NKA NII

NKA NII
Negara Karunia Allah Negara Islam Indonesia

Selasa, 03 April 2012

" SALAFIYYAH YAHUDIYYAH "


" SALAFIYYAH YAHUDIYYAH "

Ditulis oleh : Nur Jannah
 
Segala Puji Hanya Milik Allah, Shalawat Dan Salam Semoga Dilimpahkan Kepada Penutup Para Nabi, Keluarga Dan Para Shahabat Semuanya. Wa ba’du :

Mungkin Sekilas Pembaca Kaget Dan Mengingkari Judul Di Atas, Tapi Perlu Diketahui Bahwa Judul Di Atas Tidak Ada Kaitan Dengan Generasi As - Salaf Ash - Shalih Dan Yang Mencontoh Mereka Yang Telah Menegakkan Dien Ini Dengan Tinta Dan Darah Yang Berlepas Diri Dari Orang - Orang Kafir Dan Orang - Orang Murtad Lagi Menjihadi Mereka Dengan Jiwa, Harta Dan Lisan. Namun Yang Saya Maksudkan Di Sini Adalah Sekte Yang Mengklaim Dirinya Sebagai Salafiyyah Atau Salafi Yang Menurut Pengakuan Palsu Mereka Bahwa Mereka Itu Memahami Al - Qur’an Dan As - Sunnah Sesuai Manhaj As - Salaf Ash - Shalih, Namun Hampir Di Semua Negara Mereka Menjadikan Para Penguasa Murtad Yang Berhukum Dengan Hukum Thaghut Sebagai Imam Atau Ulil Amri Mereka Yang Wajib Diberikan Loyalitas Dan Mereka Hampir Di Semua Tempat Selalu Menuduh Mujahidin Muwahhidin Yang Mengkafirkan Para Penguasa Itu, Menentangnya Dan Memeranginya Sebagai Khawarij Yang Lebih Busuk Daripada Para Penguasa Yang Menerapkan Hukum Thaghut Itu. Sehingga Pada Akhirnya Mereka Damai Dengan Para Thaghut Dan Para Thaghut Pun Aman Dari Tangan Dan Lisan Mereka, Akan Tetapi Kaum Muwahhidin Tidaklah Selamat Dari Lidah Mereka Yang Panjang Lagi Tajam. Damai Dengan Penyembah Berhala Dan Perang Terhadap Orang - Orang Islam Yang Mereka Tuduh Sebagai Khawarij.

Mereka Memiliki Kesamaan Dengan Orang Yahudi Dalam Pemahaman Tauhid Dan Dalam Sikap Terhadap Penganut Tauhid.

Adapun Di Dalam Masalah Tauhid Yaitu Di Dalam Masalah Iman Dan Kufur, Maka Sesungguhnya Sekte Salafi Maz’um Menganggap Bahwa Kemusyrikan Dan Kekafiran Penguasa Yang Membuat Undang - Undang, Menerapkan Hukum Thaghut, Merampas Hak Khusus Allah Yaitu Pembuatan Hukum Dan Melimpahkannya Kepada Para Anggota Parlemen Dengan Sistem Demokrasinya, Menjadikan UUD 1945 Sebagai Kitab Hukum Tertinggi Yang Menjadi Rujukan Di Dalam Segala Permasalahan Sebagai Pengganti Kitabullah, Menjadikan Ideologi ( Dien ) Pancasila Sebagai Dien Yang Lebih Tinggi Dari Islam Dan Sebagian Ajaran Islam Boleh Diamalkan Kalau Tidak Menyelisihi Pancasila Dan Sebagian Lainnya Tidak Boleh Karena Menyelisihinya Sehingga Penguasa Negeri Ini Loyal Sepenuhnya Kepada Pancasila Bukan Kepada Islam, Dan Memberikan Loyalitas Kepada Lembaga - Lembaga Kafir Lokal Maupun Internasional. Sekte Salafi Maz’um Menganggap " Kemusyrikan Dan Kekafiran Besar " Yang Berlapis - Lapis Itu Hanyalah Kufrun Duna Kufrin Atau Kufur Ashghar Yang Tidak Mengeluarkan Dari Islam. Padahal Kekafiran Dan Kemusyrikan Para Penguasa Yang Sifat - Sifatnya Seperti Itu Dengan Kufur Akbar Yang Berlapis - Lapis Yang Mengeluarkan Dari Islam Adalah Permasalahan Yang Nyata - Nyata Dan Jelas Lagi Terang Benderang Yang Lebih Terang Dari Matahari Di Siang Bolong Karena Dalilnya Sangat Banyak Dari Al - Kitab, As - Sunnah Dan Ijma Yang Telah Kami Paparkan Di Tempat Lain.

Sedangkan Kelompok Yang Pertama Kali Menganggap Syirik Akbar Sebagai Syirik Ashghar Yang Tidak Akan Mengekalkan Pelakunya Di Dalam Neraka Adalah Orang - Orang Yahudi, Dimana Mereka Menganggap Penyembahan Anak Sapi Yang Dibuat Oleh Samiri Yang Merupakan Syirik Akbar Hanya Sebagai Syirik Ashghar Yang Tidak Mengekalkan Di Dalam Neraka, Sebagaimana Yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala Kabarkan Tentang Mereka :
وَقَالُو لَن تَمَسَّنَا النَّارُ اِلاَّ اَيَّامًا مَعْدُودَةً

“......... Dan Mereka ( Orang - Orang Yahudi Yang Menyembah Anak Sapi ) Berkata, : “ Api Neraka Tidak Akan Menyentuh Kami Kecuali Beberapa Hari Saja . “ ( QS. Al - Baqarah : 80 ).

Allah Subhanahu Wa Ta'ala Juga Berfirman, :
وَقَالُو لَن تَمَسَّنَا النَّارُ اِلاَّ اَيَّامًا مَعْدُودَتٍ

“ Mereka Berkata, : “ Api Neraka Tidak Akan Menyentuh Kami Kecuali Beberapa Hari Saja. “ ( QS. Ali - Imran : 24 ).

Mereka Beranggapan Bahwa Andaikata Mereka Masuk Neraka, Maka Hanya Empat Puluh Hari Saja Yaitu Selama Waktu Empat Puluh Hari Mereka Menyembah Anak Sapi.

Dan Para Pengklaim Salafi - Pun Demikian, Dimana Apa Yang Dilakukan Para Penguasa Thaghut Dan Ansharnya Berupa Syirik Hukum, Penyembahan Undang - Undang, Kesetiaan Kepada UUD’45 Dan Pancasila, Penganutan Dien Demokrasi Dan Kekufuran Lainnya, Menurut Para Pengklaim Sekte Salafi Maz'um Hal Itu Tidaklah Membatalkan Keislaman Dan Tentunya Andaikata Mati Diatas Hal Itu Tidak Akan Mengekalkan Di Neraka, Karena Itu Hanya Sebatas Kefasiqan Dan Kufrun Duuna Kufrin Dan Pelakunya Tetap Dianggap Muslim Dan Bahkan Sebagai Ulil Amri Yang Wajib Ditaati Dan Kebejatannya Tidak Boleh Dibicarakan Di Hadapan Umum Dan Orang - Orang Yang Mengkafirkannya Adalah Khawarij Dan Yang Memberontak Untuk Menjatuhkannya Adalah Anjing - Anjing Neraka Yang Sangat Besar Pahala Membunuhnya. Ini Berkaitan Dengan Kesamaan Pemahaman Aqidah Dalam Hal Al - Iman Dan Al - Kufru.

Sedangkan Kaitan Dengan Kesamaan Sikap, Maka Perhatikanlah Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala Ini :
اَلَمْ تَرَ اِلئَ الَذِينَ اُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَبِ يُؤْمِنُونَ بِالجِبْتِ وَالطَّغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوا هَؤُلاَءِ اَهْدَي مِنَ الذِيْنَ ءَامَنُوا سَبِيلاً

“ Tidakkah Engkau Memperhatikan Orang - Orang Yang Diberi Bagian Dari Al - Kitab ( Taurat )? Mereka Beriman Kepada Jibt Dan Thaghut Dan Mengatakan Kepada Orang - Orang Kafir ( Musyrik Mekkah ) Bahwa Mereka Itu Lebih Benar Jalannya Daripada Orang - Orang Yang Beriman. ” ( QS. An - Nisa : 51 ).

Ayat Ini Berkaitan Dengan Para Tokoh Yahudi Yang Datang Kepada Musyrikin Mekkah Dalam Rangka Memprovokasi Mereka Agar Memerangi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam Dan Kaum Muslimin Di Madinah. Allah Subhanahu Wa Ta’ala Menyebutkan Bahwa Mereka Itu Ahli Ilmu Dan Al - Kitab, Mereka Beriman Kepada Jibt ( Yaitu Apa Yang Manusia Tunduk Kepadanya Selain Allah ) Dan Thaghut ( Segala Yang Melampaui Batas Dan Segala Yang Diibadati Selain Allah Seraya Ridla Dengannya ) Dan Mereka Menganggap Bahwa Kaum Musyrikin Mekkah Yang Menyembah Berhala Itu Lebih Baik Daripada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam Dan Para Shahabatnya Yang Bertauhid Yang Menentang Segala Thaghut Dan Menolak Loyal Kepada Kekuasaannya.

Dan Realita Sikap Yahudi Terhadap Kaum Musyirikin Dan Terhadap Kaum Mukminin Ini Adalah Sama Persis Dengan Sekte Salafi Maz’um Hari Ini, Dimana Para Tokoh Mereka Itu Diberi Bagian Dari Ilmu Al - Kitab Dan As - Sunnah, Namun Mereka Itu Beriman Kepada Thaghut Dengan Bentuk Mereka Menjadikan Para Penguasa Kafir Murtad ( Yang Menurut Mereka Adalah Pemimpin Muslim ) - Yang Memberlakukan Hukum Thaghut, Menganut Agama ( Dien ) Demokrasi, Menjadikan Pancasila Sebagai Pijakan, Menjadikan UUD’45 Sebagai Kitab Rujukan Hukum Tertinggi Dan Loyal Kepada Lembaga - Lembaga Kafir Regional Dan Internasional - Sebagai Ulil Amri Dan Pemimpin Kaum Muslimin Yang Wajib Diberikan Kesetiaan Dan Loyalitas, Sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala Telah Menggolongkan Sikap Menjadikan Orang - Orang Kafir Sebagai Pemimpin Itu Sebagai Bentuk Sikap Kafir Kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Kepada Nabi-Nya Dan Kitab-Nya. Dan Itu Semakna Dengan Sikap Iman Kepada Thaghut. Seperti Apa Yang Dikandung Dalam Firman-Nya Allah Subhanahu Wa Ta’ala, :
وَلَوْ كَانُواْ يُؤْمِنُونَ بِالله وَالنَّبِيِّ وَمَا اُنْزِلَ اِلَيْهِ مَا التَّخَذُوهُمْ اَوْلِيَاءَ

“ Seandainya Mereka Beriman Kepada Allah, Nabi Dan Apa Yang Diturunkan Kepadanya ( Nabi ), Tentu Mereka Tidak Menjadikan Orang - Orang Kafir Itu Sebagai Pemimpin. ” ( QS. Al - Maidah : 81 ).

Ayat Ini Menjelaskan Bahwa Iman Kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala Itu Tidak Bisa Bersatu Dengan Sikap Menjadikan Orang Kafir Sebagai Pemimpin Yang Mana Sikap Semacam Ini Adalah Diantara Salah Satu Makna Iman Kepada Thaghut.

Kemudian Setelah Menyakini Bahwa Para Penguasa Kafir Murtad Semacam Tadi Itu Adalah Kaum Muslimin Yang Maksiat Yang Tidak Batal Keislamannya Sesuai Aqidah Salafiyyah Yahudiyyahnya Itu Dan Sedangkan Kaum Muwahhidin Yang Mengkafirkannya Lagi Membangkangnya Dan Menolak Loyal Kepadanya Adalah Khawarij Ahli Bid’ah Yang Sesat Versi Aqidah Salafiyyah Yahudiyyah Di Atas, Maka Mereka ( Sekte Salafi Maz’um ) Itu Mengambil Kesimpulan Dan Sikap Bahwa Para Penguasa Thaghut Yang Berhukum Dengan Undang - Undang Buatan, Yang Menganut Sistem Demokrasi, Yang Beerfalsafah Pancasila, Yang Merujuk Kepada UUD’45, Yang Memerangi Wali - Wali Allah Dan Loyal Kepada Wali - Wali Syaitan Itu Adalah Lebih Baik Dan Lebih Lurus Jalannya Daripada Kaum Muwahhidin Yang Hanya Loyal Kepada Allah Dan Hukum-Nya Dan Berlepas Diri Dari Para Thaghut, Pemerintahannya, Demokrasinya, Pancasilanya, UUD’45nya Dan Kebejatan - Kebejatan Lainnya. Karena Para Penguasa Dan Ansharnya Hanyalah Ahli Maksiat Dan Sedangkan Kaum Muwahhidin Yang Menentangnya Itu Adalah Khawarij Lagi Ahli Bid’ah, Sedangkan Sesuai Manhaj Ahlussunnah Wal Jama’ah Bahwa Ahli Bid’ah Itu Lebih Buruk Dari Ahli Maksiat. Halal Mengghibah Ahli Bid’ah Dan Haram Mengghibah Penguasa Muslim Yang Maksiat.

Oleh Sebab Itu Hendaklah Mereka Secara Tegas Dan Mantap Memasukkan Di Dalam Point - Point Manhaj Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah Versi Salafiyyah Yahudiyyah Ini Bahwa : Wajib Loyal Kepada Penguasa Yang Mengaku Muslim Walaupun Dia Memberlakukan Undang - Undang Buatan, Berpaham Demokrasi, Berfalsafah Pancasila Dan Merujuk Kepada UUD’45!!!…

Apakah Ini Manhaj Salaf Atau Manhaj Yahudi?!!!

Sadarlah Wahai Para Pengklaim Salafi!
-----------------------------------------------------------------------------------------
" MEMBONGKAR SYUBHAT PARA PEMBELA THAGHUT " : " PENGKLAIM MANHAJ SALAF "
كشف شبهات المجادلين
عن عساكر الشرك وأنصار القوانين

PENULIS

SYAIKH ABU MUHAMMAD AL - MAQDISIY.




Alih Bahasa

Abu Sulaiman Aman Abdurrahman

KHATIMAH.

Akhirnya dan bukan yang terakhir, sungguh kami telah sering mendengar dari kalangan yang tidak mengetahui hakikat tauhid ini, mereka mengatakan: Apa faidah yang kalian dapatkan dari mengkafirkan para tentara, para intelejen, dan para pembela serta pengusung thaghut lainnya?!

Kami katakan pertama: Selama ini adalah hukum Allah, maka tidak penting kita mengetahui hikmahnya, akan tetapi yang penting bagi ‘Ibaadurrahman adalah dada-dada mereka itu lapang untuk menerimanya, dan jiwa-jiwa mereka ridla dengannya serta menerimanya dengan sepenuh hati.

Kemudian kita katakan: Sesungguhnya faidah-faidah hal itu adalah tidak cukup tempat ini untuk menyebutkan seluruhnya, dan seandainya tidak ada di antara faidah-faidah itu kecuali perealisasian tauhid ‘amaliy (millah Ibrahim) yang mengandung baraa’ah dari syirik dan kaum musyrikiin, tentulah itu sudah cukup. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS: Al Mumtahanah [60]: 4).

Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengajak kita untuk mengikuti dan mencontoh suri tauladan yang baik ini dan millah yang agung yang di mana rukun terpentingnya adalah berlepas diri dari syirik dan kaum musyrikin, kafir terhadap mereka, dan memusuhinya, maka bagaimana orang yang tidak mengetahui orang kafir dari orang Islam bisa merealisasikan hal ini?? Dan dari siapa dia akan baraa’ dan bagaimana caranya? Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (١) لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (٢) وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (٣) وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (٤) وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (٥) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun [109]: 1-6).

Dan juga termasuk faidahnya yang agung adalah membedakan antara orang yang buruk dengan yang baik dan terangnya jalan orang-orang yang kafir. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ

“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” (QS. Al An’aam [6]: 55).

Siapa orangnya yang tidak mengetahui kekafiran dari keimanan dan tidak mengetahui orang kafir dari orang muslim, maka mana mungkin jelas baginya jalan orang-orang yang kafir, dan mana mungkin dia bisa membedakan antara jalan orang-orang yang beriman dengan jalan orang-orang yang kafir? Agar bisa meniti setelahnya di atas jalan orang-orang yang beriman dan menjauhi jalan orang-orang yang kafir, serta bagaimana dia bisa mempraktekkan al hubbub fillah (cinta karena Allah) terhadap orang-orang mu’min dan al bughdlu fillah (benci karena Allah) terhadap kaum musyrikin, sedangkan hal itu adalah termasuk ikatan keimanan yang paling kokoh, dan meninggalkannya terkandung kekacauan yang besar dan kerusakan yang dasyat. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ

“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al Anfaal [8]: 73)

Loyalitas (muwaalaah) ini dan mu’aadaah (permusuhan) akan tampak jelas dengan langsung merealisasikan pengaruh-pengaruhnya dan keharusan-keharusannya secara ‘amaliy, maka bagaimana ini bisa direalisasikan oleh orang yang tidak bisa membedakan antara barisan-barisan yang ada? Dan realita merupakan saksi (bukti) terbesar atas hal ini, sungguh engkau akan mendapatkan orang yang meninggalkan hal ini, dan menyepelekannya dia itu tidak mengetahui siapa yang harus dia cintai dan siapa yang harus dibenci, siapa yang harus diberikan loyalitas dan siapa yang harus dimusuhi, engkau mendapatkan dia itu ngawur dan bisa jadi dia menyamakan antara kaum muslimiin dengan orang-orang kafir dalam mu’amalah, padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengingkari hal itu, Dia Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ (٣٥) مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ

“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?, mengapa kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS. Al Qalam [68]: 35-36).

Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:

أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ

“Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat kafir?” (QS. Shaad [38]: 28).[38]

Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menetapkan di atas hal itu hukum-hukum tentang terjaganya darah dan harta, tentang masalah warisan, walaa, nikah, sembelihan, dan mu’aamalah seperti pengucapan salam, kasih sayang dan yang lainnya berupa hak-hak yang wajib bagi orang Islam atau khusus baginya saja tidak buat orang kafir lainnya.

Oleh sebab itu engkau bisa mendapatkan perbedaan yang jelas lagi terang antara jalan orang-orang muwahhid dan cara pergaulan mereka terhadap orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, dan antara jalan selain mereka yang sama sekali tidak menganggap penting hal ini dan bahkan meninggalkannya, bahkan justeru mereka itu mengingkari ahlu tauhid saat merealisasikan dan membid’ahkan mereka karenanya, bahkan di antara mereka ada yang mengkafirkan ahlul tauhid karena sebab mereka memurnikan tauhidnya dan karena mereka baraa’ah dari syirik dan tandiid. Oleh karenanya yang baik dengan yang buruk telah berbaur di sisi mereka, mereka berlepas diri dari kaum muwahhiduun, membencinya, memusuhinya, dan mengumbar lisan-lisannya untuk mencela kaum muwahhiduun dan dakwah,[39] padahal di sisi lain musuh-musuh Allah tidak mendapatkan dari mereka itu kecuali kasih sayang dan sikap lembut.

Di antara mereka ada yang menyertai thaghut-thaghut dan jajarannya itu di majlis-majlis mereka dan di tempat-tempat kebiasaannya. Mereka tidak membedakan antara maslahat tauhid terbesar yang membedakan antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin dan dengan persatuan tanah air yang menyatukan orang-orang kafir dengan berbagai macam ajaran dan pahamnya dan menyamakan antara orang-orang yang bertaqwa dengan orang-orang kafir.

Mereka lalai atau pura-pura lalai akan sifat yang dikatakan malaikat terhadap Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

(ومحمد فرْق بين الناس) [رواه البخاري]، وفي رواية: (فرَّق بين الناس).

“Dan Muhammad itu adalah pemisah di antara manusia.” (HR. Al Bukhari)

Dalam satu riwayat:

“Muhammad itu memisahkan (memecah belah) antara manusia.”

Dan mereka juga berpaling dari tuntunan Al Furqan yang memisahkan antara kaum musyrikin dengan kaum mu’minin meskipun mereka itu adalah kerabat sendiri bagi seseorang.

Di antara faidahnya juga adalah sesungguhnya mengetahui hal itu adalah hal yang menentukan cara dakwah yang benar yang wajib ditempuh oleh seseorang saat mendakwahi orang-orang yang ada di sekitarnya, karena status mereka sebagai kaum muslimin adalah sangat berbeda dengan bila statusnya sebagai kaum musyrikin. Dan status musyrikin watsaniyyin berbeda dengan status musyrikin kitabiyyin, serta status mereka sebagai orang-orang murtad adalah berbeda dengan status mereka sebagai orang-orang kafir asli. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Mu’adz tatkala diutusnya ke Yaman, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim:

(إنّك تأتي قوماً من أهل الكتاب، فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة “أن لا إله إلاّ الله” – وفي رواية؛ “إلى أن يوحِّدوا الله” – فإن هم أجابوك إلى ذلك، فأعلمهم أنّ الله قد افترض عليهم خمس صلوات في اليوم والليلة… الحديث).

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari ahli kitab, maka hendaklah yang paling pertama engkau ajak mereka kepadanya adalah syahadah laa ilaaha illallah… -dan dalam satu riwayat: ”agar mereka mentauhidkan Allah”- dan bila mereka menerimamu dalam hal itu maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk shalat lima kali sehari semalam…”

Perhatikanlah bagaimana beliau memberitahukan Mu’adz akan keadaan dan status mereka, kemudian di atas hal itu beliau menentukan cara dakwah dan cara bermu’aamalah dengan mereka. Dan masih banyak faidah lain yang tidak bisa disebutkan di sini semuanya.

Dan akhirnya (kami katakan) hendaklah takut kepada Allah dalam mensikapi kami dan atas diri mereka sendiri, orang-orang yang bodoh itu atau orang-orang yang mengada-ngada yang menuduh kami telah mengkafirkan manusia seluruhnya secara umum tanpa terlebih dahulu mereka mendengar apa yang kami katakan atau membaca apa yang kami tulis, sesungguhnya mereka itu akan dihadapkan kepada Rabb yang tidak ada sesuatupun samar atas-Nya, ucapan-ucapan mereka itu telah ditulis di dalam kitab yang tidak meninggalkan yang kecil dan yang besar melainkan telah ditulisnya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS: Al Ahzab [33]: 58).

Dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata:

(من قال في مؤمن ما ليس فيه؛ أسكنه الله رَدْغة الخبال حتى يأتي بالمخرج مما قال) [رواه أبو داود والطبراني وغيرهما].

“Siapa yang mengomentari orang mu’min yang padahal itu tidak ada pada diri (mu’min) itu, maka Allah tempatkan dia itu cairan nanah dan air kotor penghuni neraka, sehingga dia datang dengan apa yang bisa mengeluarkan dari apa yang dia katakan.” Diriwayatkan Abu Dawud dan Ath Thabraniy dan yang lainnya.

Inilah kami katakan dengan lantang dan jelas: Sesungguhnya kami tidak mengkafirkan orang muslim dengan sebab dosa yang tidak membuat kafir selama tidak menghalalkannya, dan kami tidak mengkafirkan manusia secara umum (keseluruhan) sebagaimana yang dituduhkan oleh musuh-musuh kami dari kalangan thaghut-thaghut dan yang dilontarkan secara dusta oleh lawan-lawan kami dari kalangan jama’ah Irjaa’. Dan kami hanya mengkafirkan orang yang menghancurkan tauhidnya, atau membantu untuk menghancurkannya, atau mendatangkan salah satu dari pembatal-pembatalnya, atau memusuhi kaum muwahhidiin sebagai pembelaan terhadap musuh-musuh mereka dari kalangan pelaku syirik dan tandiid dan sebagai dukungan terhadap mereka untuk membungkam kaum muwahhidiin.

Dan kami juga mengetahui bahwa pengkafiran itu memiliki syarat dan mawaani’, dan kami tidak mengkafirkan kecuali bila syarat-syaratnya terpenuhi dan mawaani’nya tiada. Dan kami mengetahui bahwa seseorang itu terkadang muncul darinya ucapan kekafiran atau perlakuannya dan dia tidak dikafirkan karena adanya penghalang pengkafiran.

Dan semua yang kami bicarakan di dalam lembaran ini dan yang lainnya hanyalah tentang kafirnya musuh-musuh tauhid dan tentara-tentara syirik dan tandiid yang telah keluar dari dien ini dan mereka memerangi kaum muwahhidien serta membela undang-undang syirik dan hukum-hukum buatan.

Sedangkan kekafiran mereka itu lebih jelas di sisi kami dari pada matahari di siang bolong dengan berdasarkan dalil-dalil syar’iy bukan dengan hawa nafsu, taqlid, atau istihsaan.

Maka kami katakan kepada lawan-lawan kami: Takutlah kalian kepada Allah, {dan janganlah kalian campuradukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kalian sembunyikan yang hak sedang kalian mengetahuinya}, di antara kami dengan kalian ada Kitabullah Subhanahu Wa Ta’ala dan Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kami tidak menerima hukum selain itu, datangkanlah darinya satu dalil dan bukti yang menggugurkan apa yang telah kami katakan, dan kalian akan mendapatkan kami Insya Allah sebagai orang yang paling berbahagia dengannya dan orang yang paling pertama rujuk kepadanya {katakanlah: “Tunjukilah bukti kebenaran kalian jika kalian orang yang benar”}.

Adapun celotehan-celotehan tidak berdalil dan ungkapan-ungkapan kosong dan tuduhan-tuduhan batil yang tidak di dukung dalil dan bukti yang syar’iy serta tidak terbangun di atas Al Kitab dan As Sunnah, maka itu tertolak kembali kepada pemiliknya. Sedangkan orang yang tidak mau menerima dalil syar’iy dan tidak tunduk kepadanya, maka tidak ada kebaikan sedikitpun di dalamnya dan tidak bermanfaat baginya pendek atau panjang pembahasan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَ اللَّهِ وَآيَاتِهِ يُؤْمِنُونَ

“Maka kepada perkataan apakah selain Allah dan ayat-ayat-Nya kalian beriman.” (QS: Al Jaatsiyah [45]: 6).

Semoga Allah merahmati Ibnul Qayyim ketika berkata dalam Nuniyyahnya tentang Al Kitab dan Assunah:

Siapa yang tidak cukup dengan keduanya,

Maka semoga Allah tidak mencukupkannya dengan keburukan kejadian-kejadian sepanjang zaman.

Siapa orangnya yang tidak disembuhkan dengan keduanya

Maka semoga Allah tidak menyembuhkannya akan hati dan badannya.

Siapa orangnya yang tidak dicukupkan dengan keduanya

Maka Rabbul ‘Arsy menghukumnya dengan kekurangan dan keterhalangan

Sesungguhnya perkataan itu ditujukan kepada orang-orang besar dan itu bukan terhadap orang-orang kerdil itu dan makhluk-makhluk hina layaknya hewan.


Semoga shalawat dan salam Allah Subhanahu Wa Ta’ala limpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan seluruh para sahabatnya. Dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman

Amin...Amin Yaa Robbal aalamiinnn


Download KASYFU SYUBUHATIL MUJADILIN.pdf disini

Download kajian mp3 syubhat yg berkaitan dgn tauhid :

Syubhat 1

Syubhat 2

Syubhat 3


منبر التوحيد والجهاد

* * *






[1] Dari kalangan jama’ah Irjaa’ (Neo Murjiah yang banyak bermunculan dengan baju salaf secara pengakuan dan klaim saja,dan diikuti banyak orang yang paling mengaku salafiy di negeri ini.pent

[2] Dari kalangan tentara, polisi, para laskar, serta barisan yang membela dan melindungi atau memperjuangkan atau menjunjung tinggi undang-undang tersebut. Pent.

[3] Dari kalangan penguasa, para pejabat, para pakar hukum (fuqahaa al qanuun), para anggota dewan dan majelis permusyawaratan atau perwakilan rakyat, para jaksa dan para hakim serta uang lainnya. Pent.

[4] Yang sekarang merebak dengan pesat serta merasa diri merekalah yang paling salafiy, padahal mereka itu adalah salafiy maz’uum atau ad’iyaa (para pengaku saja bukan sebenarnya). Ciri khas mereka adalah memandang bahwa para penguasa atau para pemerintah atau negara yang mencampakan syari’at Allah serta mengadopsi atau membuat undang-undang sendiri adalah masih berstatus sebagai pemerintah Islam, negara Islam, dan penguasa muslim yang wajib diberikan loyalitas, mereka berpandangan bahwa orang muslim muwahhid yang berusaha memerangi, menjihadi, atau baraa’ dari pemerintah semacam itu adalah Khawarij, Takfiriy, anjing-anjing neraka, yang wajib dilaporkan kepada thaghut itu. Pent.

[5] Beliau maksudkan dengan setan-setan itu adalah ulama-ulama kaum musyrikin, yang di mana mereka itu mahir dalam fiqih, atau nahwu, atau ushul fiqih, atau tafsir, atau hadits, akan tetapi mereka itu melegalkan kemusyrikan, seperti pada masa sekarang banyak orang yang bergelar Doktor dalam masalah Islam, akan tetapi mereka melegalkan demokrasi yang syirik itu dengan dalih maslahat dakwah, padahal mereka mengetahui bahwa demokrasi itu adalah penyandara hukum kepada makhluk, sedangkan penyandaran wewenang membuat hukum kepada makhluk itu adalah syirik akbar. Pent.

[6] Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Risalah Fi Makna Thagut (lihat Al jaami’ Al Fariid hal: 308): Dan adapun tata cara kufur kepada thaghut itu adalah engkau meyakini bathilnya ibadah kepada selain Allah, engkau meninggalkan, membencinya, mengkafirkan pelakunya dan memusuhi mereka itu.

“Beliau berkata pula dalam Ad Durar Assaniyyah, 2/78: “Kafirlah kamu terhadap thaghut-thaghut itu, musuhilah mereka, bencilah orang yang mencintai mereka, atau orang yang membela-bela mereka, atau orang yang tidak mengkafirkan mereka, atau orang yang mengatakan Allah tidak mentaklif saya untuk mensikapi mereka, sungguh dia telah berdusta dan mengada-ngada atas Allah, justeru Allah telah mentaklif dia untuk bersikap terhadap mereka, Dia telah mewajibkan dia untuk kafir terhadap thaghut-thaghut itu dan berlepas diri dari mereka meskipun mereka adalah saudara-saudara dan anak-anaknya.”

Dan beliau menyebutkan dalam Risalah Fi Makna Thaghut bahwa di antara pentolan thaghut adalah: Yang kedua: Penguasa yang dhalim yang merubah hukum-hukum Allah… dan yang ketiga: Orang yang memutuskan bukan dengan apa yang Allah turunkan…”

Yang kedua adalah para pembuat hukum dan perundang-undangan, para pengusulnya, para perancangnya, para penggodoknya serta yang mengesahkannya, ini kalangan Eksekutif dan Legislatif.

Dan adapun yang ketiga adalah para pelaksana baik dari kalangan penguasa, pejabat (Eksekutif), para hakim dan jaksa (Yudikatif) serta yang lainnya.

Dan jangan lupa, para penghias kemusyrikan itu dari kalangan du’aatnya, para cendikiawan dan kalangan intelektualnya yang selalu membolehkannya, serta para aparat hukum dan para pelindungnya dari kalangan polisi dan tentara, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam risalah beliau kepada Hamd At Tuwaijiriy sebagaimana yang dikutip oleh Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Abdil Wahhab dalam kitabnya Mishbahudhdhalaam fi man kadzaba’alasy Syaikhil Imam, hal 104: “Dan kami hanya mengkafirkan orang yang menyekutukan Allah dalam uluuhiyyah-Nya setelah jelas baginya hujjah akan bathilnya syirik, dan begitu juga kami mengkafirkan orang yang memperindah kemusyrikan itu dan menegakan syubhat-syubhat yang bathil untuk membolehkannya, dan begitu pula orang yang menggunakan senjata untuk melindungi kuburan-kuburan keramat yang di sana dilakukan penyekutuan terhadap Allah dan dia memerangi orang yang mengingkarinya dan berusaha memusnahkannya.”

Siapa yang melindungi hukum dan perundang-undangan, falsafah negara, sistem syirik yang ada, lembaga dan sarang demokrasi kalau bukan aparat keamanan yang ada dari kalangan polisi dan tentara.Pent.

[7] Kufrun duuna kufrin adalah istilah kekafiran yang tidak mengeluarkan dari Islam, adapun kufrun akbar adalah yang mengeluarkan dari Islam.Pent.

[8] Ya sangat jelas sekali sebagaimana yang di katakan oleh Al Imam Ar Rabbaniy Al Mufassir Al Ushuuliy Al Lughawyi Al ‘Allamah Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah dalam tafsirnya Adhwaa-ul Bayan, 4/66: “Sesungguhnya orang-orang yang mengikuti qawaaniin wadl’iyyah (undang-undang buatan) yang disyari’atkan oleh syaitan lewat lisan-lisan wali-walinya seraya bertentangan dengan apa yang telah disyari’atkan Allah lewat lisan-lisan para Rasul-Nya –semoga shalawat dan salam tercurah kepada mereka-, sesungguhnya tidak ada yang meragukan akan kekafiran dan kemusyrikan mereka itu kecuali orang yang bashirahnya telah dihapus oleh Allah dan dia itu dibutakan dari cahaya wahyu-Nya seperti mereka.”

Juga ungkapan yang hampir serupa dikatakan oleh Al ‘Allamah Al Muhaddits Ahmad Syakir dalam Umdatut Tafsir 4/174.

Akan tetapi ahlul Irja yang merasa paling salafi pada masa sekarang telah buta dan tidak melihat terangnya matahari dalil dan ijma para ulama yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (Majmu Al Fatawaa, 3/267, Ibnu Katsir (Al Bidayah Wan Nihayah, 13/119, Asy Syinqithiy dan yang lainnya, justeru mereka hanya bisa melihat masalah ini di tengah kegelapan syubhat, layaknya kelelawar yang tak bisa melihat saat ada cahaya matahari.Pent.

[9] Darah mereka halal ditumpahkan dan harta mereka halal diambil oleh kaum muslimin, baik setatusnya sebagi fai’ atau sebagai ghanimah.Pent.

[10] Mereka kekal di dalam api neraka dan tidak mungkin dikeluarkan darinya.Pent.

[11] Contoh akan hal ini sangat banyak sekali, dan bukan di sini untuk memaparkannya, akan tetapi silahkan rujuk kitab kami Al Kawasyif Al Jaliyyah Fi Kufri Ad Daulah Assu’uudiyyah.

[12] Juga penguasa dan pemerintah negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim, yang di mana mereka adalah thaghut-thaghut pula karena statusnya adalah sama dengan thaghut-thaghut arab dan bahkan lebih parah, akan tetapi orang-orang dari kalangan salafiy maz’uum masih menganggap bahwa para penguasa itu adalah muslim dan negaranya adalah Negara Islam!!! Serta orang yang menentangnya adalah khawarij, sehingga merekapun subur dan gemuk karena mendapatkan kebebasan dan dukungan para thaghut itu, ini semua akibat dari paham irjaa’ yang mereka pegang tanpa mereka sadari. Kufur kepada thaghut hanya sekedar di lisan akan tetapi realitanya mereka banyak menyenangkan para thaghut itu.Pent.

[13] Ini yang dilakukan oleh semua negara, lihat contohnya persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia tentang pulau Sipadan dan Ligitan ke mana keduanya merujuk???, ke Denhagh, tapi para ustadz masih mengatakan bahwa Indonesia itu Negara Islam !!!!!!! Padahal para pemimpin dan para pejabat pemerintah ini mengatakan bahwa ini bukan negara Islam, dan rakyat yang ‘awam juga berkata demikian.Pent.

[14] Bagaimana thaghut bisa kufur kepada thaghut, ini sangat aneh kecuali dalam kamus orang yang tidak paham tauhid yang mengatakan bahwa tidak semua thaghut itu kafir !!!!Pent.

[15] Ini bisa dilihat dengan adanya kesepakatan Internasional untuk memerangi muwahhidiin mujahidin yang mereka identikan dengan teroris, juga dengan adanya undang-undang anti terorisme yang intinya adalah membabat kaum muwahhidiin di setiap negara. Pent

[16] Demokrasi adalah syirik, sedangkan Islam adalah tauhid. Tauhid tidak bisa bersatu dengan syirik, Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam risalah Syarah Ashli Dienil Islam (lihat Al Jaami Al Fariid, 380): “Sesungguhnya orang yang melakukan syirik itu berarti dia sudah meninggalkan tauhid, karena keduanya adalah dua hal yang berlawanan yang tidak bisa bersatu, sehingga bila syirik ada (pada diri manusia) maka hilanglah tauhid.”

Putra beliau Syaikh Abdullathif rahimahullah berkata dalam kitabnya Minhajut Ta’siis, 12:” Islam dan syirik adalah dua hal yang kontradiktif yang tidak bisa bersatu yang tidak bisa hilang kedua-duanya.”

Mustahil dalam Islam ini ada orang muslim yang demokrat (musyrik). Jadi orang-orang yang masuk parlemen yang berdasarkan demokrasi adalah musyrik bahkan mereka tu arbaab, apapun alasannya, dari manapun latar belakangnya, baik itu partai Islam !!!! katanya… atau bukan.Pent.

[17] Bila yang menjadikan Islam sebagai salah satu sumber hukum adalah orang musyrik kafir, maka apa gerangan dengan yang sama sekali tidak mencantumkan Islam sebagai salah satu sumber hukumnya seperti Negara yang kita hidup di dalam paksaan kekuasaannya, ini adalah kekafiran di atas kekafiran, akan tetapi para pengikut Murjiah yang pada masa sekarang mereka buta akan hal ini, mereka tidak bisa atau tidak mau melihat kenyataan yang terang dan tidak bisa memahami dalil yang jelas, mereka hanya bisa melihat di kegelapan syubhat layaknya kelelawar yang tidak bisa melihat terangnya matahari tapi bisa melihat di kegelapan malam, juga para pengekor Murji’ah itu tuli tidak mendengar atau tidak mau mendengar ucapan para penguasa yang dengan terang-terangan mengatakan bahwa ini bukanlah negara Islam dan kita tidak menginginkan negara Islam. Akan tetapi para pengekor ini bersikeras mengatakan ini adalah negara/pemerintahaan Islam bukan kafir. Sungguh tidak ada yang buta dan tidak ada yang tuli seperti ketulian dan kebutaan mereka, sampai orang yang dungu di antara mereka mengatakan bahwa tidak semua thaghut itu kafir !!! Pent

[18] Banyak sekali contoh-contoh akan hal itu, akan tetapi tidak bisa dipaparkan di sini, dan kami telah menjelaskan dan memaparkannya serta kami tunjukan bukti akan hal itu dari hukum-hukum dan undang-undang mereka dalam buku kami yang berjudul Kasyfun Niqaab ‘An Syari’atil Ghaab (Membongkar Kebobrokan Hukum Rimba) yang sudah beredar luas.

[19] Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak dengan sanad yang sahih, dan lihat tafsir Ath Thabariy. Adapun ungkapan kufrun duuna kufrin maka kita tidak bisa memastikan penisbatannya kepada Ibnu ‘Abbas meskipun sebagaian orang menshahihkannya, karena pada sanadnya ada Hisyam Ibnu Hajair Al Makkiy dan dia itu dhaif. Dan perkataan Ibnu ‘Abbas serta perkataan yang lainnya dari kalangan tabi’in telah tsabit, akan tetapi dalam kasus apa yang seperti ungkapan itu dilontarkan, bukan dalam apa yang dikaburkan oleh orang-orang khalaf dari kalangan Murji’ah Gaya Baru.

[20] Al Baraa Ibnu ‘Azib berkata:

(مرّ رسول الله صلى الله عليه وسلم على يهودي مُحمّم مجلود فدعاهم رسول الله فقال: “أهكذا حد الزنا في كتابكم؟” فقالوا: نعم، فدعا رجلاً من علمائهم فقال: “أُنشدك بالذي أنزل التوراة على مـوسى هكـذا تجـدون حد الزنى في كتابكم؟” فقال: لا والله ولو لا أنك ناشدتني لم أخبرك، نجد حد الزنى في كتابنا الرجم لكنه كثر في أشرافنا، فكُنّا إذا زنا الشريف تركناه وإذا زنا الضعيف أقمنا عليه الحدّ فقلنا: تعالوا نجعل شيئاً نقيمه على الشريف والوضيع فأجمعنا على التحميم والجلد. فقال النبي صلى الله عليه وسلم: “اللهم إني أول من أحيا أمرك إذ أماتوه”، فقال: فأمر به فرُجم، فأنزل الله {ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون}، {الظالمون}، {الفاسقون}، قال البراء: (في الكفار كلها)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melewati seorang Yahudi yang di poles hitam wajahnya dan didera, maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memanggil mereka, terus berkata: Apakah kalian mendapatkan hukuman zina seperti ini dalam kitab kalian? Mereka menjawab: Ya,” Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memanggil salah seorang ulama mereka, beliau berkata: Saya ingatkan kamu dengan dzat yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah kalian mendapatkan hukuman zina dalam kitab kalian seperti ini? Maka dia berkata: “Demi Allah tidak, seandainya engkau tidak mengingatkan saya dengan Allah tentu saya tidak akan memberitahukan engkau terhadapnya, kami mendapatkan hukuman zina dalam kitab kami adalah rajam, akan tetapi banyak terjadi perzinahan di kalangan bangsawan kami, maka kami bila mendapatkan orang bangsawan berzina maka kami tinggalkan (tidak diberi hukuman) dan bila yang berzina adalah orang lemah maka kami terapkan hukuman itu, maka akhirnya kami semua berkata: Marilah kita bersepakat untuk menjadikan hukuman yang diterapkan kepada orang bangsawan dan orang biasa, maka kami sepakat terhadap hukuman memoles wajah hitam dan dera”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Ya Allah sesungguhnya saya adalah orang yang paling pertama kali menghidupkan perintah-Mu ini saat mereka mematikannya”. Maka beliau memerintahkan untuk merajam orang itu, kemudian Allah menurunkan: “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”…dhalim.”...fasiq.” (QS: Al Maa-idah: 44-47). Maka Al Baraa berkata: Berkenaan dengan orang-orang kafir seluruhnya.

Dan perhatikanlah perkataannya: “maka kami sepakat” dan bukan “maka kami menghalalkan” sebagaimana yang ditipudayakan oleh Murji’ah Gaya Baru.

[21] Dan itulah kenyataan para pengikut Murji’ah pada masa sekarang, mereka selalu berpatokan kepada apa yang dinisbatkan kepada Ibnu ‘Abbas itu menempatkannya bukan pada tempatnya, mereka telah membuat para thaghut itu girang dan senang. Mereka menuduh orang yang mengkafirkan para penguasa thaghut itu dengan tuduhan khawarij gaya baru, takfiriy dan lain sebagainya, bahkan ada di antara mereka yang membantu thaghut untuk menangkap orang-orang yang mereka anggap sebagai Khawarij itu, dan bahkan ada yang berkeyakinan wajibnya melaporkan orang-orang yang mereka cap sebagai Takfiriyyin dan Khawarij itu kepada penguasa bila mereka menyebarkan pahamnya. Sungguh buta orang-orang Murji’ah dan para pengikutnya itu, dan sungguh jauh sekali mereka itu dari memikirkan bagaimana menjihadi thaghut-thaghut itu.Pent.

[22] Shilah adalah tabi’in perawi hadits itu.

[23] Tentunya mereka tidak menuturkan syubhat ini dengan sebanyak ini dan tidak menguatkannya dengan seluruh dalil-dalil ini, mungkin bisa saja sebagaian mereka menggunakan hadits, yang lain menggunakan perkataan orang, sebagian menggunakan pemahamannya, akan tetapi saya tuturkan bagi mereka mayoritas hadits-hadits yang sepertinya berada bersama mereka dan mereka mengiranya bahwa itu menguatkan syubhatnya, dalam rangka mengikuti perkataan sebagian ulama salaf: Ahlul ahwaa itu menuturkan apa yang menguntungkan mereka saja, sedangkan Ahlussunnah meriwayatkan apa yang menjadi dalil-dalil mereka dan apa yang menghujat mereka.

[24] Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Ad Durar 1/323 dan Minhajut Ta’siis hal 61: “Sekedar mengucapkan kalimat syahadat tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan tuntunannya maka itu tidak membuat mukallaf tersebut menjadi muslim, dan justeru itu menjadi hujjah atas dia… Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak diibadati kecuali Allah, sedang dia itu beribadah kepada yang selain Allah (pula) maka kesaksiannya itu tidak dianggap meskipun dia itu shalat, zakat, shaum dan melaksanakan sebagian ajaran Islam.”

Ini adalah pernyataan yang jelas lagi gamblang, akan tetapi orang-orang sekarang hanya berpegang kepada sekedar surat pengenal atau amalan Islam yang lahir tanpa memperhatikan kepada pembatalan keislam itu, padahal mereka melihat orang-orang itu melakukan pembatalan keislaman. Sebagai contoh ketegasan dalam tauhid ini yang tidak mengenal sekedar pengakuan atau amalan syi’ar lahir yang biasa, adalah yang dikatakan Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah kepada seorang hakim (qadli) agung di kota Riyadh yang di mana dia itu orang yang terkenal ‘alim dan rajin ibadah dan terpandang di masyarakatnya, akan tetapi dia itu melegalkan syirik kuburan yang ada di tengah masyarakatnya dan menentang dakwah tauhid yang digencarkan oleh syaikh, syaikh berkata kepada sang hakim agung itu (Sulaiman Ibnu Suhaim) dalam risalah beliau kepadanya (lihat Tarikh Nejd 304):

لكن أنت رجل جاهل مشرك مبغض لدين الله

“Akan tetapi kamu adalah orang jahil yang musyrik, yang benci dien Allah.”

Syaikh Sulaiman Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Tafsir Al ‘Aziz Al Hamid hal 58: “Siapa yang mengucapkan ini (Laa ilaaha Illallaah) dengan mengetahui maknanya, mengamalkan tuntunannya berupa menafikan syirik dan menetapkan wahdaniyyah hanya bagi Allah dengan disertai keyakinan yang pasti akan kandungan maknanya dan mengamalkannya maka dia itu adalah orang muslim yang sebenarnya. Bila dia mengamalkannya secara dhahir tanpa meyakininya maka dia munafiq, dan bila dia mengamalkan apa yang menyalahinya berupa syirik maka dia itu kafir meskipun mengucapkannya (Laa ilaaha Illallaah)”.

Beliau mengatakan juga dalam kitab yang sama (lihat Juz Ashli Dienil Islam, 30): “Sesungguhnya mengucapkan laa ilaaha illallaah tanpa disertai pengetahuan akan maknanya dan tidak mengamalkan tuntutannya berupa iltizaam dengan tauhid dan meninggalakan syirik serta kufur kepada thaghut maka sesungguhnya pengucapan itu tidak bermanfaat berdasarkan ijma para ulama.”

Ini dikarenakan laa ilaaha Illallaah itu memiliki dua rukun, yaitu kufur kepada thaghut dan iman kepada Allah, salah satunya saja tidak berguna dan tidak menyebabkan orang terjaga darah dan hartanya serta tidak dianggap orang Islam, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا

“Karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS: Al Baqarah: 256)

Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang di riwayat Muslim: “Siapa mengucapkan Laa ilaaha Illallaah dan kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, sedangkan penghisabannya adalah atas Allah,”

Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah berkata saat ditanya tentang hadits ini dalam Ad Durar Assaniyyah, 2/156: “Dan adapun sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “dan kafir terhadap segala yang diibadati selain Allah” ini merupakan syarat yang agung. Pengucapan laa ilaaha illallah tidak sah kecuali dengan adanya syarat itu, dan bila tidak ada maka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah itu tidaklah haram darah dan hartanya. Pengucapan kalimat itu tidaklah bermanfaat baginya tanpa disertai dengan mendatangkan makna yang dikandung oleh kalimat tersebut berupa peninggalan syirik, baraa’ah darinya dan dari pelakunya. Bila dia mengingkari peribadatan segala sesuatu yang diibadati selain Allah, berlepas diri darinya, dan memusuhi orang yang melakukannya, maka dia itu telah menjadi orang muslim yang terjaga darah dan hartanya.”

Ini adalah masalah yang sudah diijmakan oleh seluruh para ulama.

Al ‘Allamah Syaikh Hamad Ibnu ‘Atieq rahimahullah berkata dalam kitab Ibthalit Tandiid hal 76: “Para ulama telah ijma bahwa sesungguhnya orang yang memalingkan satu dari dua macam doa kepada selain Allah, maka dia itu musyrik meskipun dia mengucapkan Laa ilaaha illallah Muhammadun Rasulullah, dia shalat, shaum dan dia mengaku muslim.”

Dia tidak menyadari bahwa dia itu musyrik, sehingga dia itu masih tetap shalat, shaum, zakat dan lainnya.

Al Imam Asysyaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Ad Durar Assaniyyah, 11/545-546: “Para ulama dari kalangan salaf dan khalaf, semenjak para sahabat, taabi’iin, para imam dan seluruh Ahlussunnah telah berijma bahwa orang itu tidak dikatakan muslim kecuali bila dia mengosongkan diri dari syirik akbar dan berlepas diri darinya.”

Jadi sekedar amalan dan pengucapan kalimah syahadat tanpa disertai peninggalan syirik akbar dan baraa’ah darinya maka status Islam itu tidak ada meskipun orang itu merasa dan mengaku Islam atau beridentitas muslim.

Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Mishbahudh Dhalaam, hal 37: “Siapa yang beribadah kepada selain Allah, dan menjadikan tandingan bagi Tuhan-nya, serta menyamakan antara Dia dengan yang lainnya maka dia itu adalah musyrik yang sesat bukan muslim meskipun dia memakmurkan lembaga-lembaga pendidikan, mengangkat para qadli, membangun mesjid, dan adzan, karena dia tidak komitmen dengan (tauhid)nya, sedangkan mengeluarkan harta yang banyak serta berlomba-lomba dalam menampakan syi’ar-syi’ar amalan, maka itu tidak menyebabkan dia memiliki predikat sebagai muslim bila dia meninggalkan hakikat Islam itu (tauhid)”.

Sehingga tidak aneh kalau para ulama berijma akan kafirnya pemerintah/penguasa dan Negara Fathimiyyah di Mesir padahal mereka itu yang membangun banyak mesjid termasuk Al Azhar, melaksanakan shalat jama’ah, jumat, mengangkat para qadli para mufti, ini dikarenakan mereka itu menampakan kemusyrikan dan kekufuran sebagaimana pemerintahan kita menampakan kekafiran dan kemusyrikan pula, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Sirah (lihat ikhtisharnya dalam Juz Ashli Dienil Islam): “Sesungguhnya mereka itu telah menampakkan syari’at-syari’at Islam, pendirian shalat jum’at dan jama’ah, serta mereka juga mengangkat para qadli dan mufti, akan tetapi mereka menampakkan syirik dan penyelisihan syari’at, maka para ulama ijma bahwa mereka itu kafir”.

Beliau juga berkata lagi dalam risalah beliau kepada Ahmad Ibnu Abdil Karim Al Ahsaaiy salah seorang musuh dakwah tauhid yang mengingkari pengkafiran Syaikh terhadap orang-orang yang mengaku muslim padahal mereka menampakan kemusyrikan dan kekafiran (Tarikh Nejd, 346): “Seandainya kita menyebutkan orang-orang yang mengaku Islam yang telah dikafirkan oleh para ulama dan difatwakan akan kemurtadannya serta keharusan membunuhnya, tentulah pembahasan menjadi panjang, akan tetapi di antara kejadian yang paling akhir adalah kisah Bani ‘Ubaid para penguasa Mesir beserta jajarannya, mereka itu mengaku bahwa dirinya adalah tergolong Ahlul Bait, mereka shalat jama’ah, shalat jum’ah, mengangkat para qadli dan para mufti, namun demikian para ulama telah ijma akan kekafiran mereka, kemurtadannya, dan keharusan memeranginya, serta (ijma) bahwa negerinya adalah negeri kafir harbiy yang wajib di perangi, meskipun (rakyatnya) itu dipaksa lagi benci kepada mereka (para penguasanya).”(Pent)

[25] Orang-orang pengikut paham irjaa’ yang berbaju salaf sekarang, mereka itu saat berbicara teori syarat-syarat Laa ilaaha Illallaah sepertinya mereka itu serius komitmen dengan apa yang mereka sebutkan dalam syarat-syarat dan rukun-rukun Laa ilaaha Illallaah, akan tetapi saat prakteknya mereka memperlihatkan paham irjaa’nya itu secara jelas. Pent

[26] Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata tentang makna al iimaan billah dalam Risalah Fi Makna Thaghut (lihat Majmu’atut Tauhid 10, Al Jami’ Al Fariid, 308): “Adapun makna iman kepada Allah adalah bahwa engkau meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya ilah yang berhak untuk diibadati, tidak yang lain-Nya, engkau memurnikan semua macam ibadah hanya kepada-Nya dan engkau menafikannya dari segala yang disembah selain-Nya, engkau mencintai ahli tauhid (ikhlash) dan loyal kepadanya, serta engkau membenci pelaku-pelaku syirik dan memusuhinya,”

Apa arti kufur kepada thaghut, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam kitab-kitab yang sama: “Adapun tata cara kufur terhadap thaghut itu adalah engkau meyakini bathilnya ibadah kepada selain Allah, engkau meninggalkannya, membencinya, mengkafirkan pelakunya dan memusuhi mereka.”

Ini sesuai dengan firman Allah subhaanahu wa ta’aala dalam surat Al Mumtahanah ayat 4:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al Mumtahanah [60]: 4)

Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah saat menjelaskan tentang status orang-orang badui Nejed saat itu, beliau menjelaskan bahwa mereka itu seluruhnya telah bergelimang kemusyrikan dan kekafiran. Beliau jelaskan bahwa mereka itu hanya mengucapkan laa ilaaha illallaah saja tanpa komitmen dengan tuntutannya, dan orang-orang yang dipanggil ulama-ulama di sana menganggap orang-orang badui tadi adalah sebagai ahlul Islam (orang-orang Islam), karena mengucapkan laa ilaaha Illallaah padahal ulama-ulama tadi mengakui bahwa yang dilakukan oleh orang-orang badui itu adalah kemusyrikan, beliau menamakan ulama-ulama tadi sebagai syayaathiin (setan-setan), dan saat ada salah seorang dari badui itu yang belajar Islam kepada beliau dan baru mengetahui sedikit tentang tauhid, maka orang badui itu menerapkan ilmunya itu sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh rahimahullah dalam Syarah Sittati Mawaadli Minas Sirah point ke enam (lihat Al Jami’ Al Fariid 296):

“Sungguh indah sekali apa yang dikatakan oleh seorang arab badui itu, tatkala dia datang kepada kami dan telah mendengar sedikit tentang Islam, dia berkata: Sesungguhnya saya bersaksi bahwa kami ini adalah orang-orang kafir –yaitu dia dan seluruh orang-orang badui tadi– dan saya bersaksi bahwa sang muthawwi’ (ustadz) itu yang menamakan kami sebagai pemeluk Islam, sesungguhnya dia adalah kafir,”

[27] Para pelindung thaghut dari kalangan tentara dan polisi itu adalah tergolong para pelindung kemusyrikan dan sarang-sarangnya yang dimana tergolong kelompok keempat yang telah jelas dikafirkan oleh Syaikhul Islam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam risalah beliau kepada Hamd At Tuwaijiriy, silahkan lihat dalam kitab Mishbahudhdhalaam Fi Man Kadzaba ‘Alasy Syaikhil Imam karya Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab hal: 104.Pent

[28] Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Syarah Sittati Mawaadli’ Minas Sirah (lihat Majmu’atut Tauhid:32) saat beliau menyebutkan macam-macam orang-orang murtad pada zaman para sahabat: Dan di antara mereka ada yang tetap di atas dua kalimah syahadat, akan tetapi dia mengakui kenabian Musailamah dengan dugaan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyertakannya dalam kenabian, karena Musailamah ini mengangkat para saksi palsu yang menyaksikan kebenaran kenabian dia, terus dibenarkan oleh banyak orang, dan meskipun demikian (keberadaan mereka yang tertipu) para ulama telah berijma bahwa mereka itu adalah orang-orang murtad meskipun jahil akan hal itu, dan siapa yang meragukan kemurtadan mereka maka dia itu kafir.”

[29] Lihat umpamanya Nuzhatun Nadhr Syarh Nukhbatil Fikri.

[30] Hadits Usamah ini digunakan oleh musuh-musuh dakwah tauhid dari kalangan ulama kaum musyrikin zaman Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam rangka merintangi Syaikh dari mengkafirkan orang yang telah mengucapkan laa ilaaha illallaah namun dia mendatangkan pembatalan keislaman, maka Syaikh membantahnya dalam kitab Kasyfusy Syubhat, dan setelahnya musuh dakwah tauhid yang bernama Usman Ibnu Manshuur yang divonis kafir pada zaman Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab mengunakan hadits itu pula, maka Syaikh Abdullathif membantahnya dalam kitab khusus membantah orang kafir itu, dengan kitab yang bernama Mishbahudldlalaam Fi Man Kadzaba ‘Ala Asyaikh Al Imam, lihat hal: 351 dan sesudahnya. Siapa lagi yang akan mengukuti musuh dakwah tauhid yang memakai hadits ini untuk menghalangi kaum muwahhidiin dari mengkafirkan orang-orang musyrik yang mengaku Islam???Pent.

[31] Bila dikatakan: kenapa Nabi tidak membunuhnya, padahal dia itu protes terhadap putusan Rasulullah? Syaikhul Islam berkata dalam Ash Sharimul Maslul: “Ini hanya berhubungan dengan kekhususan Nabi, dan beliau itu boleh memaafkan dia sebagaimana beliau memaafkan banyak orang demi melunakan hati-hati orang supaya orang-orang tidak berbicara bahwa Muhammad membunuh para sahabatnya.” Dan masih ada jawaban-jawaban lain dan faidah-faidah selain faidah ini sekitar hadits ini yang telah kami kumpulkan dalam risalah kami yang berjudul: Imtaa’unadhri Fi Kasyfi Syubuhaati Murji’atil ’Ashri.

[32] Ketahuilah sesungguhnya para penyembah kuburan (‘ubbadul qubuur atau al qubuuriyyuun) dari kalangan yang mengucapkan laa ilaaha illallaah dan mereka juga shalat, zakat, shaum bahkan haji berkali-kali, ketahuilah bahwa mereka itu bukanlah orang-orang muslim, tapi mereka adalah orang-orang musyrik atau al ghaaliyah, sehingga ketika seorang muwahhid mengkafirkan mereka maka tidaklah dikatakan dia mengkafirkan orang-orang Islam, tapi dia telah mengkafirkan orang-orang musyrik.

Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Minhajut Ta’sis wat Taqdiis 101: Adapun ‘ubbadul qubuur mereka itu menurut para salaf dan para ulama dinamakan al ghaaliyah, karena perbuatan mereka adalah ghuluww seperti ghuluwwnya orang-orang Nashrani dan peribadatan mereka terhadap para nabi dan orang-orang shalih. ”Beliau juga berkata 105: “Sedangkan ‘ubbadul qubuur itu bukanlah kaum muslimin menurut Ibnu Taimiyyah”. Beliau berkata juga 97: “Sedangkan seluruh ungkapan Ibnu Taimiyyah mengeluarkan ‘ubbadul qubuur dari nama jajaran kaum muslimin”. Beliau berkata ketika membantah Dawud Ibnu Jirjiis yang menuduh Khawarij orang yang mengkafirkan ‘ubbadul qubuur 69: “Siapa orangnya yang berani menetapkan keimanan ‘ubbadul qubuur? Dengan kitab apa, atau dengan sunnah mana kamu menghukumi bahwa mereka itu termasuk orang-orang yang beriman?”. Beliau juga berkata ketika menepis ungkapan bahwa mereka itu tidak menyembah selain Allah 71: “Bila berkata orang-orang jahil ‘ubbadul qubuur: Siapa yang menyembah selain Allah? Maka dikatakan kepada mereka: Kalian dan orang-orang seperti kalian dari kalangan ‘ubbadul qubuur wash shalihiin adalah jumhuur orang-orang yang menghuni padang pasir dan daerah-daerah yang hijau, terutama penduduk Iraq para penyembah Ali, Husain Al Kadhim, Abdul Qadir, Al Hasan, Az Zubair dan para wali orang-orang shalih lainnya.”

Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman rahimahullah murid Syaikh Abdullathif barkata dalam kitabnya Kasyfusysyubhatain 40: “Dan begitu juga ‘Ubbadul Qubuur, sesungguhnya mereka itu bukanlah tergolong ahlul ahwaa wal bida’, akan tetapi salaf menamakan itu al ghulaah karena kesamaan mereka dengan orang-orang Nasrani dalam hal ghuluww terhadap para nabi dan orang-orang shalih”.

Beliau berkata juga saat membantah orang yang menamakan ‘ubbadul qubuur itu sebagai kaum muslimin 64: “Mereka (orang-orang jahmiyyah dan ‘ubbadul qubuur) itu bukanlah kaum muslimin.”

