NKA NII

NKA NII
Negara Karunia Allah Negara Islam Indonesia

Rabu, 08 Februari 2012

Mungkinkah Muslimah Terjun Ke Medan Jihad Saat Ini?


Mungkinkah Muslimah Terjun Ke Medan Jihad Saat Ini?

Mungkinkah Muslimah Terjun Ke Medan Jihad Saat Ini?

Shoutussalam.com. Muslimah berjihad? Ya, mungkin pertanyaan itu tidak jarang terbesit dalam benak para muslimah saat ini. Mereka berfikir, “mungkinkah seorang muslimah dapat berjihad dengan terjun langsung ke medan perang saat ini?” Tidak sedikit dari mereka berpikir bahwa kewajiban berjihad ke medan jihad adalah hanya tugas bagi kaum Adam yang memang sudah dipercayakan perintah jihad padanya. Kaum muslimin beranggapan bahwa peran utama seorang muslimah adalah hanya sebatas tholabul ‘ilmi mengenai tauhid, keimanan serta keyakinan hati dalam mempertahankan dien ini.

Namun perlu diketahui, keterlibatan wanita di dalan jihad adalah perkara yang diperintahkan syariat. Akan tetapi harus ada penjagaan terhadap persyaratan syar'iy, seperti; adanya mahram, tidak terjadi ikhtilath (percampuran antara laki-laki dan perempuan), aman dari fitnah, bukan wanita lagi cantik; menutup wajah dihadapan laki-laki atau pada urusan darurat yang tidak bisa ditangani laki-laki.

Dan mengenai hukum jihad seorang muslimah, tidak jarang dari mereka mengutip sebuah hadist dari ‘Aisyah ra;
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ قَالَ نَعَمْ عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لَا قِتَالَ فِيهِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ
Dari ‘Aisyah ra; Aku berkata: Wahai Rasulullah, apakah perempuan wajib berjihad? Beliau menjawab: Ya, jihad tanpa peperangan didalamnya, yaitu haji dan umroh”. (HR. Ibnu Majah)
Namun hadist tersebut berlaku dimana hukum jihad adalah fardu kifayah. Sebagaimana yang dikutip dari Ibnu Qadamah Al Hanbali, beliau berkata; “Syarat orang yang terkena kewajiban jihad ada 7, yaitu islam, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, tidak cacat yang fatal dan adanya biaya."  (Al Mughni 10/366). Kemudian beliau menambahkan syarat; adanya izin dari orang tua dan izin orang yang dihutangi.Hadist ini pun berlaku jika jihad berhukum fardhu kifayah.
Lalu, bagaimana jika hukum jihad berubah menjadi fardhu ‘Ain? Ya, beberapa syarat yang telah dijelaskan sebelumnya masih berlaku, namun ada 4 syarat yang gugur jika jihad telah menjadi fardhu ‘Ain. Ke empat syarat itu adalah merdeka, laki-laki, izin orang tua dan izin orang yang dihutangi. Jadi syarat jihad fardhu ‘Ain hanyalah islam, baligh, berakal, tidak cacat yang fatal dan adanya biaya.

Syaikh Yusuf al Uyairi dalam bukunya “Muslimah Berjihad” mengatakan bahwa dalam kitab Masyari’ Al Asywaq: 1/102, Ad-Dardiri dan Ibnu Nuhas menyampaikan mengenai wajibnya jihad bagi wanita apabila keadaan jihad itu sendiri fardhu ‘Ain dan wanita tersebut sedang berada dalam tiga kondisi, yaitu apabila diserang musuh, bila ditunjuk imam, dan apabila musuh mendatanginya dimedan jihad.
Jihad menjadi fardhu ‘ain disaat masih ada saudara kita yang didzalimi oleh orang-orang kafir, murtad dan munafiq. Bagaimana dengan jihad saat ini? Ya, jihad saat ini telah memasuki hukum fardhu ‘ain dan tugas kita adalah mempersiapkan diri untuk menyambut panggilan jihad semampu kita. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam

Surat Al-Anfal ayat 60:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kkuatan yang kamu miliki …….”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِغَزْوٍ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنَ النِّفَاقِ
“Barangsiapa yang mati karena membela (mempertahankan) hartanya maka dia syahid. Barangsiapa mati karena membela keluarganya maka dia syahid. Barangsiapa mati karena membela agamanya maka dia syahid dan barangsiapa mati karena membela darahnya maka dia syahid”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Dan banyak kisah dari para shahabiyah yang ikut terjun langsung dalam perang.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أُمَّ سُلَيْمٍ اتَّخَذَتْ يَوْمَ حُنَيْنٍ خِنْجَرًا فَكَانَ مَعَهَا فَرَآهَا أَبُو طَلْحَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ أُمُّ سُلَيْمٍ مَعَهَا خِنْجَرٌ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَذَا الْخِنْجَرُ قَالَتْ اتَّخَذْتُهُ إِنْ دَنَا مِنِّي أَحَدٌ مِنْ الْمُشْرِكِينَ بَقَرْتُ بِهِ بَطْنَهُ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضْحَكُ
Dari Anas; Ummu Sulaim membawa pisau belati dalam perang Hunain, kebetulan Abu Thalhah (suaminya) melihatnya, maka dia melapor kpada Rasulullah, “wahai Rasulullah, Ummu Sulaim membawa pisau belati.” Maka Rasulullah pun bertanya, “untuk apakah pisau belai itu?” Ummu Sulaim pun menjawab, “Aku membawanya jika ada salah satu musuh yang mendekat kepadaku dari kaum musyrikin maka aku akan merobek perutnya”. Dan Rasulullah pun tersenyum. (HR. Muslim)

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Jihad menjadi fardhu ‘ain disaat masih ada saudara kita yang didzalimi oleh kaum kuffar, murtad dan munafiq. Dan itu masih terjadi dinegara-negara konflik seperti rakyat Palestina yang didzolimi oleh bangsa Yahudi.

Lalu bagaimana dengan saat ini? Haruskah para muslimah berbondong-bondong berangkat ke wilayah konflik? Sedangkan untuk pergi kesana memerlukan dana. Jika belum ada dana, lalu bagaimana peran muslimah saat ini dalam keikutsertaannya dalam jihad fie sabilillah?

Istri Syaikh Aiman Azzawahiri berpesan kepada seluruh tawanan muslimah agar tetap tegar dalam menghadapi cobaan dan pada seluruh muslimah seluruh dunia agar senantiasa menutup auratnya secara sempurna dan mendidik anak mereka untuk taat kepada Alloh, mencintai jihad fie sabilillah dan memperkuat persaudaraan diantara kaum muslimin.
Ya, ternyata masih ada banyak hal yang bisa dilakukan para muslimah, diantaranya adalah tholabul ‘ilmi mengenai tauhid, keimanan dan fiqh jihad yang dibarengi dengan penataan hati agar apabila kita dianugerahi oleh Alloh seorang mujahid (suami, red) dan mujahid-mujahid cilik sebagai pendamping yang kemudian datangnya panggilan jihad, maka kita dapat mengikhlaskan dengan kepergiannya seperti yang pernah dialami oleh shahabiyah Al-Khansa’.
Dan ada pula, jika kita diberi kelebihan harta oleh Alloh, kita juga dapat membantu para janda mujahid yang ditinggal syahid atau istri dari mujahid yang sedang dalam tawanan thowagit. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah:
مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللهِ فَقَدْ غَزَا، وَمَنْ خَلَّفَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللهِ فِي أَهْلِهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا.
“Barang siapa mempersiapkan perbekalan orang yang berperang, berarti telah ikut berperang. Barangsiapa membiayai hidup keluarga orang yang berperang, berarti telah ikut berperang.” (HR. Bukhari-Muslim)

Jadi, mulailah kita mempersiapkan segala sesuatunya sesuai dengan kemampuan kita. Jangan hanya bisa berdiam diri menunggu datangnya kemenangan Islam dan tegaknya kalimatullah tetapi perlunya tindakan kita sebagai muslimah dengan kemampuan semampunya.
Wallohu a’lam bish showab
(Rois)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar