami bagi Umat Islam Bangsa Indonesia, Proklamasi Soekarno dan Hatta pada  tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah sebuah penetapan kemerdekaan bagi Umat Islam Bangsa Indonesia. Rezim yang dipelihara Jepang ini membuat sebuah perkeliruan politik dimana seolah-olah pernyataan mereka di lapangan Ikada itu sebuah pernyataan tentang kebebasan Umat Islam. Mereka hanyalah kaki tangan Penjajah sebagai pelanjut kekuasaan dengan menjual hak-hak Rakyat Indonesia yang notabene adalah Umat Islam Bangsa Indonesia, keduanya yang tiba-tiba mengaku sebagai Perwakilan Rakyat dan menyatakan diri sebagai  orang-orang yang paling berhak menjadi Penguasa Negri warisan Belanda dan Jepang hanyalah sebagai penerus estapeta penjajahan di Nusantara. Teritorial ini adalah milik Umat Islam sebelum para penjajah memaksakan kehendaknya di Bumi Nusantara ini, tempat dimana Umat islam diberlakukan secara Adil secara hukum Syari’at Islam. Soekarno yang berideologi Marxisme telah menipu para pemimpin Umat Islam dan Rakyat Indonesia, dengan seolah-olah Negara yang mereka proklamirkan adalah untuk Rakyat Indonesia. Mereka menyatakan ke berbagai pelosok negeri seolah-olah bahwa Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebuah titik tolak kemerdekaan bagi Umat Islam. Dusta ini telah menjadi konsumsi politik bagi Umat Islam yang tidak memahami ideology Negara apa yang sedang di bawa oleh Soekarno serta para Nasionalis dan Marxis lainnya.
Dan perlu difahami pula oleh Umat Islam Bangsa Indonesia, tidak semua Umat Islam saat itu manut dan tunduk serta patuh termakan rethorika Soekarno, sebagian Umat Islam beserta para pimpinannya yang konsisten di jalan kebenaran, mempersiapkan sebuah Negara yang memang akan didirikan sebagai media kemerdekaan Umat, sebagai manifestasi Keadilan Syari’at Allah, Negara yang memang telah disiapkan jauh sebelum kemerdekaan yang diproklamirkan oleh para Nasionalis di Jakarta. Maka, pada tahun 1948, melalui sebuah konferensi di Cisayong, Jawa Barat,  yang dihadiri para Ulama dan Pemimpin Umat Islam, tercetuslah sebuah gagasan untuk segera merealisasikan Negara tersebut. Negara yang kemudian disusun secara bertahap ini, menjadi momok yang menakutkan bagi para Nasionalis yang kala itu tersingkir hingga Jogja, sehingga pada kesempatan tertentu, para Tentara nasionalis itu memasuki dengan paksa Teritorial yang sudah menjadi hak Umat Islam dan telah dijalankannya syari’at Islam berdasarkan keadilan Hukum Islam. Maka meletuslah pertempuran pertama antara Tentara yang mewakili Umat Islam dan Negara Islam, menghadapi para penyusup dari kaum Nasionalis dan Marxis (Komunis), yang seharusnya mereka hanya mendiami Teritorial Jogja saja. Maka paska Kaum Nasionalis didukung oleh Amerika dalam perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar), akhirnya Belanda sebagai Penjajah Nusantara, menyerahkan teritorialnya kepada Soekarno sebagai penjajah berikutnya. Sehingga kekuatan militer RIS (Republik Indonesia Serikat, Negara boneka Amerika dan Belanda) kemudian akhirnya berlipat setelah banyak tentara Belanda (KNIL) masuk ke jajaran Tentara kaum Nasionalis. Maka pertempuran yang kurang seimbang ini akhirnya dimenangkan oleh para Penjajah baru, sedangkan Negara Islam Indonesia sebagai Negara yang sah bagi Umat Islam Bangsa Indonesia harus kehilangan sebagian besar teritorialnya hingga tidak bersisa pada tahun 1965 paska syahidnya Panglima terakhir Kahar Muzakar di Sulawesi.
Maka sejak itu, NKA NII dalam masa kekalahan perang, Umat Islam masuk pada masa penjajahan Penguasa Sekuler yang  menjadikan Hukum Jahiliyah sebagai dasar hukum bagi kekuasaanya. Maka sepanjang RI berkuasa, dan NKA NII belum memijakan kekuasaannya kembali di Bumi Nusantara ini, Umat akan tetap dalam kondisi terjajah. dan NKA NII akan tetap melanjutkan perjuangannya, NKA NII tidak akan menghentikan peperangannya sepanjang Hukum Allah belum tegak kembali di Bumi Indonesia.

-          Pemerintahan Islam (NKA NII) Tidak Pernah Berhenti
Syahidnya Imam Kartosuwirjo (1962) dan Kekalahan Perang (ditandai oleh syahidnya Kahar Muzakar, 1965) tidaklah menghentikan laju pemerintahan NKA NII. NKA NII bukanlah Kartosuwirjo ataupun Kahar Muzakar, NKA NII adalah para aparatur Negara, Tentara Islam Indonesia, dan Umat Islam yang loyal kepada Negara. Ribuan diantara mereka tidak pernah menyerah dan melanjutkan perjalanan Jihad meski tidak diketahui oleh musuh mereka (NKRI), mereka tidak “mati” hanya karena para pemimpin mereka syahid. Mereka tetap berjalan seiring waktu berputar setiap saatnya. Eksistensi mereka hanya diketahui oleh Umat-umat yang tidak mau tunduk kepada Thoghut laknatullah Republik Indonesia, mereka tidak pernah menghentikan langkah-langkahnya. Hingga saat ini, mereka kemudian berhasil menyusun kembali pemerintahan yang tetap konsisten didalam Revolusi demi tegaknya Hukum Allah di Bumi Indonesia. Pemerintahan Islam tidak pernah berhenti melaksanakan amanah dari kongres Umat Islam di Cisayong. Negara ini tetap hidup dan melanjutkan roda pemerintahannya, melanjutkan perjalanan Jihad yang belum tertuntaskan.

-          Imam dan Pemerintah adalah Komandan Perang
NKA NII adalah Negara para Mujahidin. Semenjak didirikannya mereka ditopang oleh para Mujahidin yang siap melaksanakan Revolusi Total, Jihad Fii Sabilillah. Maka pemimpin-pemimpin didalamnya adalah para Komandan Perang. Imam NKA NII adalah Komandan Perang bagi seluruh Mujahidin yang berada didalamnya (NKA NII).
Didalam Qonun Asasi ditetapkan dengan tegas,
Pasal 15
Imam memegang kekuasaan yang tertinggi atas seluruh Angkatan Perang Negara Islam Indonesia.
Bahkan didalam MKT 11, Imam merupakan Panglima puncak (KPSI) untuk seluruh territorial Indonesia yang telah ditetapkan sebagai Medan Pertempuran. Dengan demikian, Imam NKA NII juga merupakan pemimpin utama atas berjalannya Roda Revolusi di Indonesia. Imam NKA NII adalah sosok yang paling bertanggung jawab atas jalannya Revolusi. Revolusi di Indonesia akan tetap Hidup, sepanjang Imam NKA NII menghidupkannya.

f.       Sumber Kekuatan Negara

-          SDM adalah Mujahidin
Dalam sebuah Negara yang berjalan diatas roda Revolusi, siapapun yang menjadi warga NKA NII harus pula berjalan diatas roda Revolusi. Rakyat adalah dia yang menyerahkan sepenuhnya seluruh loyalitas kepemimpinannya kepada negaranya atas dasar loyalitasnya kepada Allah. Mereka tidak semata-mata hanya menjadi sosok individu yang tidak terkoneksi dengan laju akselerasi pergerakan negaranya, tapi mereka adalah sebuah kesatuan Umat yang Berjama’ah. Kekuatan sebuah Negara diukur oleh kuat tidaknya sosok individu dan jama’ahnya, terutama masalah ruh (spirit) dan mentalitas.  Jika rakyat lemah (secara individu ataupun jama’ah) berarti lemah pula Negara.
NKA NII yang bertahan dalam perjuangan yang panjang, hanyalah karena diantara mereka ada yang masih bertahan dalam ruh dan mentalitas sebagai hamba Allah, melaksanakan wajib sucinya sebagai rakyat NKA NII, yaitu berjalan diatas jalan Jihad Fii Sabilillah sesuai dengan komitmen Bai’at dan melaksanakan Hukum-hukum Negara (Qur’an dan Sunnah Rosulullah serta strafrecht).
Pasal 2
Hukum Perang
1.         Hukum perang pada masa ini (tahun 1949 sampai….) adalah fadlu ‘ain. Menurut Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 216
Maka berdasarkan Strafrecht NII, Pasal 2 ayat 1, Jihad fii Sabilillah adalah Fardlu’ain, yang menjadikan Jihad diwajibkan bagi seluruh rakyat NKA NII. Dengan kata lain, seluruh rakyat NKA NII adalah Mujahidin, seluruh rakyat NKA NII adalah Tentara Islam Indonesia.

-          Infaq dan Rampasan Perang
Demi berjalannya roda Revolusi, maka seluruh rakyat Mujahidin wajib melaksanakan Jihad Fii Sabilillah bi amwal (Infaq Fii Sabilillah) dan bi Anfus (Qital, yang secara otomatis menambah kekuatan Negara melalui Ghonimah, Fa’I, dan Salab). Jihad Fii Sabilillah ini berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah, Rosulullah, dan Negara. Maka NKA NII telah menetapkan aturannya didalam Maklumat Ketetapan Komandemen Tertinggi 17 Oktober 1950, diantaranya diterangkan dalam Lampiran-lampiran Maklumat,
LAMPIRAN I
Hal : Ma’na beberapa istilah
1. Infaq.
Infaq ialah: kewadjiban tiap-tiap warga negara terhadap negara, baik jang merupakan harta ataupun benda, jang ditunaikan:
  a. ditiap-tiap masa, damai atau perang (infaquddin); dan
  b. hanja di dalam masa perang (infaq fi sabilillah).

2. Sidkah tathawu’……………..…..…. ma’lum.

3. Zakat …………………………..…… ma’lum.

4. Fitrah ………………………........... ma’lum.

5. Ta’zir ialah: denda, sepandjang hukum jang didjatuhkan oleh mahkamah.

6. Harta Ma’sum ialah: harta-benda kepunjaan seorang Muslim warga-negara (Mujahid) jang:
  a. meninggalkan tempat-kedudukannja, karena tugas atau karena tertawan oleh musuh;
  b. tiada orang atau keluarga jang memelihara harta bendanja.

7. Harta Mauquf ialah: harta-benda kepunjaan seorang warga-negara Muslim jang:
  a. meninggalkan tempat kedudukannja;
  b. tiada persekutuan, sangkutan dan hubungan dengan fihak musuh atau/dan penghianat;
  c. tiada orang atau keluarga jang memelihara harta bendanja.

8. Fai’ ialah:
  a. barang/harta jang dirampas dari musuh, tidak dengan djalan perang;
  b. barang/harta penghianat;
  c. barang/harta orang jang bersekutu dengan golongan a. dan b.;
  d. barang/harta orang murtad kepada Agama dan Negara;
  e. barang/harta jang disediakan untuk atau/dan dipergunakan oleh musuh; dan
  f. barang/harta orang dzimi (orang kafir jang dibawah perlindungan Pemerintah Negara   Islam Indonesia), jang meninggal dunia, sedang dia tidak mempunjai ahli waris.

9. Ghanimah ialah: segala harta-benda jang diperdapat daripada hasil pertempuran.

10. Harta Shalab ialah: semua barang, ketjuali alat perang, jang ada dan melekat pada badan musuh (tentara atau/dan pengchianat), ketika dia dibunuh diluar keputusan mahkamah. Barang-barang jang dibawa, di luar jang ada dan melekat pada badannja, ketika ia dibunuh, maka barang-barang itu adalah Ghanimah. Sedang barang-barang jang ditinggalkannja (di rumah dan kekajaan lainnja) adalah harta Fai’.
Adapun barang-barang jang diperdapat dari musuh atau/dan pengchianat, karena mendjalani hukuman mati atas keputusan Mahkamah, maka barang itu bukanlah Shalab, melainkan masuk barang Fai’.


LAMPIRAN II
Hal Pembagian Infaq Negara (Lampiran I, 1, a.).
1. Pembagian Infaq Negara:
  1) Desa ………………………………………………………… 25 %
  2) K. Kt. (Komandemen Ketjamatan) …………………………. 20 %
  3) K.K. (Komandemen Kabupaten) ………………………….. . 15 %
  4) K.D. (Komandemen Daerah) ……………………………….. 15 %
  5) K.W. (Komandemen Wilajah) …………………………….… 15 %
  6) K.T. (Komandemen Tertinggi) ……………………………… 10 %

2. Pembagian Sidkah, Zakat dan Fithrah:
Seperti jang telah diatur oleh Hukum Sjara’
 

LAMPIRAN III
Hal Pemeliharaan harta Ma’sum dan Mauquf
Harta Ma’sum dan Mauquf dibagi menjadi dua matjam:
1. Barang dan harta, jang tidak dapat diangkat; dan

2. Barang dan harta jang dapat diangkat.
1). Pemeliharaan harta Ma’sum dan Mauquf, jang tidak dapat diangkat.
Jika harta Ma’sum dan Mauquf jang dipelihara itu membuahkan hasil, maka pendapatan   bersih daripadanja, dibagi sebagai jang berikut:
   (1). 20 % untuk Pemelihara atau pengusaha;
   (2). 20 % ,, Desa;
   (3). 15 % ,, K.Kt. (Komandemen Ketjamatan).
   (4). 15 % ,, K.K. (Komandemen Kabupaten).
   (5). 10 % ,, K.D. (Komandemen Daerah).
   (6). 10 % ,, K.W. (Komandemen Wilajah).
   (7). 10 % ,, K.T. (Komandemen Tertinggi).

2). Pemeliharaan harta Ma’sum dan Mauquf, jang dapat diangkat:
  (1). Pengangkutan dan pemeliharaan atasnja, ditugaskan kepada Kmd. K.Kt. jang bersang-kutan, dengan pengawasan K.K.
  (2). Tiap-tiap instansi Negara mempunjai hak untuk mempergunakan harta Ma’sum dan Mauquf tersebut di atas, dengan pemeliharaan baik-baik, setelah berdamai dengan Kmd. K.Kt. jang bersangkutan.
  (3). Laporan ini dikirimkan oleh Kmd. K.Kt. tersebut, kepada Kepala Mdjelis Keuangan, dan tembusannja kepada K.K.
 
Tjatatan:
(1). Harta Ma’sum jang dipelihara dan dipergunakan oleh Negara itu, boleh dipulangkan kembali kepada jang mempunjai, apabila ia telah kembali ditempat tinggalnja dan ternjata bebas daripada tuntutan hukum, sepandjang keputusan Mahkamah.
(2). Harta benda Mauquf jang dipergunakan dan dipelihara oleh Negara itu, boleh dipulangkan kembali kepada jang mempunjainja, apabila ia telah kembali ditempat tinggalnja dan ternjata bebas daripada tuntutan hukum, sepandjang keputusan Mahkamah.
(3). Harta Mauquf jang termaktub didalam lampiran III tjatatan (2), beralih sifat dan hukumnja mendjadi Harta Fai’, bila jang empunja ternjata masuk salah satu golongan, seperti jang ter-tulis dalam Lampiran I angka 8 huruf a. hingga f.


LAMPIRAN IV
Hal Pembagian harta Fai’
Harta Fai’ dibagi menjadi dua matjam, ja’ni:
(1). Barang-barang jang dapat diangkat (roorende guderen) dan
(2). Barang-barang jang tidak dapat diangkat (on rurende guderen).

1. Pembagian barang-barang Fai’ jang dapat diangkat:
  (1) 4 % untuk Imam/Plm. Tertinggi dan keluarganja;
  (2). 4 % ,, Mashalihul-Muslimin, di bawah kekuasaan Imam/Plm. T.;
  (3) 4 % ,, Fukara dan Masakin;
  (4). 4 % ,, Jatama;
  (5). 4 % ,, Ibnu-Sabil;
  (6). 20 % ,, Tugas Tentara-pendudukan, atau/dan Tentara jang ikut serta dan ditugas-kan untuk perampasan tsb., kesatuan polisi dan Baris jang bersangkutan (jang mengerdjakan).
  (7). 10 % ,, Desa, dimana barang itu dirampas;
  (8). 10 % ,, K.Kt. jang bersangkutan;
  (9). 10 % ,, K.K. jang bersangkutan;
  (10). 10 % ,, K.D. jang bersangkutan;
  (11). 10 % ,, K.W. jang bersangkutan;
  (12). 10 % ,, K.T.

2. Pembagian barang harta Fai’ jang tidak dapat diangkat:
Jika pemeliharaan dan pengusahaan barang-barang itu memberikan hasil, maka pendapatan bersih daripadanja diatur sebagai berikut:
  (1). 4 % untuk Imam/Plm. Tertinggi dan keluarganja;
  (2). 4 % ,, Mashalihul Muslimin, di bawah kekuasaan Imam/Plm. Tertinggi;
  (3). 4 % ,, Jatama;
  (4). 4 % ,, Fuqara dan Masakin;
  (5). 4 % ,, Ibnu Sabil;
  (6). 20% ,, Pengusaha;
  (7). 15% ,, Desa;
  (8). 15% ,, K.Kt.;
  (9). 10% ,, K.K.;
  (10). 7 ½% ,, K.D.;
  (11). 7 ½% ,, K.W.; dan
  (12). 5 % ,, K.T.

Tjatatan:
1. Tentang hasil pendapatan sendjata, berlaku atasnja peraturan jang termaktub dalam Ma’lumat Militer No. I, Lampiran I, 25 Djanuari 1949.
2. Di Ketjamatan, dimana belum ada pemerintahan Negara Islam Indonesia, maka hak Koman-demen Ketjamatan jang tersebut dalam Lampiran IV, angka 1 (8), diberikan kepada Tentara, Polisi dan Baris jang mengerdjakan.
3. Pembagian jang tertulis dalam Lampiran IV, angka 1 dan 2, angka (1) hingga (5) (semuanja 20%), harus diserahkan kepada Kepala Madjlis Keuangan. Dalam hal ini, Kepala Madjlis Keuangan diwadjibkan untuk menjampaikan amanat-amanat Allah itu, kepada masing-masing mustahiqnja.
4. Barang Fai’I jang tidak dapat diangkat maka pendaftaran dan pemeliharaannja ditugaskan kepada K.Kt. jang bersangkutan dengan pengawasan K.K. kemudian laporan tentang hal ini disampaikan oleh Kmd. K.Kt. tsb. kepada Kepala Madjlis Keuangan dan tembusannja disampaikan kepada K.K.

LAMPIRAN V
1. Hal Pembagian Ghanimah
Semuanja pendapatan Ghanimah, dengan segera harus dibagi menurut aturan sebagai berikut:
  (1). 4 % untuk Imam/Plm. Tertinggi dan keluarganja;
  (2). 4 % ,, Mashalihul Muslimin, dibawah kekuasaan Imam/Plm. Tertinggi;
  (3). 4 % ,, Fuqara dan Masakin;
  (4). 4 % ,, Jatama;
  (5). 4 % ,, Ibnu Sabil;
  (6). 25 % ,, Kesatuan Tentara, Polisi, Baris dll, jang ikut serta dalam gerakan diwaktu mendapatkan Ghanimah (mengerjakan);
  (7). 10 % ,, Bataljon jang kesatuannja ikut serta melakukan tugas tersebut, dalam (6); jika dalam kesatuan daripada beberapa bataljon, maka djumlah ini (10%) dibagi rata atas banjaknja bataljon jang bersangkutan.
  (8). 5 % ,, Bataljon jang memegang Teritorium;
  (9). 5 % ,, Detasemen Polisi, jang memegang Daerah;
  (10). 15 % ,, Komandemen Ketjamatan, darimana Ghanimah itu diperoleh.
  (11). 15 % ,, Resimen jang daerah gerakannja itu masuk dalam daerah tugasnja; dan
  (12). 10% ,, Divisi jang bersangkutan.

2. Hal Shalab
Shalab harus diberikan kepada pembunuh atas musuh atau dan penghianat, diluar keputusan Mahkamah.

-          Membangun Jaringan Mujahidin Indonesia dan Internasional
Teramktub didalam hasil Kongres di Cisayong pada poin 6 dan 7 :
6.        Membantu perjuangan muslim dinegara negara lain,sehingga mereka segera bisa melaksanakan wajib sucinya, sebagai Hamba Allah yang menegakan Hukum Alloh di Bumi Alloh.
7.        Bersama Negara–negara Islam yang lain,membentuk Dewan Imamah Dunia untuk memilih seorang khalifah,dan tegaklah KHILAFAH  di muka bumi.
Kongres Cisayong merupakan dasar utama legitimasi Umat Islam Bangsa Indonesia atas manifestasi gerak dan aktifitas para pemimpin Umat Islam dari mulai cikal bakal berdirinya Negara Islam hingga menuntaskannya dalam program Internasionalnya untuk membentuk kembali Kekhalifahan Islam di Dunia. Prosesi ini dapat berlangsung dengan baik jika dan hanya jika para Mujahidin NKA NII (Pemerintahan/TII) membangun jaringan dengan para Mujahidin di Indonesia (diluar TII) dan internasional dari berbagai Negara.
Indonesia paska kekalahan Perang NKA NII oleh NKRI, maka Umat Islam tumbuh tanpa perlindungan penuh pemerintahan Islam. Sebagian dari mereka membangun dirinya beserta jama’ahnya secara tersendiri dalam penentangannya terhadap Thoghut NKRI. Kenyataan ini harus difahami bersama, baik oleh NKA NII sebagai Pemerintahan Islam yang mempunyai kewajiban untuk membebaskan Teritorial negaranya, begitu pula oleh para Mujahidin yang muncul pada periode dimana Pemerintahan Islam dalam kondisi bergerak dibawah tanah (underground), yang sama-sama menghendaki berdirinya Pemerintahan Islam (Daulah al Islamiyah/ Darul Islam) di Indonesia. NKA NII harus membentuk shaff yang kuat dengan mujahidin manapun, apalagi dengan para Mujahidin di Indonesia. Mereka harus seiring sejalan dalam perjalanannya diatas jalan Jihad Fii Sabilillah. Para Mujahidin di Indonesia harus menyadari pula, bahwa NKA NII adalah pemerintahan yang saat ini sedang berjuang untuk mengambil kembali territorial yang diakuisisi oleh Thoghut NKRI. Jangan sampai terpikirkan bagi mereka (Mujahidin Indonesia di luar TII) untuk kemudian bermaksud mendirikan Negara Islam diluar NKA NII. Perbuatan Bughot ini akan memicu terpecahnya shaff Mujahidin dalam menghadapi musuh bersama Thoghut NKRI. Maka dengan demikian, baik NKA NII maupun Mujahidin lainnya harus segera merapatkan diri untuk membentuk shaff yang lebih besar dan lebih kuat lagi.
Membangun jaringan dengan para Mujahidin di Dunia, tentunya mempunyai konsekwensi logis, dimana Pemerintahan NKA NII siap untuk terjun langsung pada pertempuran  Dunia, terjun langsung dalam Revolusi Islam tingkat Internasional.  
Menghadapi NKRI sebagai Negara penjajah di Bumi Indonesia pada dasarnya langsung maupun tidak langsung NKA NII sudah membuka Front dengan para sekutunya, Amerika (Zionis) dan Rusia. Mereka (Para Sekutu NKRI) tidak akan membiarkan Negara boneka mereka diperangi, seperti halnya NKA NII yang tidak mungkin membiarkan Mereka dengan leluasa menjajah bumi-bumi kaum muslimin dimanapun berada. Keberhasilan Revolusi Islam di Indonesia akan mempercepat kebangkitan para Mujahidin di Dunia, baik Amerika maupun Rusia dimana kedua Negara besar ini menjajah dan memerangi Umat Islam dan tidak menghendaki kekuatan baru muncul (Kekhalifahan Islam) tidak akan pernah membiarkannya. Negara-negara yang manut dan tunduk atas kebijaksanaan Internasional Mereka, ibarat Benteng Perang bagi Mereka. Mereka akan mempertahankannya dengan seluruh potensi yang ada. NKA NII tidak mungkin berlepas diri dari persekutuan Internasional antar Mujahidin dalam menghadapi Persekutuan Thoghut Internasional ini. Selain NKA NII harus membangun kekuatan militer (persenjataan) dan politik dimana sumber-sumber dari belahan dunia lain diperlukan. Lebih jauh dari itu, pertempuran Haq dan Bathil tidak mungkin disekat sebatas territorial sebuah Negara. Kekuatan Islam adalah para Mujahidin dimanapun mereka berada di seluruh Dunia. Kita wajib membela sesama  kaum muslimin yang tertindas dari belahan Dunia manapun. Dan kembali kepada Kongres Cisayong, amanah Umat Islam Bangsa Indonesia dalam Kongres tersebut dengan jelas menetapkan, bahwa Kewajiban bagi Pemerintahan NKA NII beserta seluruh Mujahidin yang berada didalamnya (TII, Tentara Islam Indonesia), untuk membantu perjuangan Umat Islam dimanapun berada, dan menjadi katalisator terbentuknya Kekhalifahan Islam di Dunia, bersama dengan Negara-negara Islam lainnya.


g.     Membangun Kembali Pemerintahan

-          Sapta Palagan adalah Satu-satunya Solusi.
Yang harus difahami bagi Umat Islam Bangsa Indonesia, bahwa ketika Pemerintah NKA NII menetapkan pembentukan struktur Negara dalam bentuk Sapta Palagan melalui MKT 11, maka pada saat itu, Negara telah menetapkan sebuah masa baru, masa dimana Umat Islam wajib melaksanakan sebuah proses politik, yaitu Revolusi Total. Jalan menuju Revolusi Total hanyalah Jihad fii Sabilillah, Revolusi Total adalah Yuqtal au Yaghlib, tidak akan berhenti Roda Revolusi, hingga Thoghut NKRI terhempas oleh badai, yaitu gelombang perjuangan Umat Islam yang menghendaki kembali tegaknya Kebenaran dan Keadilan, yaitu Darul Islam (NKA NII), manifestasi Keadilan Hukum Allah dimuka Bumi Indonesia. Inilah esensi MKT 11, inilah esensi dari Sapta Palagan, dimana tidak ada satu jengkal tanah di Indonesia ini kecuali disana dikumandangkan Perang Sabilillah, Perang menghadapi kedzaliman NKRI. 7 Medan Tempur adalah struktur Jihad, tidak ada Umat Islam yang loyal kepada Allah dan RosulNya kecuali mereka adalah Mujahidin. Mereka para Pemimpin dan Umat menyatu padu dalam Jihad Fii Sabilillah laksana Benteng Perang. Benteng Perang ini adalah Sapta Palagan. Seluruh komponen membaktikan dirinya untuk terjun langsung dalam kancah Revolusi, Jihad tidak lagi menjadi amalan Fardhu Kifayah, Jihad adalah Fardhu ‘ain, kewajiban setiap individu yang mencintai Allah, Rosulullah, dan Jihad Fii Sabilillah melebihi apapun di Dunia ini.
Sapta Palagan adalah satu-satunya solusi. Kekalahan Perang NKA NII pada tahun 60-an pada dasarnya diakibatkan para Komandan dan Tentaranya serta Umat Islam Bangsa Indonesia tidak merealisasikan Maklumat Imam NKA NII. Kekalahan Perang ini bukanlah Kekalahan Negara, akan tetapi Kekalahan Mental para Mujahidin yang menolak seruan Imam, menolak memberlakukan Revolusi Total, menolak berjalan diatas jalan mulia, jalan Jihad Fii Sabilillah.

-          Melengkapi Struktur Perang
Jalannya Roda Revolusi di Indonesia berada dibawah komando KPSI (Komando Perang Seluruh Indonesia), yang dipimpin langsung oleh Panglima Tertinggi Imam NKA NII. Imam NKA NII menggunakan seluruh potensi yang ada untuk keberlangsungan jalannya Revolusi ini. Maka, struktur Sapta Palagan haruslah lengkap hingga sampai tingkat paling bawah, dimana tingkatan inilah sebagai penentu operasional Negara. Membangun kembali kekuatan Negara berarti membangun kembali Sapta Palagan, melengkapi Infrastruktur dan Supra struktur Perang yang akan dipergunakan oleh para Mujahidin TII, dari tingkatan KPSI hingga Sub Sektor. Kekuatan Negara akan bergantung pada kelengkapan ini. Karena jika sudah benar-benar dilengkapi, Revolusi akan berjalan tanpa hambatan.

-          Mempersiapkan Pemerintahan Sipil Militer untuk D1/Darul Islam/Basis Teritorial
Satu hal yang harus di garis bawahi, bahwa Peperangan ini ditentukan oleh direbutnya kembali setiap jengkal tanah yang saat ini diakuisisi oleh NKRI. Penguasaan kembali Teritorial akan secara real terbentuknya kembali Madinah Indonesia atau dalam istilah lainnya adalah D1 (Daerah 1, Basis Teritorial), dimana didalamnya akan diberlakukan Hukum Islam bagi Umat Islam yang menjadi penduduknya. Pemerintahan Sipil Militer harus eksis pada kondisi tersebut, menjaga keberlangsungan Hukum Islam bagi Umat, menjaga serta mempersiapkan logistic bagi jalannya Peperangan, melindungi Umat dari musuh yang berada didalamnya (kaum Munafiq dan Fasiq) Serta menjaga stabilitas Negara. Basis Teritorial adalah Benteng terakhir bagi para Mujahidin, dimana eksistensi Negara (secara de Facto) dipertaruhkan didalamnya.
Yang dimaksud dengan istilah Pemerintahan Sipil Militer adalah dikarenakan mereka merupakan aparatur Negara yang mengurusi hak-hak sipil, akan tetapi status mereka tidaklah berubah sebagai aparat Militer (TII), karena didalam struktur Sapta Palagan tidak ada aparatur Negara yang mempunyai status khusus dalam pengurusan politik ataupun sipil (status ini hanya berada didalam system Dewan Imamah dan Komandemen). Dalam suasana Revolusi Total, Basis Teritorial sifatnya masih labil, kondisi ini akan tetap berlangsung hingga Revolusi berakhir (tidak adanya dualisme Kekuasaan Politik dalam Teritorial yang sama, tegaknya kembali NKA NII secara De Facto dan De jure, musnahnya Kekuasaan Politik Thoghut NKRI)