Beliau juga berkata 103: “Dan adapun ‘ubbadul qubuur, sesungguhnya mereka itu menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah dinamakan al ghaaliyah karena mereka menyerupai orang-orang Nasrani dalam hal ghuluww kepada para nabi, para wali dan orang-orang saleh, sehingga siapa yang mengkafirkannya, menampakan permusuhan terhadap mereka, membencinya, menghati-hatikan dari duduk bersama mereka, dan berusaha keras dalam mentanfiir dari mereka, maka dia itu sudah mengikuti jalan kaum mu’miniin, mengikuti arahan para imam yang mendapat petunjuk, dan menyelisihi Khawarij dan Rafidlah yang suka mengkafirkan kaum muslimin. Dan siapa saja yang menjadikan pengkafiran mereka (‘ubbadul qubuur) ini seperti pengkafiran mereka (kaum muslimin) maka dia itu termasuk al mulabbisuun (orang-orang yang membuat pengkaburan masalah) dan tergolong orang-orang yang menghalang-halangi dari jalan Allah…”

Akan tetapi sungguh sangat disayangkan ada orang yang menganggap syaikh oleh banyak orang yang katanya adalah para penyebar dakwah salaf, bahkan dijadikan rujukan oleh mereka, ketika mereka ingin menghentikan dakwah tauhid yang tegas ini dan yang sedang kami sampaikan ini, mereka sengaja menghadapkan saya dengan syaikh maz’um itu yang disertai satu syaikh lagi dengan tujuan supaya saya tidak mengkafirkan mu’ayyan para penyembah kuburan dan aturan, saya bertanya kepada syaikh maz’um itu: Apa pendapat engkau tentang ‘ubbadul qubuur al juhhal apakah mereka itu muwahhiduun atau musyrikuun? Maka dia diam sementara waktu, kemudian menjawab: “Ya, ada yang mengatakan bahwa mereka itu muwahhiduun,” seraya terus mempertahankan pernyataan itu. Sungguh sangat mengerikan jawaban dari orang yang katanya syaikh rujukan yayasan salafiyyah terbesar ini, dia menjawab dengan jawaban yang lebih buruk dari pernyataan Dawud Ibnu Jirjiis Al ‘Iraqiy, Dawud hanya mengatakan mereka itu adalah kaum muslimin, sedangkan ini adalaah muwahhidiin. Sayangnya tidak ada yang mengetahui isi dialog itu sebenarnya kecuali Allah kemudian saya dan mereka berdua, karena orang lain dilarang masuk. Tapi itu ungkapan yang tidak akan saya lupakan dari orang yang katanya menyusun kitab tauhid yang padahal di dalam kitab yang dia susun itu ada pernyataan yang bertolak belakang dengan yang dia lontarkan.Pent.

[33] Wajib anda ingat bahwa ‘ubbadul qubuur dan ‘ubbadud dustuur itu bukanlah kaum muslimin, tapi kaum musyrikin meskipun mereka mengucapkan laa ilaaha illallaah dan melaksanakan rukun Islam lainnya.Pent.

[34] Telah engkau ketahui bahwa para aparat/tentara itu yang mana mereka tersebut telah bersekongkol dengan pimpinan-pimpinannya untuk tasyrii’ (membuat hukum dan undang-undang), dan mereka terus melindungi undang-undang dan hukum-hukum tersebut, maka sungguh dengan perbuatan itu mereka itu bersetatus sebagai musyrikiin yang menyembah selain Allah subhaanahu wa ta’aala, juga mereka telah menjadikan para pembuat hukum dan perundang-undangan itu sebagai arbaab (tuhan jadi-jadian) selain Allah, dan sebagaian dalil-dalil akan hal ini telah lewat.

[35] Ini dibuktikan dengan hadits tentang seseorang yang dijelaskan di dalamnya bahwa dia itu belum mengamalkan sedikitpun kebaikan (kecuali tauhid), maka dia mewasiatkan kepada anak-anaknya agar setelah dia meninggal dunia dibakar dan abunya ditaburkan di laut, dan dia berkata: “Bila saja Allah Subhanahu Wa Ta’ala kuasa atas saya, tentu dia akan mengadzab saya dengan adzab yang tidak pernah dia timpakan kepada seorangpun”, maka tatkala mati Allah membangkitkannya, dan berkata kepadanya: “Kenapa kamu melakukan itu?’’ Dia menjawab: “Karena takut kepada Engkau, wahai Rabb”, maka Allah mengampuninya, hadits ini intinya ada di dalam hadits Al Bukhari, sedangkan tambahan: “belum beramal sedikitpun kecuali tauhid,’’ diriwayatkan dengan isnad yang shahih oleh Ahmad, dan di dalam hadits ini ada dalil udzur jahil di dalam masalah asmaa dan sifat-sifat Allah, karena hal itu tidaklah bisa diketahui kecuali lewat para rasul, orang ini jahil akan luasnya qudrah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan dia mengira bahwa wasiatnya kepada anak-anaknya itu mampu menyelamatkan dia dari adzab Allah, maka Allah memaafkan kejahilan dia itu, berbeda halnya dengan tauhid yang merupakan hak Allah atas hamba-hamba-Nya, yang mana Allah telah memasang baginya dalil-dalil akal dan dalil-dalil kauniy, serta Dia telah menegakkan atasnya hujjah-hujjah mitsaaq (janji) dan fithrah, dan Dia menyempurnakannya dengan hujjah risaliyyah agar tidak ada lagi hujjah bagi manusia atas Allah setelah diutusnya para rasul.

[36] Lihat umpamanya Bab Al Ikraah dalam Fathul syarah Shahihul Bukhari.

[37] Saya telah mentahdzib fatwa Syaikhul Islam tadi dan saya berikan muqaddimah baginya dengan muqaddimah yang sangat penting sekitar masalah istihsaan dan istishlaah serta apa yang dimasukan oleh Ahlul Ahwaa terhadap dien ini dalam masalah tersebut berupa kerusakan yang sangat besar, dan saya beri nama Al Qaul An Nafiis Fit Thadziir Min Khadii’ati Ibliis.

[38] Bahkan di antara orang-orang yang tidak menganggap penting masalah ini (takfir mu’ayyan), dan mereka mentahdzir (menghati-hatikan orang) darinya secara muthlaq, di antara mereka ada orang yang lebih mementingkan orang-orang kafir daripada kaum muslimiin, dia melaporkan kaum muwahhiduun itu kepada orang-orang kafir itu (maksudnya para penguasa thaghut dan jajarannya), dan dia meminta bantuan orang-orang musyrik dan orang-orang kafir untuk membungkam kaum muwahhiduun yang dia beri gelar sebagai orang-orang takfiiriyyuun… di antara contoh kenyataan itu adalah jawaban Ali Hasan Al Halabiy terhadap anak-anak (maksudnya para pengekornya) yang bertanya kepadanya: Apakah boleh melaporkan orang-orang takfiriyyun itu kepada penguasa pada masa sekarang? maka dia menjawab: Bila mereka itu membahayakan dan menebar kerusakan kepada umat, menyesatkan dan menyebar paham buruknya itu di tengah-tengah umat, maka wajib (melaporkannya).”!!!!

Di ambil dari kaset Syarhus Sunnah karya Al Barbahariy (no:11), amatilah penentuan anak-anak muridnya yang jahil itu setelah itu akan ukuran bahaya dan batasan pengrusakan, serta makna penyesatan yang membolehkan bahkan mewajibkan mereka untuk meminta bantuan kepada orang-orang musyrik dan mendukung mereka untuk membungkam kaum muwahiduun!!!

[39] Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata saat menjelaskan thaghut-thaghut yang ada di jazirah yang dikultuskan oleh orang-orang penduduk Kharaj, beliau berkata: “Sesungguhnya mereka itu seluruhnya adalah kuffar murtaduun dari Islam, dan siapa orangnya yang membela-bela mereka, atau mengingkari kepada orang yang mengkafirkan mereka, atau dia mengklaim bahwa perbuatan mereka itu meskipun memang batil akan tetapi tidak mengeluarkan mereka (dari Islam) kepada kekafiran, maka minimal status orang yang membela-bela ini adalah fasiq yang tidak boleh di terima tulisannya, tidak boleh di terima kesaksiannya, dan tidak boleh shalat di belakangnya, bahkan justeru dienul Islam ini tidah sah kecuali dengan berlepas diri dari mereka dan mengkafirkannya”. (lihat Ad Durar Assaniyyah, 1./52-53, lihat Al lidlaah Wat Tabyiin, 37).

Perhatikan status orang yang membela-bela atau yang mengingkari kepada orang yang mengkafirkannya, atau orang yang mengakui bahwa perbuatannya syirik/kufur tapi orangnya tidak dikafirkan.

Syaikh juga berkata dalam Ad Durar Assaniyyah, 2/78: Dan kafirlah kalian terhadap thaghut-thaghut itu, musuhilah mereka, bencilah orang yang mencintai mereka, atau orang yang membela-bela mereka, atau orang yang tidak mengkafirkan mereka…”

Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman, Syaikh Ibrahim dan Syaikh Abdullah yang keduanya putra Syaikh Abdullathif mereka mengatakan ketika ditanya tentang orang yang tawaqquf dari mengkafirkan orang-orang qubuuriyyin dengan alasan bahwa mereka itu tidak memamahi hujjah, maka para ulama tadi menjelaskan bahwa tegaknya hujjah adalah lain sedangkan paham hujjah itu adalah lain pula, dan hujjah itu bisa jadi tegak atas orang yang tidak paham akannya, mereka mengatakan sesudahnya: “maka tidak ada yang meragukan kekafiran mereka (qubuuriyyiin) dan kesesatannya kecuali orang yang telah diliputi hawaa (bid’ah) dan mata bashirahnya sudah Allah butakan dari kalangan berwala kepada mereka itu, sehingga dia itu adalah ‘aashii (orang yang bermaksiat) ladi dzalim yang wajib dihajr, dijauhi, dan ditahdzir sehingga dia mengumumkan taubatnya sebagaimana dia mengumumkan kedzaliman dan maksiatnya…” sampai mereka mengatakan…: “Tidak sah imamahnya orang yang tidak mengakafirkan Jahmiyyah dan qubuuriyyuun atau masih meragukan kekafiran mereka…” Ad Durar Assaniyyah, 10/431-436, lihat Al lidlaah wat Tabyiin, 38.Pent.

1 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus